Ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/Keira Burton)
Berikut penjelasan dan contoh respons dari kelima tipe fight language yang hampir universal tersebut, menurut Lena Morgan, dilansir HuffPost. Sesuai dengan namanya, The Ignitor atau si Pemicu merupakan tipe yang 'eksplosif' jika dihadapkan dengan konflik. Apabila The Ignitor diberitahu bahwa mereka salah dalam melakukan sesuai hal, mereka kemungkinan akan 'meledak'.
“Jika seseorang berkata kepada mereka, ‘Kamu tidak melakukan ini dengan benar’ atau ‘Kamu selalu salah melakukannya’, maka mereka akan bereaksi dengan marah dan eksplosif karena mereka merasa telah berusaha dan diberitahu bahwa itu tidak cukup baik,” jelas Morgan.
Sementara, The Amplifier atau si Penguat lebih mementingkan perasaan daripada logika. Contoh merespons konfliknya seperti; 'Ini tidak perlu masuk akal. Saya tahu apa yang saya rasakan. Saya ingin kamu mengakui perasaan saya'. The Amplifier juga mungkin mengatakan bahwa mereka telah mencoba, tetapi merasa tidak dihargai dan disalahpahami.
Sebaliknya, The Analyzer atau si Penganalisis akan merespons konflik dengan berdasarkan rasionalitas. Contohnya; 'Fakta lebih penting daripada perasaan. Saya tidak peduli bagaimana perasaanmu tentang hal ini. Apa kebenarannya?'. Jadi, The Analyzer merasa seluruh konflik harus memiliki dasar atau berdasarkan fakta-fakta.
Adapun The Negotiator atau si Negosiator akan memberikan opsi-opsi terkait tentang suatu konflik yang sedan dihadapi. Setelah itu, mereka akan berkata; 'Saya hanya mencoba membantu', atau 'Saya hanya mencoba memperbaiki keadaan.'
Terakhir, The Extinguisher atau si Pemadam mungkin tidak berkata apa-apa sama sekali atau hanya berkata, 'Baiklah, terserah,' dengan harapan menghindari konflik sepenuhnya.