"Bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup sehatnya jika kebutuhan dasarnya saja, seperti air, tidak terpenuhi?" ujar Reza dalam sesi Workshop Menulis Online dan Bincang Inspiratif Astra 2025 yang digelar melalui Zoom, Rabu (8/10/25).
Mengalirkan Harapan: Reza Riyady Bawa Air Bersih ke Bali Timur

Dari kacamata wisatawan dan masyarakat umum, Bali selalu identik dengan deretan pantai menawan, beach club dan resor mewah dengan panorama laut atau sawah, kekayan budaya yang masih terjaga, hingga ragam kuliner khas yang lezat dan bikin ketagihan. Semua itu memang benar dan nyata adanya, sebab Bali memiliki pesona lengkap yang begitu memikat wisatawan lokal maupun internasional.
Namun di balik keindahan yang tampak, tidak semua warga Bali hidup dalam kondisi ideal. Masih banyak masyarakat yang hidup jauh dari kata sejahtea dan memiliki masalah dasar yang seharusnya sudah tidak dialami di tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satunya adalah krisis air bersih.
Reza Riyady Pragita, pemuda sekaligus perawat asal Klungkung, Bali, melihat masalah tersebut terjadi di wilayah Bali Timur, tepatnya di Desa Ban, Karangasem. Reza tergerak untuk membantu warga yang kesulitan memperoleh air bersih. Ia meyakini bahwa air tidak hanya kebutuhan, tapi juga hak dasar setiap manusia.
Dari keyakinan ini, ia memantik harapan melalui komunitas Bali Tersenyum ID bersama rekannya dan menginisiasi program SAUS (Sumber Air Untuk Sesama) guna mendukung PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Desa Ban.
Usahanya yang tak kenal lelah membuahkan penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 tingkat provinsi untuk kategori kesehatan. Meski demikian, perjuangannya tidak mudah, sebab program berkelanjutan ini membutuhkan kolaborasi banyak pihak agar dapat terus berjalan dan memberi manfaat untuk mereka yang membutuhkan.
1. Profesi perawat dan liburan yang membuka mata hatinya

Reza Riyady memiliki latar belakang sebagai seorang perawat di sebuah rumah sakit di Bali. Dalam kesehariannya, ia tidak hanya merawat pasien yang sedang sakit, tetapi juga menjadi penggerak dalam memberikan informasi tentang kebutuhan dasar manusia.
Saat berlibur ke wilayah Bali Timur, tepatnya di Desa Ban, ia menemukan fakta yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, yakni sulitnya mendapatkan air bersih. Masyarakat, terutama ibu-ibu, harus berjalan kaki minimal lima kilometer untuk mengisi air ke dalam jeriken. Mereka juga belum tentu bisa mandi dalam waktu tiga hari. Saat kemarau, kondisi menjadi lebih pelik dan air bersih semakin sulit didapat.
Di sisi lain, kawasan wisata, hotel, dan resor memiliki air yang berlimpah, bahkan terbuang begitu saja. Ketimpangan itulah yang menggerakkan hati Reza untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat di desa tersebut, sesuai dengan prinsip yang ia pegang sebagai perawat.
"Itulah awalnya kenapa saya membuat program SAUS (Sumber Air Untuk Sesama). Sebab, di keperawatan itu kita mengenal (prinsip) preventif, promotif, kuratif, dan kolaboratif," imbuhnya.
2. Mengalirkan sepercik harapan melalui program SAUS

