Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Pada Sabtu (18/12/2021) pukul 11.00, penulis mendapat kesempatan untuk berbincang-bincang via Zoom dengan Mariana Yunita Hendriyani Opat. Ia adalah sosok pemuda di balik berdirinya Tenggara Youth Community di NTT.

Saat pertama kali melihat sosok perempuan ini tersorot kamera dalam ruang Zoom, penulis bisa melihat getir dari sorot matanya. Namun, dari tutur katanya, sosok yang akrab disapa Tata ini tampak begitu semangat membagikan ilmu seputar edukasi kesehatan seksual dan reproduksi. Renjananya untuk membantu dan membuat kehidupan anak-anak menjadi lebih baik begitu menyentuh hati, padahal forum kami berbeda ruang dan waktu.

Penulis langsung teringat betapa penting dan mendesaknya kesadaran masyarakat akan bahaya kekerasan dan pelecehan seksual. Data dari Komnas Perempuan menyebutkan bahwa mereka menerima 4.500 aduan kasus kekerasan terhadap perempuan selama Januari—Oktober 2021. Angka tersebut adalah dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Kita tidak bisa menutup mata bahwa kasus kekerasan dan pelecehan seksual banyak menimpa para perempuan di Indonesia.

Hal tersebut perlu menjadi prioritas dan PR bersama, tetapi kita pun tak bisa abai jika perlakuan keji tersebut juga menimpa laki-laki dan anak-anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebutkan bahwa hingga November 2021, terdapat 12.566 kasus kekerasan pada anak dengan persentase 45 persen kekerasan seksual, 19 persen kekerasan psikis, dan 18 persen kekerasan fisik.

Dalam kesempatan tersebut, Tata berbagi pengalaman jatuh bangunnya dalam membangun Tenggara Youth Community. Memang tidak mudah, tetapi pengetahuan yang sering dianggap tabu tersebut memang penting untuk disimak dan dipelajari.

1. Keinginan Tata menjadi relawan karena ia pernah menjadi korban

Bacarita Kespro (dok. Tenggara Youth Community)

Tata benar-benar memahami betapa menakutkannya pernah menjadi korban kekerasan seksual.

“Iya, benar, jadi aku penyintas. Jadi, alami kasus kekerasan seksual itu masih dari sangat kecil sekali, terus itu beranjak sampai aku sudah SMP, SMA, bahkan saat kuliah. Jadi, selain penyintas kekerasan seksual, juga kekerasan dalam pacaran,” ujar Tata dengan getir.

Tata mengaku bahwa awalnya hal tersebut bukanlah isu yang dekat dengannya. Itu karena, ia belajar dan kuliah hal lain. Di Kupang sendiri, belum ada kelompok remaja yang khusus membahas isu ini, apalagi mendengarkan cerita teman-teman yang pernah menjadi korban.

2. Saat membangun Tenggara Youth Community, kebanyakan relawan yang bergabung adalah penyintas

Editorial Team

Tonton lebih seru di