Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Susah Menghilangkan Overthinking? Bisa Jadi karena 5 Hal Ini

Ilustrasi orang stres (Unsplash/Nik Shuliahin)
Ilustrasi orang stres (Unsplash/Nik Shuliahin)

Overthinking adalah pikiran yang berlebihan tentang masa depan yang belum pasti. Hal ini menjadi problem utama dalam kesehatan mental beberapa orang. Apalagi di era sekarang yang penuh kompetisi membuat semuanya ingin mencapai apa yang diharapkan.

Kira-kira mengapa overthinking muncul di benak setiap orang, ya? Padahal dengan banyaknya artikel yang sudah membahas bahaya kesehatan dari overthinking seharusnya bisa menghilangkan atau mengurangi. Namun, kenyataannya overthinking masih mengintai. 

Nah, sebelum menghilangkannya, ada baiknya untuk mengetahui penyebabnya terlebih dahulu. Berikut ada lima alasan mengapa timbulnya overthinking.

1. Salah melihat kondisi

Unsplash/Laurenz Kleinheider
Unsplash/Laurenz Kleinheider

Sadar, tidak? Sebenarnya ada dua hal yang terjadi dalam kehidupan ini. Dua hal ini terdiri dari yang bisa dikendalikan oleh diri sendiri dan tidak. Namun, seringnya salah menempatkan posisi. Lebih memfokuskan dengan hal yang di luar kendali.

Sesuatu hal di luar kendali, cukup diterima saja karena itu adalah kuasa Tuhan. Dalam arti kata bukan menyerah tetapi pasrah. Jadi, yang bisa diubah adalah bagaimana respons ketika menerima sesuatu yang tidak bisa dikendalikan oleh diri sendiri. 

2. Kurangnya rasa cukup

Ilustrasi merenung (Unsplash/John Mark Arnold)
Ilustrasi merenung (Unsplash/John Mark Arnold)

Boleh jika memandang keberhasilan seseorang sebagai motivasi pribadi. Tetapi perlu diingat bahwa, egonya manusia itu kurangnya rasa cukup. Awalnya jadi motivasi, akhirnya jadi ingin seperti dia.

Padahal keberhasilan setiap orang itu berbeda-beda tingkatannya, tidak bisa disamakan. Hati-hati dengan menggunakan kata 'harus' dalam sehari-hari. Hal ini bisa membuat diri menjadi kurang puas atas apa yang telah dilakukan.

3. Menderita pada pikiran sendiri daripada kenyataan

Unsplash/Carolina Heza
Unsplash/Carolina Heza

Sebenarnya, semua yang terjadi di dalam kehidupan kamu adalah netral. Otak yang membuat prasangka. Misal, kamu sudah membuat kesalahan kepada atasan. Atasan kamu terkenal galak seperti beruang yang ingin menerkam mangsanya. Kamu sudah takut duluan.

Jika dipikir secara realistis, dengan tangan kosong, kamu lebih takut dengan beruang benaran atau atasan yang seperti beruang? Padahal belum tentu atasan kamu akan bertindak seperti apa yang di pikiran.

4. Pola pikir yang salah

Ilustrasi menyendiri (Unsplash/Francisco Gonzalez)
Ilustrasi menyendiri (Unsplash/Francisco Gonzalez)

Ini masih berkaitan dengan ucapan yang keluar dari mulut sendiri. Banyak yang bilang ucapan adalah doa. Kamu bakalan bisa terjebak ketika terselipnya kata "selalu", "pasti", "setiap hari", dan sejenisnya yang kalimatnya mengandung negatif.

Contoh kecil, kamu bercerita kepada temanmu bahwa kamu "selalu" apes. Pas kebetulan di saat kamu bilang begitu, kamu kecopetan. Yang jadi pertanyaannya adalah di hari-hari lain dari kamu lahir sampai kecopetan berapa kali kamu apes?

5. Kurang realistis

Ilustrasi laki-laki sedang merenung. (Unsplash.com/Jeremy Perkins)
Ilustrasi laki-laki sedang merenung. (Unsplash.com/Jeremy Perkins)

Tidak masalah berpikir positif untuk diri sendiri tetapi jika berlebihan juga berbahaya. Misal, kamu menyangkal bahwa tidak ada orang yang tidak menyukaimu. Padahal faktanya, bakalan ada orang yang tidak suka sama kamu meski sudah berbuat baik. Dikarenakan kamu berpikiran seperti itu, akhirnya kamu jadi tergantung dengan penilaian orang lain.

Dibutuhkan hati yang besar dan usaha keras untuk berjarak dengan pikiran agar tidak dikendalikan lagi oleh pikiran. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us