Hukum Badal Haji untuk Orang yang Sudah Meninggal

Ada kondisi dan syarat tertentu

Haji merupakan salah satu rukun Islam. Bagi orang yang sudah memenuhi syarat, maka diwajibkan untuk pergi haji. Adapun syarat yang dimaksud berupa fisik, ilmu, serta mampu secara ekonomi. Ibadah haji biasanya dilaksanakan pada bulan Syawal, Zulqaidah, dan Zulhijjah.

Dalam Islam, dikenal istilah badal haji atau menggantikan proses pelaksanaan haji orang lain. Termasuk menggantikan haji untuk orang yang sudah meninggal dunia. Lantas, bagaimana dalil dan hukum badal haji untuk orang yang sudah meninggal?

1. Orang yang hajinya boleh digantikan

Hukum Badal Haji untuk Orang yang Sudah MeninggalSuasana Jamaah Haji di depan Ka'bah, Masjidil Haram, Makkah (IDN Times/Umi Kalsum)

Menurut situs resmi Kemenag Bali, ada kondisi yang memungkinkan seseorang boleh diwakilkan hajinya. Hal tersebut tercantum juga dalam kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab dari Imam Al-Nawawi. Ada dua orang yang diperbolehkan hajinya digantikan oleh orang lain.

Pertama, orang yang ketika hidup sudah memiliki kewajiban dan nazar untuk berhaji, tetapi sudah meninggal terlebih dulu. Kedua, orang yang memiliki kewajiban berhaji (sudah mampu secara finansial), namun fisiknya gak mampu. Misalnya, orang yang sakit dan gak kunjung sembuh atau orang tua dengan kondisi renta. Maka, dua golongan itu diperbolehkan untuk digantikan hajinya oleh orang lain.

Baca Juga: Kemenag Gandeng Kemenkes Awasi Penyelenggaraan Haji 2023

2. Hukum menghajikan orang yang sudah meninggal menurut Mazhab Syafi’i

Hukum Badal Haji untuk Orang yang Sudah Meninggalilustrasi ibadah haji (pexels.com/@mjlo)

Dilansir NU Online, permasalahan ini merupakan kasus fikih yang kerap diperdebatkan para ulama. Hal tersebut pernah dibahas juga oleh Mazhab Syafi’i. Menurut Mazhab ini, badal haji boleh dilakukan jika orang yang akan menggantikannya sudah haji bagi dirinya sendiri. Jadi, gak boleh hukumnya menggantikan haji orang lain jika kita sendiri belum haji.

dm-player

"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sungguh Nabi saw mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: 'Labbaika dari Syubrumah.' Beliau pun meresponsnya dengan bertanya: 'Siapa Syubrumah?' Laki-laki itu menjawab: 'Saudara atau kerabatku.' Nabi tanya lagi: 'Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?' Orang itu menjawab: 'Belum.' Nabi pun bersabda: 'Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian baru haji untuk Syubrumah,'" (HR Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan selainnya dengan sanad shahih)."

Dari hadis di atas, Mazhab Syafi’i menegaskan bahwa kita harus haji terlebih dahulu sebelum menggantikan haji orang lain. Apabila nekat melakukannya, maka ibadah haji tersebut tetap menjadi haji bagi dirinya sendiri.

3. Hukum menghajikan orang yang sudah meninggal menurut Mazhab Hanafi

Hukum Badal Haji untuk Orang yang Sudah MeninggalIlustrasi Ibadah Haji (ANTARA FOTO/REUTERS/Ganoo Essa)

NU Online juga menyebutkan, berbeda dengan Mazhab Syafi'i, Mazhab Hanafi berpendapat bahwa orang yang belum haji diperbolehkan serta dianggap cukup untuk menggantikan haji orang lain (badal). Jadi, gak ada syarat yang mengharuskan seseorang haji untuk dirinya sendiri terlebih dahulu.

"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Al-Fadhl bin Abbas menjadi pengawal Rasulullah saw. Lalu datang perempuan dari Khats’am (salah satu kabilah dari Yaman). Sontak al-Fadlu memandang perempuan itu dan perempuan itu pun memandangnya. Seketika itu pula Nabi saw memalingkan wajah al-Fadhl sisi lain (agar tidak melihatnya). Lalu perempuan itu berkata: 'Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji dari Allah kepada hamba-hambanya telah menjadi kewajiban bagi ayahku saat ia tua renta dan tidak mampu berkendara. Apakah aku boleh berhaji sebagai ganti darinya?' Rasulullah saw menjawab: 'Ya.' Peristiwa itu terjadi dalam haji Wada,'" (Muttafaq ‘Alaih, dan ini redaksi al-Bukhari).

Menurut Mazhab Hanafi, hadis di atas merupakan sebuah dasar yang memperbolehkan seseorang menghajikan orang lain tanpa harus menghajikan diri sendiri dulu. Menurut NU Online, Mazhab Hanafi juga menyebutkan bahwa haji untuk diri sendiri itu gak wajib dilakukan pada waktu tertentu karena waktunya bisa kapan saja. Sehingga, jika kita menghajikan orang lain sebelum kita haji, maka akan tetap sah saja.

Itu dia penjelasan terkait menghajikan orang yang sudah meninggal. Intinya, menurut NU Online, menghajikan orang yang sudah meninggal hukumnya boleh dan sah. Hanya saja terdapat perbedaan pendapat terkait orang yang menghajikan sudah haji untuk dirinya sendiri atau belum.

Baca Juga: 5 Perbedaan Haji dan Umroh, Salah Satu Memiliki Rukun Lebih Sedikit

Topik:

  • Febriyanti Revitasari
  • Stella Azasya
  • Retno Rahayu

Berita Terkini Lainnya