Sebelum tercetus program SAUS (Sumber Air Untuk Sesama), Reza dan tim sebenarnya merencanakan proyek bedah rumah. Sebab, banyak tempat tinggal warga Desa Ban yang sudah tidak layak huni. Hal ini urung dilakukan karena ternyata kebutuhan warga akan ketersediaan air bersih lebih mendesak.
Selanjutnya, Reza dan tim berdiskusi langsung dengan warga Desa Ban untuk menemukan masalah utama dan solusinya. Pendekatan yang dilakukan Reza ini patut diacungi jempol. Ia menempatkan masyarakat sebagai kolaborator dan menemukan solusi secara mandiri, bukan "objek asuhan" yang hanya diam menerima semuanya.
Setelah berdiskusi panjang, mereka bersama-sama mencari sumber air potensial yang bisa dimanfaatkan tanpa merusak alam atau lingkungan sekitar. Selain itu, juga berencana membangun bak penampung yang akan dihubungkan dengan sumber air terdekat.
3. Perjuangan mendapatkan akses air bersih untuk Desa Ban

Perumusan masalah dan solusi sudah didapat, langkah selanjutnya adalah mewujudkannya. Bagi Reza, tim Bali Tersenyum ID, dan masyarakat Desa Ban, menjalankan program tersebut bukan suatu hal yang mudah, terutama saat menuju akses sumber airnya.
"Kita diajak warga ke sumber air terdekat. Aksesnya gak bisa dilalui oleh motor. Jadi, kita harus jalan kaki. Saat itu, saya sampai luka-luka karena jatuh. Jalannya itu benar-benar setapak," ujar Reza.
Setelah melakukan survei dan memastikan kualitas airnya bersih atau layak pakai, Reza memulai kampanye penggalangan dana. Ia sadar kalau program SAUS ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Berbagai cara dilakukan, salah satunya dengan menggalang dana di platform Kitabisa.com.
Dari angka donasi Rp2,8 juta yang sempat membuatnya down, hingga akhirnya mereka mendapatka bantuan dana hingga Rp30 juta. Dari dana tersebut, Reza memulai pembangunan bak penampungan air bersih dan melibatkan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa kepemilikan dan kesadaran menjaga "permata" ini.
4. Masyarakat Desa Ban kini hidup dengan layak

Seiring berjalannya waktu, program SAUS yang Reza inisiasi bersama Bali Tersenyum ID mulai menunjukkan hasil positif bagi kehidupan masyarakat Desa Ban. Akses air bersih makin dekat, kebutuhan masyarakat terpenuhi, dan kualitas hidup pun makin meningkat. Selain itu, hal paling menggembirakan adalah penurunan kasus dehidrasi dan diare pada anak-anak di desa ini.
Bagi warga Desa Ban sendiri, ketersediaan air bersih di desa adalah hasil kerja bersama dan bukti nyata dari perubahan yang dibangun oleh banyak tangan dan pikiran. Mereka berjanji untuk menjaganya sebaik mungkin, agar tetap bisa digunakan hingga ke generasi selanjutnya.
Di sisi lain, Reza tidak menyangka bahwa program SAUS ini mengantarkannya meraih Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2022 di tingkat provinsi bidang kesehatan. Baginya, penghargaan ini bukan simbol keberhasilan, melainkan jembatan yang membuka pintu dialog dan kerjasama dengan kolaborator lain, memperluas jaringan, dan melahirkan kepercayaan.
Hubungan atau bonding Reza dan masyarakat pun makin dekat, hingga masyarakat kerap "membekalinya" dengan hasil bumi mereka. "Saya dibungkusin keladi, ubi rambat yang warna putih itu," ujar Reza. Ia juga rutin berkomunikasi dengan para tokoh adat, berkunjung dan mengontrol kondisi bak penampungan, serta memastikan aliran air tetap baik.
Bagi kita, Bali memang bak potongan surga yang Tuhan hadiahkan untuk dunia ini. Namun, di tengah surga tersebut, rupanya ada berbagai permasalahan dasar masyarakat yang belum tuntas. Menunggu peran dan uluran tangan orang lain tidak serta-merta dapat mengatasinya. Perlu ada gerakan kecil tapi nyata dari para pemuda dan insiator seperti Reza dan tim Bali Tersenyum ID untuk merangkai asa, serta yakin bahwa perubahan dimulai jika kita mau dan berusaha.



















