Kenapa Seseorang Terkadang Sulit Menyelesaikan Satu Buku?

- Membaca butuh ruang tenang dan kesabaran
- Kebiasaan mencari hasil instan mengurangi kenikmatan membaca
- Memilih buku sesuai kondisi mental dan jangan membandingkan diri dengan pembaca lain
Banyak orang pernah beli buku baru dengan semangat tinggi, tapi akhirnya dibiarkan berdebu di meja. Niatnya mau dibaca tiap malam, ujungnya malah cuma dibolak-balik satu dua halaman lalu ditinggal tidur. Kadang bukan karena malas, tapi karena membaca buku memang butuh ruang tenang yang jarang kita punya. Rutinitas, notifikasi, dan kebiasaan multitasking bikin waktu untuk benar-benar duduk dan membaca jadi makin sempit.
Padahal membaca buku bisa jadi momen yang menenangkan di tengah hidup yang serba cepat. Tapi entah kenapa, fokus sering kabur sebelum sampai pertengahan cerita. Bukan salah bukunya, mungkin memang cara kita menikmati bacaan yang berubah. Berikut beberapa alasan yang sering bikin seseorang sulit menyelesaikan satu buku.
1. Terlalu sering mencari hasil instan

Sekarang hampir semua hal serba cepat mulai dari pesan makanan, kirim barang, sampai dapat informasi. Jadi, begitu membuka buku dan sadar butuh waktu lama untuk sampai ke bagian akhir, semangat membaca jadi langsung menurun. Banyak orang akhirnya lebih memilih menonton ringkasan di YouTube atau baca thread di media sosial. Padahal, esensi membaca justru ada di prosesnya, bukan di seberapa cepat buku itu selesai dibaca.
Kebiasaan terburu-buru bikin kita kehilangan kenikmatan memahami cerita secara perlahan-lahan. Saat semua ingin serba cepat, membaca bak seperti kegiatan yang membutuhkan kerja keras tapi tidak menghasilkan apa-apa. Padahal di sanalah letak keindahan membaca buku yakni ada pada proses memahami sesuatu sedikit demi sedikit. Kalau ekspektasi disesuaikan, menyelesaikan satu buku bukan lagi soal waktu, tapi soal menikmati halaman demi halaman.
2. Jarang menciptakan waktu khusus untuk membaca

Banyak orang bilang, “gak sempat baca,” padahal yang sebenarnya terjadi ialah membaca memang tidak diprioritaskan. Di antara pekerjaan, nongkrong, dan scrolling media sosial, waktu 15 menit untuk buka buku pun sering hilang tanpa disadari. Buku pun tertinggal, bukan karena bosan, tapi karena kalah dari kebiasaan lain yang terasa lebih ringan.
Padahal, membaca tidak butuh waktu panjang. Lima belas menit sebelum tidur atau di sela menunggu bisa jadi awal yang baik. Saat membaca dijadikan rutinitas kecil, lama-lama halaman yang terbuka jadi lebih banyak dari yang dikira. Masalahnya bukan waktu, tapi seberapa niat kita untuk tetap membaca di tengah kesibukan.
3. Sering salah pilih buku untuk kondisi mental saat itu

Buku yang bagus belum tentu cocok dibaca di setiap situasi. Kadang, kita memaksakan diri membaca buku yang berat saat kepala sedang penuh, lalu heran kenapa isi buku justru gak masuk-masuk. Alhasil, bukunya ditinggal karena terasa sulit dipahami, padahal mungkin waktu membacanya saja yang belum pas. Tidak semua bacaan bisa dicerna dalam suasana yang sama.
Misalnya, di tengah minggu yang padat, membaca novel ringan bisa lebih efektif daripada buku filsafat. Saat mood sedang baik, buku nonfiksi bisa terasa seru karena otak siap diajak berpikir. Banyak orang tidak sadar bahwa memahami diri sendiri lebih penting daripada sekadar menyelesaikan bacaan itu sendiri. Buku akan selesai saat kita membacanya di waktu yang tepat, bukan saat kita memaksakan diri.
4. Terlalu membandingkan diri dengan pembaca lain

Di media sosial, banyak orang pamer tumpukan buku yang sudah dibaca seolah-olah itu adalah pencapaian mereka. Akibatnya, membaca berubah jadi ajang pembuktian, bukan lagi kegiatan yang dinikmati. Mungkin, mereka yang punya target seperti itu memang sudah menjadikan membaca sebagai kebiasaan mereka. Saat kamu yang baru mulai membaca punya rasa tertinggal dari orang lain, membaca pun terasa seperti perlombaan. Padahal setiap orang punya ritme yang berbeda saat menikmati bacaan.
Buku bukan lomba maraton yang harus selesai cepat-cepat. Tidak masalah jika kamu membaca satu buku dalam sebulan atau bahkan setahun selama kamu menikmatinya. Saat berhenti membandingkan diri, kamu bisa fokus pada buku yang kamu baca. Karena sejatinya, membaca itu tentang memahami diri sendiri, bukan mengejar target seberapa banyak buku yang kamu selesaikan dalam sebulan terlebih jika kamu baru akan menjadikan membaca sebagai sebuah kebiasaan.
5. Lupa bahwa buku butuh disenangi, bukan dipaksakan

Banyak orang merasa harus menyelesaikan semua buku yang sudah dibeli, meski ternyata isinya tidak menarik. Padahal, membaca buku yang tidak disukai justru membuat semangat hilang. Tidak ada aturan bahwa setiap buku harus selesai. Kadang, meletakkannya dan mencari bacaan lain justru membuat gairah membaca kembali.
Membaca seharusnya mendatangkan kesenangan, bukan malah terasa seperti beban. Kalau buku pertama terasa berat, tak ada salahnya berganti ke buku yang kamu rasa lebih menyenangkan dulu. Setelah mood kembali, buku yang sebelumnya ditinggalkan bisa dibuka lagi dengan perasaan yang lebih siap. Kesalahan banyak pembaca adalah memaksa diri, padahal membaca seharusnya jadi tempat untuk istirahat dari dunia yang bising.
Menyelesaikan satu buku bukan soal kecepatan atau disiplin, tapi tentang menemukan cara membaca yang paling cocok dengan diri sendiri. Setiap orang punya versi nyamannya masing-masing dalam menikmati halaman demi halaman. Semoga setelah ini kamu tergerak untuk mulai membaca lagi meski hanya satu kalimat per hari dan gak sulit menyelesaikan satu buku, ya!



















