Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Prinsip Hidup Stoikisme yang Relevan buat Si Overthinker

ilustrasi tekanan media sosial (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Fokus pada hal yang bisa dikontrolPrinsip dasar Stoikisme adalah membedakan mana hal yang bisa dikontrol dan mana yang tidak bisa. Fokus ke sikap, tindakan, dan respons sendiri agar pikiran lebih ringan.
  • Terima kenyataan tanpa dramaStoikisme mengajarkan pentingnya menerima kenyataan tanpa drama berlebihan. Dengan menerima kenyataan, seseorang bisa mikir jernih dan bertindak bijak.
  • Latih diri buat siap kehilanganMelatih pikiran buat siap kehilangan membuat seseorang lebih tangguh. Stoikisme mengajarkan bahwa semua yang dimiliki sifatnya sementara, dan melepas sesuatu bukan berarti gagal.

Di tengah dunia yang serbacepat, penuh distraksi, dan tekanan sosial yang datang bertubi-tubi, overthinking jadi masalah yang makin banyak dialami generasi sekarang. Mulai dari overthinking soal masa depan, karier, hubungan, sampai eksistensi diri sendiri, semua bisa bikin kepala sumpek tiap malam. Banyak yang mikir terlalu jauh, padahal kenyataannya belum tentu seburuk itu.

Dalam kondisi seperti ini, filosofi Stoikisme bisa jadi nafas segar buat yang butuh pegangan hidup biar gak gampang ambruk secara mental. Stoikisme bukan ajaran kaku yang cuma cocok buat para filsuf zaman Yunani Kuno. Justru, prinsip-prinsipnya malah makin relevan di era sekarang yang serba penuh kekhawatiran.

Stoikisme mengajarkan bagaimana caranya bisa tetap tenang dalam kekacauan, fokus pada hal-hal yang bisa dikontrol, dan melepas yang gak bisa diubah. Buat generasi overthinking, ini bukan sekadar ajaran, tapi bisa jadi strategi bertahan hidup yang realistis. Tertarik menerapkannya dalam kehidupanmu?

1. Fokus pada hal yang bisa dikontrol

ilustrasi fokus bekerja (freepik.com/freepik)

Prinsip dasar Stoikisme yang paling terkenal adalah membedakan mana hal yang bisa dikontrol dan mana yang tidak bisa. Kebanyakan overthinking muncul dari hal-hal yang di luar kendali, kayak opini orang lain, masa depan yang belum pasti, atau kejadian yang sudah lewat. Padahal, energi mental yang dipakai buat mikirin semua itu malah bikin makin capek dan frustrasi. Stoikisme mengajarkan buat fokus ke sikap, tindakan, dan respons sendiri, hal-hal yang benar-benar bisa dikendalikan.

Begitu bisa fokus ke hal yang ada di tangan sendiri, pikiran jadi lebih ringan dan terarah. Gak perlu buang waktu memikirkan apakah orang bakal suka atau tidak, yang penting sudah berusaha sebaik mungkin. Emosi negatif pun jadi lebih mudah diredam, karena gak reaktif terhadap hal-hal eksternal. Prinsip ini mengajarkan bahwa kontrol itu bukan soal menguasai dunia, tapi menguasai diri sendiri.

2. Terima kenyataan tanpa drama

ilustrasi berpikir jernih (freepik.com/jcomp)

Stoikisme mengajarkan pentingnya menerima kenyataan seperti apa adanya, tanpa drama berlebihan. Hidup memang gak selalu sesuai harapan dan kadang kenyataan itu pahit. Namun, daripada denial atau overthinking kenapa hidup begini, lebih baik belajar menerima dan ,mencari cara buat adaptasi. Bukan berarti pasrah, tapi sadar bahwa perlawanan terhadap realita cuma bikin capek mental.

Dengan menerima kenyataan, seseorang bisa punya ruang buat mikir jernih dan bertindak dengan bijak. Emosi negatif gak ditekan, tapi juga gak dikasih panggung buat menguasai pikiran. Overthinking sering muncul, karena terus menolak kenyataan dan berharap semuanya ideal. Padahal, hidup yang gak sempurna pun tetap bisa dijalani dengan damai kalau bisa berdamai dengan realita.

3. Latih diri buat siap kehilangan

ilustrasi orang tangguh dalam menghadapi pekerjaan (freepik.com/freepik)

Salah satu latihan mental dalam Stoikisme adalah pra-meditatio malorum, alias membayangkan hal buruk sebelum terjadi. Bukan buat jadi pesimis, tapi untuk melatih mental biar gak tumbang saat hal buruk beneran datang. Buat generasi yang gampang panik saat kehilangan sesuatu, entah itu pekerjaan, relasi, atau ekspektasi, latihan ini penting banget.

Dengan melatih pikiran buat siap kehilangan, seseorang jadi lebih tangguh dan gak gampang hancur. Waktu kehilangan beneran terjadi, sakitnya tetap ada, tapi gak bikin lumpuh. Stoikisme mengajarkan bahwa semua yang dimiliki sifatnya sementara, dan melepas sesuatu bukan berarti gagal. Ini bukan ajakan buat cuek, tapi buat punya ikatan yang sehat terhadap apa pun di hidup ini.

4. Hiduplah sekarang, bukan nanti

ilustrasi menjalani hidup (freepik.com/pressfoto)

Salah satu racun paling besar buat overthinker adalah pikiran soal masa depan yang belum tentu terjadi. Stoikisme mengajak buat fokus hidup di momen sekarang, karena cuma saat inilah yang benar-benar ada. Masa depan bisa direncanakan, tapi gak perlu dijadikan beban. Terlalu mikir tentang "nanti bagaimana kalau...." justru bikin lupa sama apa yang bisa dilakukan sekarang.

Dengan hadir penuh di momen saat ini, hidup jadi lebih nyata dan bermakna. Pikiran gak lari ke mana-mana, dan emosi pun jadi lebih stabil. Prinsip ini mengajak buat benar-benar menjalani hidup, bukan sekadar bertahan di dalam kepala sendiri. Buat yang terbiasa hidup di antara kekhawatiran, ini jadi ajakan buat benar-benar hidup, bukan sekadar eksis.

5. Nilai diri bukan dari eksternal

ilustrasi tekanan media sosial (freepik.com/freepik)

Stoikisme mengajarkan bahwa harga diri gak seharusnya bergantung pada pengakuan orang lain, pencapaian materi, atau validasi sosial. Di dunia yang penuh tekanan sosial media, pencapaian karier, dan ekspektasi orang sekitar, banyak yang jadi overthinker karena ngerasa “kurang.” Padahal, semua itu eksternal dan bisa berubah kapan aja.

Nilai diri yang sejati datang dari karakter, prinsip hidup, dan integritas. Bukan dari likes, promosi, atau pujian. Dengan naruh harga diri di dalam, seseorang jadi lebih stabil secara emosi dan gak gampang goyah saat hal-hal di luar berubah. Prinsip ini penting banget buat jadi fondasi hidup yang kuat di tengah dunia yang gampang bikin goyah.

Stoikisme bukan sekadar filosofi tua dari masa lalu. Buat generasi yang kepalanya penuh dengan pertanyaan dan ketakutan, Stoikisme bisa jadi panduan mental yang membumi dan powerful. Gak semua hal bisa dikontrol, tapi bisa mengontrol diri sendiri itu sudah cukup bikin hidup lebih damai. Jadi, sebelum overthinking menyeret makin dalam, mungkin saatnya mengulik Stoikisme lebih dalam.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us