Eklin Amtor, Keliling Maluku Sebarkan Damai dengan Mendongeng

Rentaskan segregasi di Maluku lewat jalan perdamaian

Api berkecamuk. Ratusan bahkan ribuan rumah hancur terbakar. Tak hanya rumah warga, kantor desa dan tempat ibadah pun turut dibakar. Tak jauh dari sana, ada mayat-mayat tak beridentitas tergeletak di jalanan. Membuat siapa pun yang melihat semua itu bergidik ketakutan.

Itulah sedikit gambaran tentang konflik Maluku yang pernah terjadi dalam rentang waktu 1999 sampai 2002. Ribuan nyawa telah melayang akibat kerusuhan tersebut dan sampai sekarang, kerusuhan itu seakan terus membayangi Maluku.

Seperti layaknya tempat-tempat di Indonesia lainnya, Maluku dihuni oleh masyarakat yang heterogen. Berbagai ras, suku dan agama tinggal di sana. Namun, konflik yang sempat terjadi menimbulkan efek segregasi di tengah masyarakat. Membuat kondisi yang awalnya harmonis, berubah menjadi saling serang satu sama lain.

Hal ini lah yang dirasakan oleh Eklin Amtor de Fretes atau lebih akrab disapa Eklin. Pemuda asli Maluku ini merasakan langsung bagaimana konflik tersebut telah memorak-porandakan kotanya dalam berbagai aspek. Untuk itu, ia membentuk suatu komunitas perdamaian pemuda lintas iman sebagai bentuk upayanya merentaskan segregasi di Maluku.

Dengan menggunakan perbekalan seadanya, ia rela berkeliling pelosok Maluku demi menebar pesan damai kepada anak-anak dan juga warga sekitar. Tak hanya sekedar berkhotbah atau berceramah, Eklin menebarkan pesan damai dengan cara mendongeng.

1. Lebih dekat dengan Eklin Amtor de Fretes

Eklin Amtor, Keliling Maluku Sebarkan Damai dengan MendongengEklin dan Dodi (instagram.com/kak_eklin)

Eklin Amtor de Fretes, lahir di Mamosa, Maluku Tengah pada tahun 1992. Saat ini ia berprofesi sebagai seorang pendeta. Ia ditahbiskan sebagai seorang pendeta pada tahun 2020.

Ia baru berusia tujuh tahun saat konflik pertama kali pecah di Ambon.  Meski tak tinggal di tempat yang menjadi awal mula konflik, Eklin dan keluarganya tetap harus mengungsi ke tempat yang lebih aman demi menyelamatkan diri.

Konflik tersebut telah membuatnya hidup dalam kehidupan yang segregatif. Eklin kecil terpaksa harus berpisah dengan teman sebayanya yang berbeda keyakinan. Keadaan semakin diperparah dengan adanya cerita-cerita konflik yang diceritakan hanya berdasarkan satu sudut pandang saja. Hal itu semakin menyuburkan dendam dan juga rasa benci antar kelompok-kelompok yang sedang bertentangan.

Kondisi mulai berubah saat Eklin masuk ke sekolah menengah dan lalu berlanjut ke perguruan tinggi, ia mulai bertemu kembali dengan teman-temannya yang berbeda keyakinan.

Dari sini, dia mulai mencoba untuk meruntuhkan batas segregasi itu dengan duduk bersama, saling berbagi dan bercerita kepada teman-temannya tadi. Dia pun akhirnya mengerti bahwa konflik yang terjadi selama ini hanyalah karena salah paham. Mereka hanya korban provokasi dari cerita-cerita konflik yang dibangun berdasarkan satu sudut pandang.

Karena itulah, Eklin merasa bahwa harus ada suatu gerakan yang dapat memutus semua itu. Menurutnya, daripada kita bercerita tentang cerita konflik yang malah semakin menyuburkan pertentangan, lebih baik kita bercerita tentang cerita perdamaian. Dari situ ia memfokuskan kegiatannya kepada anak-anak dan kawula muda. Baginya, anak-anak adalah generasi masa depan yang harus dibebaskan dari efek segregasi agar dapat terciptanya persatuan.

