Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Tanda Kamu Punya Attachment Style Ambivalen, Bukan Sekadar Baperan

ilustrasi pasangan cemburu (pexels.com/ Budgeron Bach)
ilustrasi pasangan cemburu (pexels.com/ Budgeron Bach)
Intinya sih...
  • Takut ditinggal, sulit percaya sepenuhnya
  • Butuh validasi dan kepastian dari pasangan
  • Sering overthinking dan takut ditolak, gak yakin pantas dicintai

Pernah gak, kamu ngerasa ingin dekat sama seseorang, tapi pas udah dekat, kamu malah dilanda cemas berlebihan? Atau kamu jadi overthinking tiap kali pasangan telat balas chat, terus malah berpikir yang bukan-bukan? Kalau iya, bisa jadi kamu punya attachment style ambivalen, yang bukan cuma “bucin”, dan bukan juga sekadar baperan.

Attachment style itu cara kita membentuk kedekatan emosional dengan orang lain. Gaya keterikatan ini biasanya terbentuk sejak kecil dari pola asuh orang tua, dan akan terbawa ke hubungan saat dewasa, terutama hubungan romantis. Salah satu tipe yang sering bikin galau tanpa sebab jelas adalah ambivalent attachment. Berikut ini empat tandanya. Yuk, cek apakah kamu salah satunya!

1. Takut ditinggal, tapi juga sulit percaya sepenuhnya

Ilustrasi galau (Pexels.com/Liza Summer)

Kalau kamu punya ambivalent attachment, kamu bisa merasa sangat butuh kehadiran pasangan, tapi di saat yang sama, kamu juga gampang curiga dan susah percaya. Rasanya ingin banget dekat, tapi begitu pasangan sedikit menjauh atau sibuk, kamu langsung panik dan berpikir yang aneh-aneh.

Kamu bisa saja nge-chat terus-menerus hanya untuk memastikan dia masih “ada”. Tapi begitu dia mulai terlalu dekat, kamu malah ngerasa gak nyaman dan mulai menjaga jarak. Pola tarik-ulur ini muncul karena kebutuhan emosional kamu gak terpenuhi secara konsisten di masa kecil. Akhirnya, di hubungan sekarang kamu jadi was-was terus. Kamu takut ditinggal, tapi juga takut terlalu percaya lalu disakiti.

2. Butuh banyak validasi dan kepastian dari pasangan

Ilustrasi foto bersama (Pexels.com/Budgeron Bach)

Kamu gak cuma butuh dikasih tahu “aku sayang kamu” sesekali, tapi mungkin kamu butuh itu setiap hari, bahkan tiap jam. Kamu butuh diyakinkan terus bahwa dia gak akan pergi, gak berubah, dan gak diam-diam bosan. Tapi sebanyak apa pun pasangan kamu meyakinkanmu, kamu tetap merasa kurang.

Hal ini bikin hubungan jadi berat, karena pasangan bisa ngerasa lelah harus terus-terusan meyakinkan kamu. Di sisi lain, kamu juga capek karena kamu merasa selalu cemas dan gak aman. Bukan karena kamu drama, tapi karena hatimu memang terlalu sering kecewa di masa lalu, dan sekarang kamu ingin memastikan semuanya aman.

3. Sering overthinking dan bereaksi berlebihan saat merasa diabaikan

ilustrasi individu memandang diri negatif (pexels.com/Alex Green)
ilustrasi individu memandang diri negatif (pexels.com/Alex Green)

Cuma karena pasangan gak balas chat dalam satu jam, kamu bisa langsung mikir: “Dia udah gak sayang ya?”, “Jangan-jangan lagi dekat sama orang lain?”, atau bahkan “Lebih baik aku mundur aja deh sebelum disakiti lagi.” Padahal mungkin dia sedang nyetir atau meeting.

Attachment ambivalen bikin kamu cepat merasa terancam dan ditolak, walau tanda-tandanya belum tentu nyata. Kamu cenderung bereaksi cepat, kadang meledak, lalu menyesal. Emosimu naik turun seperti roller coaster. Dan sayangnya, semakin kamu merasa tidak aman, semakin kamu menciptakan drama yang bikin pasangan tidak nyaman, yang ujung-ujungnya justru makin memperkuat ketakutanmu sendiri.

4. Takut banget ditolak tapi juga gak yakin pantas dicintai

ilustrasi bertengkar (pexels.com/Budgeron Bach)
ilustrasi bertengkar (pexels.com/Budgeron Bach)

Di dalam dirimu ada dua suara yang saling tarik-menarik: satu mengatakan kamu ingin dicintai dan dekat dengan seseorang, tapi satu lagi bilang kamu gak pantas dicintai. Suara yang kedua ini sering kali membuat kamu merasa rendah diri dan takut semua orang pada akhirnya akan meninggalkan kamu juga.

Ketika pasangan kamu mulai menunjukkan tanda-tanda kesibukan atau mood-nya berubah sedikit saja, kamu langsung berpikir: “Tuh kan, benar. Dia juga bakal ninggalin aku.” Padahal bisa jadi itu cuma pikiran kamu sendiri yang terlalu waspada. Kamu udah duluan nyiapin diri buat ditolak, jadi kamu kadang malah menyabotase hubungan itu sendiri. Padahal, yang kamu butuhkan sebenarnya bukan jarak, tapi rasa aman.

Memiliki ambivalent attachment bukan berarti kamu gak layak dicintai. Justru dengan menyadari pola ini, kamu bisa mulai belajar membangun hubungan yang lebih sehat. Gak perlu langsung sembuh total, toh proses penyembuhan itu bertahap, dan bisa dimulai dari hal kecil seperti belajar menenangkan diri saat cemas, atau mulai bicara jujur tentang perasaan kamu tanpa menyalahkan. Kamu layak dicintai tanpa harus merasa terus-terusan merasa takut. Dan percaya deh, hubungan yang sehat itu mungkin banget kamu ciptakan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us