Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi ibu rumah tangga bekerja dari rumah (freepik.com/freepik)
ilustrasi ibu rumah tangga bekerja dari rumah (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Sadari peran-peran yang kamu jalani dan identifikasi sumber tekanannya

  • Berani mengatakan gak pada permintaan yang melebihi kapasitas

  • Buat prioritas peran berdasarkan urgensi dan nilai hidupmu

Kamu guru, sekaligus ibu, sekaligus anak sulung yang jadi tumpuan keluarga. Di kantor kamu diminta jadi pemimpin, di rumah kamu jadi tempat curhat, di komunitas kamu juga punya tanggung jawab sosial. Rasanya seperti harus jadi segalanya untuk semua orang, dalam waktu bersamaan. Kalau kamu sering merasa lelah, tertekan, dan sulit fokus karena terlalu banyak peran yang harus kamu jalani, bisa jadi kamu sedang mengalami role strain.

Role strain adalah kondisi saat seseorang merasa kewalahan karena banyaknya peran sosial yang harus dijalani, yang kadang saling tumpang tindih atau bertabrakan. Ini berbeda dari sekadar sibuk; ini tentang bagaimana tekanan emosional muncul dari tuntutan sosial yang bertabrakan dalam waktu yang sama. Kalau dibiarkan, role strain bisa memengaruhi kesehatan mental, menurunkan produktivitas, bahkan membuatmu merasa kehilangan identitas diri. Yuk, kenali dan terapkan tujuh langkah berikut untuk menghadapi role strain dengan lebih sehat dan seimbang.

1. Sadari peran-peran yang kamu jalani dan identifikasi sumber tekanannya

ilustrasi ibu rumah tangga bekerja dari rumah (freepik.com/freepik)

Langkah pertama dalam menghadapi role strain adalah dengan menyadari peran-peran apa saja yang sedang kamu emban saat ini. Jangan hanya menyebutnya secara umum seperti ‘pekerja’ atau ‘orang tua’, tapi jabarkan lebih detail, ‘Guru yang harus juga membuat laporan administratif’, ‘Orang tua yang merawat anak kecil dan mengurus rumah tangga’, dan seterusnya. Semakin spesifik kamu menyadari peranmu, semakin mudah kamu memahami di mana titik konflik atau tekanannya.

Setelah itu, cobalah untuk mengidentifikasi sumber utama tekanan dari setiap peran. Apakah karena waktu yang terbatas? Apakah karena ekspektasi yang terlalu tinggi? Atau mungkin karena kamu gak punya dukungan cukup dari sekitar? Dengan mengenali akar masalah, kamu bisa mulai menyusun strategi yang tepat untuk menyeimbangkan beban. Karena sering kali, kita merasa lelah bukan karena tugasnya terlalu berat, tapi karena kita belum memahami sumber tekanan sebenarnya.

2. Berani mengatakan gak pada permintaan yang melebihi kapasitas

ilustrasi bersama rekan kerja (freepik.com/katemangostar)

Banyak orang mengalami role strain karena sulit menolak permintaan orang lain. Entah karena rasa gak enakan, takut dibilang gak bertanggung jawab, atau merasa harus jadi pahlawan untuk semua orang. Namun, kenyataannya, setiap orang punya batas kapasitas, dan menolak bukan berarti gagal, tapi justru tanda bahwa kamu tahu cara menjaga dirimu sendiri.

Belajar berkata ‘gak’ secara sopan namun tegas adalah keterampilan penting dalam manajemen peran. Kamu bisa bilang, ‘Saat ini aku belum bisa, karena masih menyelesaikan tanggung jawab lain,’ atau ‘Aku ingin bantu, tapi mungkin aku hanya bisa di akhir pekan.’ Dengan begitu, kamu gak memutus hubungan, tapi tetap menjaga batas yang sehat. Ingat, kamu bukan mesin yang bisa diakses kapan saja, melainkan manusia yang butuh ruang untuk bernapas.

3. Buat prioritas peran berdasarkan urgensi dan nilai hidupmu

ilustrasi seseorang bekerja (pexels.com/Vlada Karpovich)

Ketika semua peran terasa penting, kamu perlu membuat prioritas berdasarkan urgensi dan nilai hidup. Misalnya, jika kamu sedang dalam masa genting di pekerjaan, maka peran profesional bisa jadi lebih diutamakan sementara. Namun, kalau anak sedang sakit, maka peran sebagai orang tua harus jadi fokus utama. Memilah peran bukan berarti mengabaikan yang lain, tapi tentang mengatur perhatian sesuai kebutuhan saat ini.

Tentukan apa yang benar-benar penting untuk jangka panjang, bukan hanya yang paling berisik atau paling mendesak. Peran yang selaras dengan nilai hidupmu, seperti keluarga, kesehatan, atau pertumbuhan pribadi, perlu dijaga dengan konsisten. Dengan menyusun prioritas, kamu gak akan merasa semua harus diselesaikan sekaligus. Ini juga akan membantumu merasa lebih tenang dan terarah dalam menjalani hari.