Kini, bersama dengan boneka kesayangannya, Dodi, Eklin berkeliling ke daerah-daerah di Maluku untuk menghibur dan memberikan edukasi kepada anak-anak. Eklin memiliki mimpi mulia untuk menyatukan saudara-saudaranya di Maluku dalam perdamaian.

Melalui dongeng, Eklin menyisipkan pesan perdamaian dan toleransi kepada sesama tanpa melihat suku, ras ataupun agamanya. Berkat kesungguhannya tersebut, Eklin pun menerima penghargaan SATU Indonesia Awards (SIA) dari Astra Indonesia di bidang pendidikan pada tahun 2020.

2. Perjalanannya menjaga perdamaian

Eklin Amtor, Keliling Maluku Sebarkan Damai dengan MendongengEklin dan Dodi bersama dengan anak-anak di Bebar Timur (instagram.com/kak_eklin)

Pada Sabtu (16/09/23) lalu saat wawancara, saya berkesempatan untuk mendengar cerita pengalaman Eklin dalam menebarkan pesan damai di pelosok Maluku.

Kesan pertama yang saya dapatkan saat melihat sosok Eklin adalah orangnya sangat ramah dan sederhana. Ia juga memiliki pembawaan yang positif. Ia terlihat sangat bersemangat.

Menurut penuturannya, Eklin memulai perjalanannya ini dari tahun 2017. Saat itu ia mendirikan sebuah program bernama Youth Interfaith Peace Camp (YIPC) atau disebut juga Kemah Damai Pemuda Lintas Iman di kota Ambon. Program tersebut merangkul para kawula muda di Maluku untuk bergerak aktif menebar perdamaian.

Ia tak bergerak sendiri dalam menjalankan programnya. Eklin juga mendirikan sebuah komunitas bernama JMP (Jalan Merawat Perdamaian). Relawan-relawan yang bergabung dalam komunitas tersebut terdiri dari para pemuda-pemudi Maluku yang berasal dari latar belakang keyakinan yang berbeda-beda. Ada yang dari Kristen, Katolik, Islam dan juga dari suku adat Maluku yang menganut kepercayaan lokal.

Saat ditanya kenapa memilih dongeng sebagai media pendekatan kepada anak-anak, Eklin menyebut bahwa ini adalah metode terbaik mengajarkan budi pekerti luhur tanpa harus menggurui.

“Bagi saya, dongeng itu memiliki nilai-nilai yang baik. Membuat perilaku atau budi pekerti anak-anak tumbuh lebih luhur. Anak-anak bisa belajar cinta kasih, damai tanpa kita harus menggurui,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga mengajak seorang "rekan" setiap kali berdongeng. Rekan Eklin dalam berdongeng tersebut adalah sebuah boneka bernama Dodi, akronim dari kata dongeng damai.

Baca Juga: Bersama Dodi, Eklin Bertekad Rawat Perdamaian di Maluku lewat Dongeng

3. Awal mula mendongeng

Eklin Amtor, Keliling Maluku Sebarkan Damai dengan MendongengEklin dan Dodi di Pulau Damer, Maluku Barat (instagram.com/kak_eklin)

Eklin mengatakan, awalnya ia tidak dapat mendongeng. Ia juga bukan orang yang mudah dekat dengan anak-anak. Namun, karena niatnya untuk merentaskan segregasi yang memicu konflik di Maluku, Eklin berusaha keras untuk mengalahkan kelemahannya tersebut.

Ia lalu belajar mendongeng secara ototidak dengan menonton video di Youtube. Dari sana ia pun belajar tentang teknik ventrilokuisme. Ventrilokuisme adalah seni berbicara tanpa mengenakan bibir. Biasanya, para ventrilokuis akan membawa sebuah boneka saat akan berdongeng.

