Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi cemas (vecteezy.com/nuttawan jayawan)
ilustrasi cemas (vecteezy.com/nuttawan jayawan)

Intinya sih...

  • Kecemasan saat dewasa bisa dipengaruhi oleh pengalaman masa kecil

  • Polapengasuhan, dinamika keluarga, dan hubungan dengan orangtua dapat memengaruhi respons stres

  • Pola asuh yang terlalu kritis, ketat, atau memanjakan bisa meningkatkan risiko kecemasan saat dewasa

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kecemasan sering kali datang tanpa aba-aba. Tiba-tiba kamu merasa gak nyaman, jantung berdebar, atau pikiran langsung melompat ke skenario terburuk. Padahal secara logika, semuanya baik-baik aja. Mungkin kamu sudah pernah mikir, “Kenapa sih aku bisa secemas ini?” Jawabannya bisa jadi tersembunyi di masa kecilmu. Ternyata, cara kamu dibesarkan punya pengaruh besar terhadap cara otak dan tubuhmu merespons stres saat dewasa.

Bahkan, pengalaman yang kelihatannya sepele bisa berdampak panjang kalau diabaikan. Pola pengasuhan atau dinamika keluarga bisa menanamkan benih kecemasan sejak dini. Berikut tujuh pengalaman masa kecil yang bisa bikin kamu lebih rentan cemas saat dewasa.

1. Orangtua atau kakek-nenek sering menunjukkan perilaku cemas

ilustrasi lansia (pexels.com/Kindel Media)

Cemas memang gak menular kayak flu, tapi bisa banget diwariskan lewat pola pengasuhan. Kalau sejak kecil kamu terbiasa melihat orang dewasa di sekitarmu panik, khawatir berlebihan, atau takut mengambil keputusan, kamu pun belajar bahwa dunia adalah tempat yang menakutkan.

Menurut Dr. Brett Biller, Psy.D., anak-anak belajar mengatur emosi dari orang dewasa di sekitarnya. Kalau yang ditunjukkan adalah pola pikir cemas, besar kemungkinan kamu ikut meniru hal itu tanpa sadar.

2. Pola asuh terlalu kritis

ilustrasi anak sedih (pexels.com/Jordane Maldaner)

Anak yang sering dikritik keras sejak kecil bisa tumbuh jadi dewasa yang selalu merasa kurang. Merasa gak pernah cukup, gak pernah benar, dan takut bikin kesalahan. Hal ini bisa membuka pintu lebar-lebar bagi kecemasan.

Dr. Biller menjelaskan bahwa anak yang dibesarkan dalam lingkungan penuh kritik cenderung sulit menerima pujian, punya harga diri rendah, dan selalu merasa ragu, tiga hal yang jadi fondasi kecemasan kronis. Akibatnya, kamu mungkin tumbuh jadi pribadi yang terus-menerus mencari validasi dari orang lain, karena merasa pencapaian sendiri gak pernah cukup untuk dihargai.

3. Pengasuhan yang terlalu ketat dan membatasi

ilustrasi anak dimarahi (pexels.com/Monstera Production)

Orangtua super ketat mungkin punya niat baik, tapi tanpa sadar bisa membuat anak merasa dunia luar adalah tempat berbahaya. Gak boleh main jauh, gak boleh ikut kegiatan, semua harus diawasi. Dr. Biller menyebutkan bahwa pola pengasuhan otoriter seperti ini terbukti berkaitan dengan meningkatnya risiko gangguan kecemasan dan bahkan gangguan makan, terutama pada remaja perempuan.

4. Gak ada struktur atau batasan jelas di rumah

ilustrasi anak tantrum (pexels.com/Jep Gambardella)

Kalau kamu dibesarkan tanpa rutinitas yang jelas, aturan yang konsisten, atau batasan tegas, kamu mungkin sering merasa bingung dan gak aman. Rasa gak aman ini bisa bertahan sampai dewasa.

Menurut Dr. Biller, struktur itu penting karena memberi rasa aman. Tanpa itu, anak jadi mudah merasa gak yakin dan akhirnya tumbuh jadi orang dewasa yang gampang cemas.

5. Kebiasaan orangtua terlalu memanjakan atau “memuluskan jalan”

ilustrasi anak sedang belajar (pexels.com/Sunvani Hoàng)

Memanjakan bukan cuma soal membelikan barang yang diinginkan. Bisa juga dalam bentuk membiarkan kamu menghindari rasa tidak nyaman. Misalnya, saat kamu takut tampil di depan kelas dan orangtua langsung membelamu agar gak perlu tampil.

Dr. Michael Adelman, MD, menjelaskan bahwa anak-anak seperti ini akan terbiasa menghindari situasi sulit. Lama-lama, mereka jadi gak punya toleransi terhadap stres. Dan setiap tekanan kecil bisa langsung memicu kecemasan.

6. Perasaan yang gak pernah divalidasi

ilustrasi anak menangis (pexels.com/Yan Krukau)

Saat kecil kamu sering dengar kalimat seperti “jangan cengeng” atau “biasa aja, gak usah lebay,” kamu mungkin tumbuh dengan keyakinan bahwa perasaanmu gak penting, dan ini berbahaya. Menurut Dr. Adelman, kalau perasaan anak sering diabaikan, mereka tumbuh jadi pribadi yang bingung dengan emosi sendiri. Akibatnya saat dewasa, mereka sulit mengatur perasaan dan lebih gampang cemas karena gak tahu cara menanganinya.

7. Terlalu fokus pada hasil, bukan usaha

ilustrasi memegang piala (pexels.com/Anna Tarazevich)

Pernah merasa hanya dihargai kalau dapat nilai bagus atau menang lomba? Kalau iya, kamu mungkin tumbuh dengan tekanan untuk selalu sempurna. Padahal, manusia pasti pernah gagal.

Dr. Adelman bilang bahwa fokus berlebihan pada pencapaian tanpa memperhatikan proses atau usaha bisa bikin anak tumbuh dengan sensitivitas tinggi terhadap kegagalan. Hal ini bisa jadi akar kecemasan saat dewasa.

Kalau kamu merasa cemas berlebihan tanpa alasan jelas, bisa jadi jawabannya ada di masa lalu. Bukan untuk menyalahkan, tapi untuk memahami dan mulai menyembuhkan. Masa kecil memang gak bisa diubah, tapi kamu tetap punya kuasa untuk memilih arah hidup ke depan.

Membangun hubungan yang sehat, berani menghadapi ketakutan, dan membuka diri untuk bantuan profesional adalah langkah awal yang bisa kamu ambil. Seperti saran Dr. Adelman, kamu gak harus melakukannya sendirian. Ada cara untuk keluar dari lingkaran kecemasan, dan semuanya dimulai dari keberanian untuk mengenali dirimu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team