Knowledge Gap dan Kabar Burung Tak Hentikan Hasyim Bangun Pedis Care

Tantangan jadi cambuk untuk terus maju

Hidup sehat tentu menjadi impian yang selalu diusahakan oleh tiap individu. Beraktivitas dengan lancar tiap harinya merupakan sebuah anugerah. Sayangnya, usaha tersebut tak dibarengi dengan gaya hidup yang baik, seperti mengonsumsi gula berlebih.

Kadar gula berlebih di dalam tubuh memicu diabetes. Di Indonesia sendiri, seperti dilansir International Diabetes Federation (IDF), diperkirakan populasi penderita diabetes dewasa antara 20—79 tahun ada sebanyak 19 juta orang. Bahkan, dilansir Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada 2030 nanti, jumlah penderita diabetes bakal mencapai 30 juta orang. Tentu ini tak bisa dibiarkan begitu saja, bukan?

Melihat kenyataan yang memilukan tersebut, laki-laki asal Malang, Jawa Timur, Ahmad Hasyim Wibisono, menggagas sebuah layanan kesehatan di luar rumah sakit. Namanya Pedis Care, layanan kesehatan tersebut memberi dampak besar pada pasien diabetes.

Pada 2019, Ahmad Hasyim dan Pedis Care mendapatkan apresiasi SATU Indonesia Awards dari Astra. Keberhasilannya tersebut ternyata melalui berbagai tantangan yang bisa dibilang gak mudah, lho. Pedis Care bisa sesukses sekarang karena berhasil bertahan di tengah gempuran kerikil tajam.

1. Hampir mengibarkan bendera putih pada 3 bulan pertama Pedis Care berdiri

Knowledge Gap dan Kabar Burung Tak Hentikan Hasyim Bangun Pedis CareAhmad Hasyim Wibisono dari Pedis Care (instagram.com/ahmadhasyimwibisono)

Pedis Care yang berbasis aplikasi di smartphone tentu sangat canggih. Layanan kesehatan ini mampu mengidentifikasi luka diabetes melalui foto dan video yang diunggah. Dari sana, Pedis Care bisa tahu ukuran, kedalaman, hingga lebar luka diabetes tersebut hingga nantinya diberi penanganan khusus.

Meski begitu, memperkenalkan teknologi canggih dan awam pada masyarakat tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Pada awal pembukaannya, Pedis Care bahkan harus menelan pil pahit. Tidak ada satu pun orang yang datang dan membeli produknya.

“Selama sekitar 3—4 bulan itu hampir zero attraction, gak ada aktivitas apa-apa. Sempat juga hampir mengibarkan bendera putih. Namun, setelah tim dan co-founder ngobrol bareng, kita menemukan solusinya,” kata Hasyim saat diwawancarai pada Sabtu (7/10/2023).

Pasien Pedis Care yang mayoritas adalah orang tua membutuhkan edukasi lebih terkait penggunaan aplikasi tersebut. Pedis Care pun dengan aktif memperkenalkan aplikasinya melalui penyuluhan di kampus dan webinar. Khalayak luar pun mulai memahami visi dan misi mereka.

2. Knowledge gap menjadi pemisah antara Pedis Care dan pasien juga tenaga kesehatan lainnya

Knowledge Gap dan Kabar Burung Tak Hentikan Hasyim Bangun Pedis CareAhmad Hasyim Wibisono dari Pedis Care (instagram.com/ahmadhasyimwibisono)

Membangun sebuah layanan kesehatan dengan aplikasi canggih diakui oleh Hasyim sebagai sesuatu yang tidaklah mudah. Menurut pengakuannya, ia dan tim yang saat itu hanya berjumlah tiga orang merasa cukup kewalahan pada awal merintis Pedis Care. Pada 2015—2016, misalnya, Hasyim dan timnya merasakan knowledge gap atau perbedaan pengetahuan antara mereka dan masyarakat.

Knowledge gap ini kemudian menjadi jurang pemisah. Masyarakat tidak memahami produk dan jasa yang ditawarkan Pedis Care. Mereka enggan untuk mengaksesnya. Pasalnya, masyarakat dengan luka diabetes merasa rumah sakit menjadi tempat yang tepat untuk mengobati penyakitnya. Padahal, Pedis Care bisa memberikan layanan setara atau bahkan melebihi rumah sakit pada umumnya.

dm-player

“Akhirnya, kita fokus mengedukasi masyarakat dan tenaga kesehatan kalau kita ini solusi sebenarnya,” ungkap laki-laki yang lahir dan besar di Malang, Jawa Timur, itu.