Teknik ini dipilih agar dapat lebih mudah mendekatkan diri kepada anak-anak. Anak-anak yang mudah teralihkan perhatiannya akan cepat bosan jika tak ada pengalih perhatian. Oleh sebab itu, Eklin pun selalu mengajak boneka kesayangannya setiap kali berdongeng.

dm-player

“Yang penting niat, Kak. Bagi saya nyanyi juga bisa. Tapi saya lebih suka boneka karena anak-anak pasti suka boneka dan bisa mempertahankan perhatian,” tuturnya.

Setelah dua minggu belajar mendongeng dengan menggunakan teknik ventrilokuisme, Eklin mulai mencoba untuk mendongeng di depan anak-anak dari satu tempat ke tempat yang lain. Dari satu desa ke desa yang lain secara bergiliran.

Dalam setiap tur dongeng yang ia jalani, Eklin mengatakan bahwa ia sendiri yang menulis cerita-cerita dongeng tersebut. Ia memilih untuk menulis cerita fabel karena banyak disukai oleh anak-anak.

Pada tahun 2021, Eklin menerbitkan buku dongengnya sendiri dengan judul: “Mari Belajar Mendongeng Kisah-kisah Damai”. Buku itu berisikan dongeng-dongeng yang pernah ia ceritakan selama tur keliling Maluku.

4. Sempat mengalami penolakan

Eklin Amtor, Keliling Maluku Sebarkan Damai dengan MendongengEklin bersama relawan di Rumah Dongeng Damai (Instagram.com/kak_eklin)

Pada tanggal 1 Januari 2018, Eklin datang ke Pulau Seram untuk memulai program mendongengnya yang pertama kali. Namun, dalam kesempatan pertamanya tersebut Eklin langsung ditolak oleh pihak setempat.

Status Eklin yang saat itu adalah seorang calon pendeta, membuat masyarakat setempat berasumsi bahwa ia akan melakukan aksi kristenisasi di tempat tersebut. Padahal, niat Eklin datang ke sana hanya untuk mendongeng cerita perdamaian.

“Saya ditolak, saya diusir karena mereka berpikir bahwa saya seorang calon pendeta. Mereka berasumsi bahwa saya hendak melakukan proses kristenisasi dengan menggunakan media mendongeng atau masuk menggunakan anak-anak,” ungkapnya.

Saya tertegun sejenak mendengar penuturannya tersebut. Saya cukup salut melihat sikap tenangnya menghadapi penolakan. Tidak mudah menghadapi orang-orang yang menolak kita secara terang-terangan seperti itu. Walau kita memiliki niat yang baik, hal itu akan menjadi percuma jika kita tidak bersabar dalam menanggapinya.

Tak pantang menyerah, pada tanggal 2 Januari 2018 Eklin kembali melakukan kegiatannya mendongeng di tempat lain. Berbeda dari tempat yang sebelumnya, kali ini ia diterima dengan tangan terbuka. Ia bahkan dibolehkan untuk mendongeng di tempat biasa warga melakukan upacara keagamaan.

Hal itu membuatnya semakin bersemangat untuk melanjutkan tur. Ia bahkan sempat mendongeng di daerah perbatasan konflik di Saleman dan Horale. Dua tempat di Maluku yang pernah berkonflik pada tahun 2006 dan 2008.

Eklin berhasil membuat anak-anak yang berasal dari dua desa yang pernah berkonflik tersebut untuk duduk bersama sambil mendengarkan dongeng. Mereka tertawa dan bersenang-senang, tanpa mengkhawatirkan perbedaan yang terjadi di antara mereka.  Seakan cerita dalam dongeng tersebut mampu membuat mereka bersatu.

Kini, Eklin dan para relawan, telah berhasil berdongeng di banyak titik di Maluku. Mulai dari sekolah, masjid, gereja, wihara atau tempat umum lainnya. Ada lebih dari 10.000 anak pernah mendengar Eklin berdongeng. Tak hanya sebatas di Maluku, ia juga pernah berdongeng sampai ke Makasar, Mamuju, Jakarta, Yogyakarta, dan tempat-tempat lain yang pernah terkena bencana alam.

