4 Tanda Kamu Terjebak dalam Toxic Productivity Tanpa Sadar, Waspada!

- Merasa bersalah jika tidak mengerjakan apa-apa, padahal istirahat adalah bagian dari menjaga kesehatan otak dan pikiran.
- Mengukur kebahagiaan berdasarkan jumlah pekerjaan yang diselesaikan, padahal memiliki hati yang damai juga merupakan pencapaian.
- Sulit menikmati pencapaian karena selalu merasa kurang, sehingga memaksa diri untuk terus sibuk meskipun tubuh sudah lelah.
Di tengah dunia yang serba cepat, produktif seolah menjadi standar keberhasilan. Sebagian orang sering kali memuja kesibukan sebagai sesuatu yang keren. Waktu istirahat pun terasa menjadi agenda yang harus dipertimbangkan.
Toxic productivity memang tidak selalu terlihat seperti beban. Tapi, sering menyamar sebagai ambisi dengan berkedok 'niat baik'. Namun, jika kamu perlahan mulai menanyakan di mana letak kedamaian yang sesungguhnya, bisa jadi ini satu tanda terjebak dalam toxic productivity. Berikut empat tanda umum kamu sudah terjebak di dalamnya. Let's scroll!
1. Selalu merasa bersalah jika tidak mengerjakan apa-apa

Bagi sebagian orang yang sudah terjebak dalam toxic productivity. Mereka cenderung selalu merasa bersalah jika tidak mengerjakan apa-apa. Setiap waktu kosong membuatnya gelisah. Padahal, istirahat juga bagian dari bertahan agar otak dan pikiran bisa rehat.
Istirahat bukanlah menyia-nyiakan waktu atau bermalas-malasan. Sayangnya pola pikir ini tidak berlaku jika kamu menuntut dirimu untuk terus bergerak. Maka cobalah untuk belajar tidak merasa bersalah saat tidak melakukan apa pun. Sebab, ini adalah bagian dari mencintai diri sendiri.
2. Menjadikan jumlah pekerjaan yang diselesaikan sebagai tolok ukur kebahagiaan

Mungkin tanpa sadar kamu sering mengukur bahagiamu dari seberapa banyak hal yang berhasil kamu selesaikan. Jika agendamu tercapai maka kamu merasa bangga namun jika banyak sesuatu yang tertunda kamu merasa gagal dan sia-sia. Bahkan kamu sering mengabaikan rasa lelah dan lebih memilih mengejar kepuasan setelah menyelesaikan sesuatu.
Dunia akan terus bergerak dan to do list-mu tidak akan benar-benar habis. Kamu bukanlah mesin, dan memiliki hati damai adalah bentuk pencapaian yang sering dilupakan. Maka, cobalah untuk menikmati hidup seperti makan dengan tenang atau sesederhana bisa tidur dengan pikiran yang tidak berisik adalah bentuk kedamaian.
3. Sulit untuk menikmati pencapaian karena terus merasa kurang

Ketika berhasil mencapai sesuatu yang dulu begitu kamu yang diharapkan harusnya kamu merasa bersyukur dan beristirahat sejenak. Namun, ketika sudah terjebak pada toxic productivity bisa jadi ketika sesuatu yang dulu kamu harapkan sudah tercapai rasanya hambar bahkan mencari target baru untuk dicapai. Hal ini terjadi karena fokusmu selalu tertuju pada sesuatu yang kurang dan melihat orang lain memiliki sesuatu yang lebih.
Meskipun kita hidup dalam budaya yang sangat menghargai produktivitas bukan berarti kamu harus sibuk terus-menerus sebagai tolok ukur rasa puas. Menyelesaikan banyak pekerjaan bukanlah satu-satunya penentu nilai dalam dirimu. Di tengah hidup yang melelahkan, kamu harus tahu batasan karena meskipun produktif itu baik tapi bukan berarti rasa lelah diabaikan begitu saja.
4. Memaksa diri untuk terus sibuk meskipun tubuh dan pikiran sudah capek

Ada sebagian orang yang merasa bersalah ketika tidak melakukan apa-apa, mungkin kamu juga termasuk? Padahal, rasa lelah yang diabaikan suatu saat akan berubah menjadi bentuk emosi yang dapat meledak. Selain itu jika kamu terus memaksakan, tubuh bisa saja tiba-tiba tumbang.
Padahal produktivitas sejati tidak selalu tentang banyaknya pekerjaan yang dapat kamu selesaikan, namun tentang bagaimana bisa enjoy dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Mulai sekarang cobalah untuk lebih peduli pada dirimu dan harga batasan dengan bijak. Tidak ada salahnya kamu mengusahakan untuk tidur lebih awal, menolak sesuatu jika kamu merasa lelah, serta tidak harus multitasking setiap saat. Merawat diri adalah sebuah keberanian karena kamu tahu kapan waktunya berhenti dan memulai.
Toxic productivity sering kali menyamar melalui target-target yang tidak manusiawi. Berani mengurangi beban artinya kamu peduli dengan diri sendiri. Mulai sekarang, yuk mulai pahami bahwa tubuh serta pikiran juga punya hak untuk tenang. Sebab, istirahat adalah langkah kecil untuk menjaga kewarasan.