Debu jalanan menempel di wajahnya, sementara keringat terus menetes di bawah teriknya sinar matahari. Di punggungnya, sebuah karung besar berisi koleksi bacaan bergoyang mengikuti langkah yang tertatih. Berjam-jam ia memanggul beban itu, menembus jalur tanah berbatu yang licin.
Meski transportasi sulit, Neas Wanimbo tetap berjalan kaki. Bukan karena ia tak lelah, tetapi karena ia tahu di ujung perjalanan ada anak-anak yang menunggu kabar baik berupa buku-buku dalam hidup mereka. Bukan tentang seberapa mahal harganya, apalagi seberapa bagus kualitasnya, asal masih bisa dan layak dibaca, apapun jenis bukunya tetaplah seperti harta karun berharga bagi anak-anak di pedalaman Papua.
Realitanya, tidak semua anak tumbuh dengan beruntung memiliki koleksi bahan bacaan yang tersusun rapi di rak buku rumahnya. Hampir di sebagian daerah Papua, buku adalah barang langka. Tidak hanya itu, mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah sering kali terasa jauh dan sulit diakses, bukan hanya tentang jarak tapi juga kesempatan yang kurang merata.
Di antara kegelisahan itu, Neas Wanimbo memilih untuk tidak diam. Dia tahu, bahwa harapan tidak bisa tercapai hanya dengan terus menunggu datangnya bantuan, tapi harapan harus ditanam, disemai, dan dijaga. Keresahan itu membuatnya antusias untuk memperbaiki keadaan di tanah kelahirannya. Neas Wanimbo mulai mendirikan gerakan yang diberi nama Hano Wene. Nama tersebut diambil dari bahasa lokal di distrik Tangma, kabupaten Yahukimo, provinsi Papua Pegunungan, yang artinya berita baik.
Neas tidak ingin memandang Papua sebagai wilayah terpencil, karena dia yakin bahwa di sanalah semangat perubahan tumbuh makin kuat. Berkat kegigihan dan dedikasinya, pemuda asal Papua Pegunungan ini berhasil meraih penghargaan SATU Indonesia Award 2024 dalam bidang pendidikan. Bagi Neas, terpencilnya wilayah bukan alasan untuk berhenti menggerakkan aksi literasi di Tanah Papua. Pada kesempatan ini, penulis tertarik untuk mengulik kisah dari Neas Wanimbo dalam mengukir perjalanan gerakan literasi yang ia bangun bersama masyarakat di pedalaman Papua. Yuk, ikuti kisahnya!
