Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi situationship
ilustrasi situationship (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Situationship bisa dibilang hubungan yang tidak punya arah pasti. Dua orang saling dekat, saling peduli, tapi tanpa status yang jelas. Sekilas tampak menyenangkan dan bebas, padahal sering kali menyisakan banyak pertanyaan dan perasaan yang tidak terjawab. Berbeda dengan hubungan yang resmi seperti pacaran atau komitmen serius, situationship berada di antara “teman tapi lebih dari teman” yang sulit dijelaskan.

Banyak orang bertahan di fase ini karena merasa nyaman atau takut kehilangan, padahal yang mereka jalani belum tentu seimbang. Tidak ada janji, tapi ada harapan. Tidak ada komitmen, tapi ada perasaan yang terlanjur dalam. Akhirnya, hubungan seperti ini justru meninggalkan luka yang tidak terlihat. Berikut lima alasan mengapa situationship bisa terasa lebih menyakitkan dibanding hubungan yang benar-benar nyata.

1. Tidak ada akhir yang pasti dalam hubungan

ilustrasi hubungan berakhir (pexels.com/RDNE Stock project)

Dalam hubungan yang jelas, perpisahan biasanya disertai penjelasan atau kesepakatan untuk berpisah. Tapi di situationship, semuanya bisa berakhir begitu saja tanpa alasan. Komunikasi tiba-tiba berkurang, perhatian perlahan menghilang, dan kamu hanya bisa menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi. Tidak ada momen “selesai”, yang ada hanya rasa menggantung tanpa arah.

Ketiadaan penutupan membuat seseorang sulit melepaskan. Kamu masih menyimpan harapan karena tidak pernah benar-benar mendengar kata “berakhir”. Akibatnya, proses move on terasa lebih lama dan melelahkan. Kamu terjebak di antara perasaan yang belum padam dan kenyataan yang tidak lagi sama.

2. Harapan yang tidak terwujud lebih sakit daripada perpisahan

ilustrasi putus sebelum jadian (pexels.com/RDNE Stock project)

Rasa sakit dari situationship sering kali muncul bukan karena kehilangan seseorang, tapi karena kehilangan kemungkinan yang tidak pernah terjadi. Kamu sempat membayangkan masa depan bersama, berharap semuanya akan jadi lebih jelas, tapi ternyata tidak. Ekspektasi yang tumbuh tanpa kepastian itu perlahan berubah jadi beban.

Ketika hubungan berakhir tanpa penjelasan, kamu bukan hanya kehilangan orangnya, tapi juga kehilangan bayangan masa depan yang pernah kamu yakini. Pikiran tentang “seandainya” terus muncul misalnya seandainya dia memilihmu, seandainya kamu lebih tegas, seandainya hubungan itu punya arah. Semua kemungkinan itu membuat perasaanmu semakin sulit diredam.

3. Kamu terlalu jatuh pada bayangan tentang dirinya

ilustrasi HTS (pexels.com/Trinity Kubassek)

Dalam situationship, sering kali kamu jatuh cinta pada gambaran yang kamu ciptakan sendiri tentang dia, bukan pada sosok aslinya. Karena tidak ada kepastian, kamu menebak-nebak perasaannya, memaknai setiap perhatian kecil sebagai tanda bahwa hubungan ini “spesial”. Padahal bisa jadi semua itu hanya ada di kepalamu.

Kamu membangun harapan dari hal-hal kecil yang tidak pernah dijanjikan. Saat akhirnya sadar bahwa kamu sendirilah yang berimajinasi terlalu jauh, rasa kecewa itu menjadi dua kali lipat. Kamu kehilangan bukan hanya dirinya, tapi juga versi “hubungan sempurna” yang kamu bayangkan selama ini.

4. Ketidakpastian lebih melelahkan daripada kepastian yang menyakitkan

ilustrasi situationship (pexels.com/Budgeron Bach)

Rasa tidak pasti dalam situationship bisa menguras emosi pelan-pelan. Setiap hari kamu bertanya-tanya apakah dia benar-benar peduli, apakah hubungan ini akan berlanjut, atau sebenarnya sudah berhenti tanpa kamu sadari? Ketidakpastian seperti ini membuat kamu terus berada dalam posisi menunggu tanpa tahu untuk apa.

Berbeda dengan hubungan yang jelas, setidaknya kamu tahu di mana posisi kamu berdiri. Dalam situationship, semua serba abu-abu. Kamu menahan perasaan, menyesuaikan diri, dan berharap seseorang memberi kepastian. Padahal semakin lama menunggu, semakin kamu kehilangan ketenangan batin.

5. Kamu perlahan kehilangan diri sendiri

ilustrasi sedih (pexels.com/Engin Akyurt)

Tanpa sadar, kamu mulai menyesuaikan diri terlalu banyak hanya agar hubungan itu tetap berjalan. Kamu berusaha tidak menuntut apa pun, tidak menunjukkan rasa kecewa, dan berpura-pura tidak peduli supaya hubungan tetap terasa ringan. Padahal di dalam hati kamu sebenarnya terluka dan lelah.

Karena tidak ingin terlihat “terlalu serius”, kamu menahan diri terus-menerus sampai lupa memperhatikan kebutuhan sendiri. Dalam hubungan yang nyata, ada ruang untuk saling jujur dan menghargai batasan. Tapi dalam situationship, kamu lebih sering mengabaikan diri sendiri demi sesuatu yang tidak pasti. Lama-kelamaan, kamu bukan hanya kehilangan hubungan itu, tapi juga kehilangan rasa percaya pada diri sendiri.

Situationship memang tampak sederhana, tapi dampaknya bisa jauh lebih dalam daripada hubungan yang “jelas”. Ia membuat kamu terus berharap pada sesuatu yang tidak pasti dan melupakan siapa yang seharusnya kamu jaga yaitu dirimu sendiri. Jadi, sebelum semakin tenggelam di dalamnya, coba pikirkan lagi apakah kamu sedang dicintai atau hanya sedang berusaha keras untuk tetap dibutuhkan?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAtqo Sy