Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Ketika Dewasa, Kita Merasa Makin Kesepian? Banyak Pikiran!

Ilustrasi Kesepian (freepik.com/author/Freepik)
Ilustrasi Kesepian (freepik.com/author/Freepik)
Intinya sih...
  • Terlalu banyak pikiran, bikin orang dewasa sulit fokusDistraksi menyebabkan kurangnya waktu untuk membangun koneksi personal, dengan lebih banyak perhatian tercurahkan pada teknologi daripada hubungan nyata.
  • Teknologi bikin Gen Z gak merasa perlu bantuan, akibatnya interaksi menurunKemudahan teknologi membuat manusia tidak lagi merasa perlu komunikasi dan interaksi dengan orang lain, sehingga muncul rasa kesepian yang semakin dalam.
  • Kesepian juga bisa dialami setelah menikah, dapat disebabkan karena kesulitan membangun koneksi dengan pasanganHampir 33 persen orang berusia 45 tahun tetap merasa kesepian, bahkan setelah menikah.

Rasa kesepian menjadi perasaan yang akrab dialami oleh orang dewasa. Menurut riset Economist and The Kaiser Family Foundation, 22 persen orang dewasa di Amerika Serikat dan 23 persen di United Kingdom, kerap merasa kesepian. Munculnya rasa kesepian ketika dewasa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kehilangan koneksi untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Kamu mungkin merasa ketika tumbuh dewasa, rasa sepi justru semakin kuat. Perasaan kurang dipahami, tidak terhubung, dan terisolasi dengan orang lain menjadi akrab denganmu. Inilah beberapa alasan mengapa ketika dewasa, kita justru menjadi semakin kesepian.

1. Terlalu banyak pikiran, bikin orang dewasa sulit fokus

ilustrasi kesepian (pexels.com/mikoto.raw Photographer)
ilustrasi kesepian (pexels.com/mikoto.raw Photographer)

Orang dewasa tumbuh dengan serangkaian distraksi yang mengganggu pikirannya. Misalnya sosial media, urusan keuangan, kegiatan harian, pekerjaan, dan lain-lain. Menurut Ryan Jenkins, penulis buku "Connectable: How Leaders Can Move Teams From Isolated to All In", distraksi atau gangguan yang dialami individu mampu menguras sumber daya kognitif manusia, sehingga hanya sedikit tempat untuk fokus pada hal lain.

Stimulasi berlebih membuat individu memiliki lebih sedikit waktu untuk membangun koneksi personal. Lebih banyak perhatian tercurahkan pada teknologi daripada hubungan nyata. Banyaknya jumlah konten berita atau hiburan yang dikonsumsi pun mengakibatkan keterhubungan sosial semakin menipis. Kebiasaan inilah yang menjadi salah satu penyebab perasaan kesepian menguat ketika dewasa.

2. Teknologi bikin Gen Z gak merasa perlu bantuan, akibatnya interaksi menurun

ilustrasi kesepian (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi kesepian (pexels.com/RDNE Stock project)

Kemudahan teknologi memungkinkan manusia mendapatkan informasi dan pengetahuan secara mandiri. Tidak lagi diperlukan komunikasi dan interaksi dengan orang lain, misalnya anggota keluarga, tetangga, rekan kerja, hingga pasangan. Padahal, sebagai makhluk sosial, sangat wajar bagi manusia untuk secara alami bergantung pada satu sama lain.

Ryan dalam Psychology Today menyebut, ketergantungan manusia bergeser pada teknologi, otomatisasi dan kecerdasan buatan sehingga muncul rasa kesepian yang semakin dalam. Terlebih bagi Gen Z yang terbiasa mengandalkan fitur online, seperti Google, YouTube, hingga TikTok untuk mencari berita maupun pengetahuan baru.

Meski digitalisasi memberikan layanan yang lebih efisien untuk mendapatkan informasi dan bantuan, namun kebutuhan interaksi sesama manusia pun menurun. Diperlukan keseimbangan koneksi nyata dalam kehidupan modern.

3. Kesepian juga bisa dialami setelah menikah, dapat disebabkan karena kesulitan membangun koneksi dengan pasangan

ilustrasi merasa kesepian (pexels.com/Polina Sirotina)
ilustrasi merasa kesepian (pexels.com/Polina Sirotina)

Kesepian tak lantas sirna ketika menikah. Berdasarkan survei oleh AARP pada 2018, hampir 33 persen orang berusia 45 tahun tetap merasa kesepian. Kehadiran pasangan tak selalu menjadi jaminan bahwa perasaan terisolasi, sepi, dan merasa kehilangan koneksi akan lenyap.

"Penyebabnya dapat muncul karena kesulitan menjalin koneksi dengan pasangan, stres, ekspektasi yang tidak realistis, hingga perasaan khawatir tidak berharga," tulis Kendra Cherry, Psikolog dalam Verywell Mind.

Jika berada di fase ini, Kendra menyarankan untuk mengkomunikasikannya dengan pasangan, tidak menyalahkan diri sendiri, dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Rasa kesepian ketika dewasa menjadi proses yang wajar dialami oleh individu, bahkan ketika telah menikah. Akan tetapi, masalah seperti ini dapat diselesaikan dengan upaya untuk membangun kembali koneksi bersama pasangan. Kendra juga merekomendasikan untuk melakukan couples therapy untuk meningkatkan kualitas hubungan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us