Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Orang Toksik Suka Playing Victim?

ilustrasi dua orang bertengkar
ilustrasi dua orang bertengkar (pexels.com/keira burton)

Penasaran gak kenapa orang yang berperilaku toksik kerap "playing victim" dengan menyalahkan orang lain? Apakah orang ini tidak sadar kalau sebenarnya dialah yang menyakiti orang lain?

Menurut ilmu psikologi, ternyata ini berkaitan dengan "proyeksi". Melalui artikel di laman Psychology Today, Dr. Stephanie A. Sarkis menjelaskan kalau proyeksi adalah mekanisme pertahanan yang digunakan seseorang untuk menghindari tanggung jawab atas tindakannya.

Berikut ini beberapa alasan yang membuat manusia toksik kerap playing victim.

1. Playing victim dilakukan untuk menghindari tanggung jawab

ilustrasi dua orang bertengkar
ilustrasi dua orang bertengkar (pexels.com/Timur Weber)

Proyeksi adalah mekanisme pertahanan psikologis yang membuat seseorang secara tak sadar menempatkan pola pikir dan kekurangan dirinya pada orang lain.

Orang toksik sering kesulitan mengakui perilaku tidak sehat dan bahkan abusive mereka. Demi menghindarkan diri dari tanggung jawab, mereka bakal memproyeksikan kesalahan mereka kepada orang di sekitar mereka. Alih-alih melakukan introspeksi, mereka bakal menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dibuat sendiri.

2. Menyalahkan orang lain untuk menutupi rasa rendah diri

ilustrasi dua orang bertengkar
ilustrasi dua orang bertengkar (pexels.com/RDNE Stock project)

Orang toksik punya kecenderungan untuk menilai dan mengkritik orang lain secara berlebihan. Hal ini mereka lakukan justru untuk menutupi rasa rendah diri.

Mereka lebih memilih untuk memproyeksikan keraguan diri mereka kepada orang lain supaya kekurangan mereka sendiri tertutupi.

3. Berpikir orang lain punya cara pandang yang sama dengan dirinya

ilustrasi dua orang bertengkar
ilustrasi dua orang bertengkar (pexels.com/Alena Darmel)

Orang yang memiliki perilaku toksik kerap memproyeksikan emosi negatif mereka kepada orang lain. Ini termasuk ketakutan-ketakutan mereka. Orang-orang toksik beranggapan kalau manusia lain memiliki pola pikir, perilaku, dan kecenderungan yang sama dengan mereka.

Sebagai contoh, orang yang suka berselingkuh cenderung menjadi pencemburu dan kerap menuduh pasangan mereka main belakang karena itulah yang selama ini mereka lakukan. Orang yang suka berbuat curang bakal memiliki trust issue dan selalu curiga orang lain akan mencurangi dirinya.

4. Guilt tripping untuk mengendalikan orang lain

ilustrasi dua orang bertengkar
ilustrasi dua orang bertengkar (pexels.com/Timur Weber)

"Aku marah karena kamu gak bisa ngertiin aku." Familiar dengan kata-kata ini? Itulah salah satu taktik yang kerap digunakan manusia toksik untuk memanipulasi orang lain.

Dr. Erin Leonard, seorang psikoterapis mengatakan rasa bersalah bisa dimanfaatkan sebagai senjata ketika seseorang ingin mengendalikan orang lain dalam suatu hubungan. Orang yang berperilaku toxic bisa saja menuduh pihak lain telah menyakiti mereka, lalu dengan cepat memanipulasi individu tersebut agar melakukan apa yang mereka inginkan.

Orang yang toksik mungkin saja menyalahkan teman, pasangan, atau anggota keluarga atas emosinya sendiri yang tidak stabil. Mereka mengeksploitasi kerentanan atau kelemahan orang tersebut, memantik rasa bersalahnya, dan membuatnya merasa bertanggung jawab atas kondisi emosi si pelaku.

5. Punya kepribadian narsisistik

ilustrasi dua orang bertengkar
ilustrasi dua orang bertengkar (pexels.com/Windo Nugroho)

Menurut artikel dari Psychcentral, penelitian tahun 2003 menunjukkan bahwa orang dengan narcissistic personality disorder (NPD) cenderung lebih sering menganggap diri mereka sebagai korban dibanding orang yang tidak menderita gangguan tersebut. Sebuah studi kualitatif pada 2020 juga menyebutkan bahwa anggota keluarga dari pasien NPD melaporkan bahwa mereka sering menunjukkan perilaku playing victim.

Orang dengan kepribadian narsisistik sulit introspeksi karena mereka sulit memahami dampak dari perilaku mereka terhadap orang lain. Ditambah perasaan superior yang berlebihan membuat mereka sulit menerima kenyataan yang tidak sesuai sudut pandang mereka. Dua sifat ini membuat penderita NPD merasa diserang saat diingatkan atas kesalahan mereka. Kalau sudah begini, mereka jadi playing victim.

Jadi, itulah beberapa alasan orang yang berperilaku toxic justru suka menempatkan diri sendiri sebagai korban dan menyalahkan orang lain.

Cara terbaik untuk menghindarkan diri dari hubungan yang tidak sehat dengan orang seperti ini adalah menetapkan batasan yang jelas dalam hubungan. Sebisa mungkin, hindari interaksi yang intens dengan mereka agar kondisi mentalmu tetap aman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us

Latest in Life

See More

7 Rekomendasi Tema Halloween 2025, Klasik dan Kekinian!

16 Okt 2025, 16:15 WIBLife