Baca Juga: Ahmad Hasyim dan Pedis Care Lukis Senyum di Wajah Pasien Diabetes

3. Kabar burung sempat beredar sebelum Pedis Care gencar memberikan edukasi

Knowledge Gap dan Kabar Burung Tak Hentikan Hasyim Bangun Pedis CareAhmad Hasyim Wibisono dari Pedis Care (instagram.com/ahmadhasyimwibisono)

Gak hanya perbedaan pengetahuan yang menjadi batu sandungan Pedis Care untuk berkembang pada awal kemunculannya. Ada juga banyak pihak yang menyebarkan kabar burung terkait layanan kesehatan yang sudah membuka klinik di Malang dan Sidoarjo ini. Kata Hasyim, banyak teman-teman tenaga kesehatan yang salah mengartikan bentuk jasa dari Pedis Care. Mereka kerap menganggap Pedis Care bukan pilihan yang baik. Bahkan, banyak yang mengatakan bahwa berobat ke Pedis Cara sama dengan buang-buang uang. Padahal, ada alasan harga di Pedis Care berbeda dari pasaran.

“Karena alat dan bahan kita khusus, jadi secara harga memang berbeda. Memang agak mahal, sehingga muncul kabar kalau kita hanya menghabiskan uang pasien. Itu banyak terjadi di awal kita mendirikan Pedis Care ini,” jelas Hasyim.

Tak lantas menyerah, Hasyim dan tim gerak cepat dengan memberikan edukasi. Bak gayung bersambut, setelah 4 bulan aktif mengedukasi, Pedis Care mulai kedatangan cukup banyak pasien. Bahkan, pasien yang datang merupakan rujukan dari dokter-dokter ternama. Hasyim pun merasa tergugah dan semangatnya kembali membara.

4. Sistem subsidi silang di Pedis Care diberlakukan dengan proses yang tidak mudah

Knowledge Gap dan Kabar Burung Tak Hentikan Hasyim Bangun Pedis CarePedis Care (instagram.com/ahmadhasyimwibisono)

Kalau banyak yang mengira pasien diabetes adalah kalangan menengah ke bawah saja, itu semua tidak benar. Ahmad Hasyim yang memang berkecimpung di dunia kesehatan mengatakan bahwa penderita diabetes datang dari kalangan mana saja, baik dari ekonomi bawah atau atas. Begitu pula dengan pasien yang menggunakan produk dan jasa Pedis Care, bukan orang ekonomi kelas atas saja, tetapi juga ekonomi kelas bawah.

Ketika ditanya bagaimana jika ada orang yang tidak mampu membayar, Hasyim mengatakan bahwa Pedis Care tetap akan mengobatinya. Pedis Care memiliki beberapa cara. Cara paling utama adalah melalui subsidi silang. Metode ini cukup berat pada awalnya karena membutuhkan sumbangan dari pasien kalangan ekonomi atas untuk mau membantu dan mendonasikan dana. Namun, sejauh ini, subsidi silang dapat membantu pengobatan pasien kurang mampu.

“Cara tersebut berjalan karena mereka merasa senasib sepenanggungan, hanya berbeda ekonomi sosialnya saja. Akhirnya, mereka berkomitmen membantu sesamanya,” ucap alumni Universitas Brawijaya tersebut.

Selain subsidi silang, Pedis Care juga bekerja sama dengan berbagai rekanan yayasan amal, bahkan sampai di Australia, lho. Namanya IndoPeduliAdelaide. Uayasan tersebut berisi orang-orang Indonesia di Australia yang memberi funding kepada Pedis Care untuk membiayai pasien kurang mampu.

Pedis Care yang kini sudah kurang lebih 8 tahun beroperasi sedang berada pada masa kejayaannya. Sempat menerima penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra pada 2019 lalu, siapa mengira perjalanan Pedis Care pada awal-awal cukup terseok-seok. Banyak tantangan memang, tetapi Pedis Care tetap berdiri tegak hingga kini. Semoga selalu begitu, ya!

Baca Juga: Hasyim dan Pedis Care: Teknologi yang Merawat Luka, Membalut Duka

Opal Photo Verified Writer Opal

I have a lot of things inside my head so that I love writing about everything based on my ideas, highly-enthusiastic seeks out new challenges and gains more knowledges.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya