6 Rekomendasi Novel yang Singgung Isu Sosial Terkini di Korea Selatan

Concerning My Daughter merupakan pergolakan batin seorang ibu paruh baya yang mau tak mau harus berdamai dengan fakta bahwa putrinya seorang lesbian. Di sisi lain, naruninya berkecamuk ketika manajemen kantornya memintanya memberlakukan diskriminasi untuk orang-orang dengan pilihan hidup non-tradisional. 

Rilis perdana tahun 2017, buku ini akhirnya diterbitkan dalam versi terjemahan bahasa Inggris pada 2022. Novel karya Kim Hye Jin ini menuai banyak pujian karena menjegal isu intoleransi di Korea Selatan dengan cara berbeda.

Love in the Big City merupakan salah satu novel laris yang cukup populer di kalangan penggemar buku. Ia menyuguhkan potret kehidupan anak muda Korea yang meski hidup di tengah gemerlap kota tetap merasakan kesepian akut.

Novel ini ditulis dari sudut pandang Young yang tinggal bersama sobat karibnya, Jaehee di apartemen selama masa kuliah. Jaehee akhirnya menemukan pasangan hidup dan meninggalkan Young sendiri. 

Frances Cha mengkritisi standar kecantikan Korea Selatan lewat If I Had Your Face. Isu ini disoroti karena secara perlahan, standar yang hampir tak realistis ini mengalienasi banyak perempuan. Ia mendapuk empat perempuan dengan isu dan latar belakang berbeda untuk mendukung argumennya. 

Novel ini bertumpu pada psikoanalisis karakter sehingga tak punya plot yang kuat. Meski begitu, akurasinya berhasil menampar siapa pun yang membacanya. 

The Law of Lines adalah kritik pada kapitalisme yang juga menjamur di Korea Selatan dan telah mengubah tatanan masyarakat. Buku ini bertumpu pada dua karakter yang sama-sama harus kehilangan anggota keluarga mereka karena sebuah insiden. Belakangan, mereka baru sadar bahwa insiden tersebut ternyata disengaja akibat utang yang melilit anggota keluarga mereka. 

Kritik pedas pada tekanan hidup yang tinggi hingga cara-cara curang meraup untung coba diangkat di sini. Sebenarnya, isunya cukup familier kalau kamu sering nonton drama kriminal Korea dan negara Asia lain. 

Lisa Shua Dusapin kembali mengangkat isu krisis identitas di novel ini setelah Winter in Sokcho. Kali ini ia menggambarkannya melalui karakter bernama Claire, seorang warga Korea keturunan Swiss yang lahir dan besar di Jepang setelah leluhurnya pindah saat pendudukan berlangsung. 

Ia berniat mengajak kedua kakek neneknya mencoba menilik Korea setelah lima dekade lamanya. Namun, ternyata semua tak seindah ekspektasi. Mirip dengan Pachinko, novel ini mengeksplor kehidupan komunitas Korea di Jepang yang dipandang sebelah mata saat kembali ke negara asalnya. 

Ini tentang B dan Rang, dua sekawan yang tinggal di sebuah kota kecil di Korea Selatan. Menariknya, teman-teman mereka selalu berkiblat pada Seoul seolah-olah mereka tinggal di kota itu.

Selain krisis identitas, novel ini juga menyinggung masalah perundungan fatal yang sering terjadi di Korea dan Asia Timur pada umumnya. Rilis perdana pada 2011, isunya masih relevan hingga sekarang. 

Deretan novel Korea kontemporer di atas bisa jadi bacaan lanjutan setelah kamu menamatkan Kim Ji Young, Born 1982. Kritiknya akurat dan tak bertele-tele, datang langsung dari penulis-penulis Korsel yang mengalaminya sendiri.