4. Bangun sistem pendukung yang bisa diandalkan

ilustrasi sedang bekerja (pexels.com/Kampus Production)

Menghadapi role strain gak harus sendirian. Kamu bisa mencari dukungan dari pasangan, keluarga, teman, atau rekan kerja. Ceritakan secara jujur bahwa kamu sedang kewalahan dan butuh bantuan, bahkan jika itu hanya soal mendengarkan atau berbagi tugas harian. Kadang yang kamu butuhkan bukan solusi besar, tapi kehadiran yang membuatmu merasa gak sendiri.

Sistem pendukung juga bisa berbentuk praktis, seperti mendelegasikan pekerjaan rumah, berbagi tugas tim di kantor, atau meminta tolong orang tua mengantar anak sekolah. Jangan anggap ini sebagai kelemahan, justru ini adalah langkah bijak untuk bertahan secara sehat. Semakin kuat sistem dukunganmu, semakin kecil risiko kamu kehabisan energi karena terlalu banyak peran yang harus ditanggung sendiri.

5. Luangkan waktu untuk mengecek ulang dirimu sendiri secara rutin

Ilustrasi penulis sedang berpikir (pexels.com/Ivan Samkov)

Dalam menjalani berbagai peran, sering kali kita lupa mengecek kondisi diri sendiri. Kita terus lari dari satu tugas ke tugas lain tanpa pernah bertanya, ‘Apakah aku baik-baik saja?’ Self check-in ini penting untuk mengetahui apakah kamu sudah terlalu lelah, marah, kecewa, atau hanya butuh istirahat sejenak. Dengan refleksi rutin, kamu bisa mengambil tindakan sebelum semuanya meledak.

Kamu bisa melakukannya dengan menulis jurnal harian, meditasi singkat, atau sekadar duduk tenang sambil mengecek perasaanmu. Gak perlu lama, cukup lima menit sehari. Tanyakan pada dirimu sendiri, ‘Peran mana yang paling menguras energi hari ini?’ atau ‘Apa satu hal yang bisa kulakukan untuk membuat hariku lebih ringan?’ Dengan membiasakan dialog internal yang jujur, kamu akan lebih mudah mengelola tekanan dan menjaga keseimbangan.

6. Hindari perfeksionisme dalam menjalankan setiap peran

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/Artem Podrez)

Penyebab utama role strain adalah keinginan untuk menjadi sempurna di semua peran sekaligus. Kamu ingin jadi ibu ideal, pegawai teladan, anak berbakti, dan teman yang selalu hadir. Namun, sayangnya, ekspektasi ini gak realistis dan hanya akan membuatmu merasa terus kurang. Alih-alih menjadi versi sempurna dari setiap peran, jadilah versi cukup baik yang tetap manusiawi.

Belajar menurunkan standar dalam aspek tertentu bukan berarti kamu malas atau gak peduli. Justru itu adalah bentuk adaptasi agar kamu tetap bisa bertahan dalam jangka panjang. Misalnya, gak apa-apa rumah sedikit berantakan jika kamu butuh istirahat, atau sesekali melewatkan pertemuan jika kamu butuh waktu sendiri. Ingat, kamu gak diciptakan untuk memuaskan semua orang setiap saat. Kamu cukup hadir dan berusaha sebaik mungkin, sesuai kemampuan hari ini.

7. Sisihkan waktu khusus hanya untuk dirimu sendiri

ilustrasi seseorang membaca (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Di tengah semua peran yang kamu jalani, jangan lupakan satu peran penting, peran sebagai diri sendiri. Kamu berhak punya waktu di mana kamu gak harus menjadi apa pun untuk siapa pun. Waktu ini penting untuk mengisi ulang energi, mengenal diri lebih dalam, dan menjaga keseimbangan jiwa. Bukan egois, tapi bagian dari perawatan diri agar kamu bisa hadir lebih utuh dalam setiap peran lainnya.

Luangkan waktu minimal seminggu sekali untuk melakukan hal yang kamu suka, tanpa tujuan produktif. Bisa membaca buku, mendengarkan musik, berolahraga, atau hanya rebahan dengan tenang. Jangan tunggu burnout baru kamu ambil jeda. Jadikan waktu untuk diri sendiri sebagai kebutuhan yang tak bisa ditawar, bukan kemewahan yang baru dilakukan saat sempat.

Role strain bukan tanda bahwa kamu lemah atau gak mampu. Ini adalah sinyal bahwa ada terlalu banyak peran yang sedang kamu pegang, dan tubuh serta mentalmu mulai kewalahan. Dengan mengenali batas, menyusun prioritas, meminta dukungan, dan memberi ruang untuk diri sendiri, kamu bisa mengelola peran-peran itu dengan lebih sehat dan seimbang.

Ingat, kamu gak harus jadi segalanya untuk semua orang setiap waktu. Yang terpenting adalah menjadi seseorang yang cukup hadir, cukup sadar, dan cukup peduli, terutama pada dirimu sendiri. Karena dari situlah kamu bisa menjalankan peran lain dengan hati yang lebih utuh dan gak cepat habis.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team