Sifat dan Kelakuan Orang-orang yang Layak Disebut: “Dasar Ndeso”

Salah satu ciri orang kampungan adalah tidak mau antre saat menunggu lama berbaris-baris mendapatkan tiket atau pelayanan. Perilaku tersebut mencerminkan keadaan sebenarnya orang tersebut: tidak mau sabar, terburu-buru, mudah emosi karena marah-marah tidak jelas, dan terkadang berlanjut ke aksi-aksi rasuah lainnya. Budaya antri sebenarnya mengajarkan kita untuk tetap sabar, tertib, teratur dan rapi.

Memulai sebuah kebaikan sebaiknya harus dimulai dari sendiri. Tidak membuang sampah sembarangan, adalah sebagian kecil dari tindakan kebaikan tersebut. Sampah yang awalnya hanya  sedikit jika tidak dibuang akan menjadi sampah yang bertumpuk dan menjadi bencana saat hujan besar melanda di kemudian hari. Perilaku membuang sampah tidak pada tempatnya menandakan bahwa orang tersebut memang kampungan atau ndeso.

Para pengendara kendaraan terkadang memarkir kendaraan sembarangan saat mengunjungi sebuah tempat. Ia tidak akan peduli lahan yang dijadikan parkir kendaraannya saat itu adalah jalan umum atau jalan yang biasa digunakan untuk orang-orang lewat. Dan memang hanya orang kampungan lah yang biasanya memarkir kendaraan tidak pada tempatnya.

Sudah tahu macet, sudah tahu lampu merah, sudah tahu ada perbaikan jalan di depan, mereka malah dengan emosinya membunyikan klakson keras-keras dengan tambahan kata-kata kasar yang menjengkelkan. Orang dengan tipe seperti ini ternyata adalah orang yang emosional dan kurang perhatian. Dengan membunyikan klaksok sekeras-kerasnya, mau tak mau ia akan jadi pusat perhatian orang banyak.

Istilah kekiniannya; kepo. Ingin selalu tahu urusan dan masalah orang lain secara mendalam. Orang dengan karakter seperti ini biasanya akan bertanya tentang sebuah hal yang sifatnya pribadi, padahal mereka tidak terlalu akrab dalam pertemanan.

Saat mereka melihat seseorang yang berada di depan matanya, mereka akan berkomentar negatif tentang orang tersebut. Tak jarang, mereka akan menjulukinya dengan sebutan yang aneh-aneh, buruk, dan melukai orang yang bersangkutan. Biasanya, perilaku berkomentar buruk terhadap orang lain mencerminkan keadaan pelakunya yang tidak bahagia dengan kehidupannya.

Di dalam bioskop, akan selalu saja ada orang-orang yang berperilaku norak dan ndeso. Bukannya serius menonton, mereka malah asyik berbincang tentang sebuah hal yang sifatnya remeh temeh dengan gerombolan teman-temannya dengan suara keras dan mengganggu. Tak jarang, mereka akan tertawa terbahak tanpa peduli dengan orang-orang di sekelilingnya.

Hampir di setiap postingan di media sosial seseorang selalu di komentari nyinyir oleh para komentator yang biasa disebut haters. Haters bergentayangan di mana-mana. Perilaku para pesohor yang tidak sesuai dengan norma ketimuran, atau sesuai norma namun tidak sesuai ekspektasi orang, tentu saja akan diserbu oleh komentar-komentar kebencian yang sama sekali tidak berfaedah dan buang-buang tenaga.

Bagi pecandu rokok sejati, mereka memiliki anggapan bahwa lebih baik tidak makan daripada tidak merokok. Tak peduli tempat, tak peduli waktu, tak peduli ada anak kecil, tak peduli ada ibu-ibu hamil, mereka akan mengepulkan asap rokok demi menghilangkan kepenatan selama melakukan aktivitas sehari-hari. Mereka sama sekali tidak menyadari dampak dari asap rokok yang dihisap, dan asap yang terhisap orang lain.

Tampil sekeren mungkin dengan mengendari motor keluaran terbaru, dengan cara ngebut-ngebutan di jalan dengan suara knalpot yang sengaja dibunyikan keras-keras, tidak lantas membuat mereka disebut orang modern. Sebaliknya, perilaku ini mencerminkan pelakunya yang seperti berasal dari daerah pedalaman yang baru pertama kali menginjakan kaki di tengah kota.

Meski berasal dari kampung, jangan sampai kita melakukan perbuatan kampungan. Di kota-kota besar, malah banyak sekali orang kota yang berperilaku kampungan.