Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Mengapa Anak Belum Mau Menikah meski di Usia Matang

ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/Cottonbro)
ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/Cottonbro)

Pada dasarnya, pernikahan bukanlah suatu kewajiban mutlak. Setiap orang berhak untuk menentukan keputusan hidupnya sendiri yang terkait dengan pernikahan dan berumah tangga.

Begitu juga bagi seorang anak yang mungkin belum terpikirkan untuk menikah kendati usianya sudah matang dan kondisi finansial yang mapan. Di balik ketidaksiapan dan pilihan seseorang untuk gak buru-buru menikah, tentu ada rentetan alasan yang menjadi landasan.

Khususnya bagi para orang tua, kiranya perlu untuk mengerti beberapa landasan dasar mengapa seseorang belum ingin menikah meski mereka telah berada di usia yang matang dan mapan. Simak sederet inspirasinya berikut ini, ya!

1. Diam-diam sedang berjuang menyembuhkan sakit mentalnya

ilustrasi stres (pexels.com/Alex Green)
ilustrasi stres (pexels.com/Alex Green)

Pengalaman dalam hubungan tentu berbeda bagi setiap orang yang pernah menjalaninya. Ada kisah hubungan yang membahagiakan, ada juga hubungan yang menyebabkan trauma.

Bisa jadi alasan trauma dalam berhubungan ini yang menjadi alasan mengapa seseorang belum terpikir untuk menikah. Ada memori-memori pahit masa lalu yang berusaha untuk mereka sembuhkan terlebih dahulu.

2. Mempriotiskan karier

ilustrasi kerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi kerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Beberapa orang mungkin bisa membagi waktu dan konsentrasi terhadap banyak hal. Namun, ada juga yang ingn fokus pada satu tujuan hidupnya tanpa harus terdistraksi dengan urusan lain.

Kehiduapan berumah tangga tidak hanya bermodalkan cinta saja. Ada waktu, tenaga, pikiran, dan perasaan yang wajib dicurahkan penuh dalam membina sebuah rumah tangga. Nah, bagi orang yang sudah cukup dewasa dan sadar akan prioritas hidupnya, tak jarang mereka lebih mementingkan untuk fokus meningkatkan karier terlebih dahulu dan tak ingin fokusnya terpecah belah.

Ketegasan seperti ini adalah kebijaksanaan yang kerap dilupakan oleh banyak orang. Lebih baik menunda berumah tangga daripada berkeluarga tanpa mencurahkan kehangatan yang cukup.

3. Sedang di fase ingin membahagiakan diri sendiri dan capek dengan relationship

ilustrasi bahagia (pexels.com/Julia Avamotive)
ilustrasi bahagia (pexels.com/Julia Avamotive)

Kebanyakan orangtua tak banyak mengetahui apa saja yang telah dialami oleh sang anak dalam hidupnya sendiri, utamanya dalam urusan asmara. Gagal dalam percintaan, kecewa, sakit hati, atau bahkan trauma mungkin saja sudah pernah dirasakan oleh sang anak sehingga ia masih membutuhkan waktu rehat dari sebuah hubungan yang mengikat. 

Baiknya hal ini ditanyakan langsung pada anak supaya tidak ada kesalahpahaman yang berujung tuntutan agar anak cepat menikah. Orangtua bijak harus paham kondisi anaknya yang ingin membahagiakan dirinya sendiri terlebih dahulu.

4. Termasuk sandwich generation yang menanggung beban keluarga hingga tak terpikir untuk menikah

ilustrasi lelah (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi lelah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Hal lainnya yang juga mungkin penyebab anak belum ingin menikah ialah karena ia merupakan sandwich generation. Sandwich generation sendiri bisa diartikan sebagai generasi yang menanggung beban untuk menafkahi orangtua dan juga membiayai hidup keluarga.

Maka dari itu, orangtua baiknya berpikir dulu apakah anak sudah bebas dan nyaman dengan hidupnya atau sedang menanggung banyak beban sehingga ia tidak sempat memikirkan tentang pernikahan. Kalau sudah seperti ini, bijaknya orangtua tak menambahi beban pikiran sang anak dengan menuntut soal pernikahan.

5. Hatinya terlanjur terpaut pada seseorang yang tak mungkin bisa bersamanya

ilustrasi pergi (pexels.com/RODNAE Productions)
ilustrasi pergi (pexels.com/RODNAE Productions)

Penyebab terakhir yang mungkin membuat anak belum ingin menikah meskipun sudah berusia matang ialah karena hatinya mungkin sudah terpaut dengan seseorang. Sayangnya kini seseorang tersebut sudah tak lagi bisa ia jangkau.

Faktor ini benar-benar melibatkan perasaan yang dalam. Hanya sang anak sendiri yang bisa mengerti kapan hatinya akan sembuh dari luka hingga akhirnya siap untuk memulai kisah cinta yang baru.

Pernikahan dan rumah tangga adalah hal yang wajib dipersiapkan dengan sangat matang. Kesiapan itu tidak bisa dipaksakan. Toh, pernikahan juga tak bisa dijadikan tolak ukur kebahagiaan dalam hidup seseorang, bukan? 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us