Baca Juga: Lewat Dongeng, Eklin Amtor de Fretes Mendongkrak Segregrasi

5. Berjualan cokelat demi mengumpulkan modal

Eklin Amtor, Keliling Maluku Sebarkan Damai dengan MendongengEklin dan Dodi (instagram.com/kak_eklin)

Pada tahun 2017, Eklin bercerita bahwa ia memulai semua ini dengan berdikari. Ia tidak mendapatkan bantuan dari pihak lain, bahkan dari pemerintah setempat sekalipun. Ia secara berdikari berjualan cokelat, baju, bahkan kue untuk mendanai program yang ia gagas.

Berbekal uang satu juta rupiah, Eklin memberanikan diri membeli boneka yang kini menjadi “rekannya” dalam berdongeng, yaitu Dodi. Ia menyebut jika pun mendapat bantuan biasanya dari luar pulau, seperti pulau Jawa. Meski begitu, ia sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu yang terpenting baginya adalah ia dapat melaksanakan program ini dengan lancar.

“Saya tidak pernah mengharapkan itu. Saya bergerak sendiri dengan kaki sendiri. Kebanyakan apresiasi itu tumbuh dari orang-orang luar,” imbuhnya.

Tapi, Eklin tak akan menolak jika suatu saat nanti akan ada pihak yang dapat membantunya dalam menjalankan program damai ini. Tak melulu soal dana, tapi bisa juga dengan tenaga dan dukungan moril. Eklin sadar betul bahwa ia tak dapat bergerak sendiri. Dibutuhkan banyak sekali bantuan dari masyarakat agar mimpinya tentang Maluku yang damai dapat tercapai.

“Sampai enam tahun saya mendongeng, saya masih merasa saya berjalan sendiri. Tidak ada yang bisa topang saya lebih banyak lagi bergerak bersama-sama. Kalau saya sendiri untuk mengubah ribuan orang itu agak susah sepertinya,” tambah Eklin.

Ia bersama dengan relawan yang bergabung di JMP sangat mengharapkan bantuan kepada masyarakat luas. Kekuatan massa yang masif tentunya dapat mengubah keadaan dengan cepat dibandingkan hanya sendirian.

6. Harapan Eklin tentang Maluku

Eklin Amtor, Keliling Maluku Sebarkan Damai dengan MendongengEklin dan Dodi bersama anak-anak SD di Bebar Timur (instagram.com/kak_eklin)

Setelah mendengar penuturan Eklin tentang perjalanannya yang panjang keliling Maluku. Saya sedikit banyak paham, bahwa cukup sulit memang membangun kembali apa yang telah hancur selama bertahun-tahun. Konflik yang terjadi di tahun 1999 itu telah mengubah kehidupan sosial di Maluku.

Namun, tak ada yang tidak mungkin. Selama kita memiliki semangat untuk berubah, maka masa depan yang cerah pasti akan kita raih. Hal ini yang menjadi pegangan Eklin. Ia mengatakan bahwa akan terus berjuang demi terciptanya persatuan dan kedamaian yang nyata di Maluku.

Eklin memiliki mimpi bahwa kehidupan sosial di Maluku dapat kembali seperti saat dia masih kecil dulu. Dimana semua golongan dapat hidup damai dan saling berdampingan. Tidak ada prasangka atau praduga buruk, apalagi pelabelan tertentu kepada pihak yang berbeda.

“Kalau ditanya sampai kapan saya melakukan aktivitas ini, saya tidak tahu sampai kapan. semoga mimpi yang awal masa kecil saya itu bisa tercapai,” tutupnya.

Semoga apa yang menjadi harapan Eklin dapat tercapai. Sehingga semuanya dapat hidup aman dan tenteram. Tak terbatas kepada Maluku, tapi juga daerah-daerah lain di Indonesia. Semangat untuk hari ini dan masa depan Indonesia yang lebih baik.

Baca Juga: Semangat Eklin Ajarkan Perdamaian pada Anak-Anak Maluku lewat Dongeng

Maya Andita Photo Verified Writer Maya Andita

Trust me! I am not muggle || IG: @pengarang_maya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Merry Wulan

Berita Terkini Lainnya