Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Kita Suka Marah ke Pasangan, Tapi Sabar ke Orang Lain?

ilustrasi seseorang yang suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain
ilustrasi seseorang yang suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain (pexels.com/Timur Weber)
Intinya sih...
  • Rasa aman dan sindrom "Topeng" Sosial
  • Ekspektasi emosional yang terlalu tinggi
  • Teori aggression displacement
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernahkah merasa heran dengan perilaku orang yang bisa sangat manis dan sopan di depan teman, kolega, atau bahkan bos, tetapi berubah menjadi sosok yang mudah meledak saat berhadapan dengan pacar atau pasangan di rumah? Ini bisa menimbulkan pertanyaan dalam hati, kenapa, sih, ada perilaku seseorang yang suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain? 

Guys, fenomena ini sebenarnya cukup umum terjadi dalam banyak hubungan asmara dan sering kali menyisakan rasa bersalah yang mendalam setelah emosi mereda, lho. Situasi ini tentu sangat membingungkan, karena secara logika, seharusnya orang yang paling kita sayang mendapatkan versi terbaik dan paling lembut dari diri kita. Namun, realitanya sering kali justru sebaliknya, di mana pasangan menjadi sasaran empuk pelampiasan emosi negatif yang tanpa sadar kita bawa dari luar rumah. Itulah mengapa kita perlu membedah alasan psikologis di balik perilaku ini agar hubungan kita tetap harmonis dan jauh dari drama yang sebenarnya gak perlu terjadi, kok.


1. Rasa aman dan sindrom "Topeng" Sosial

ilustrasi seseorang yang suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain
ilustrasi seseorang yang suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain (pexels.com/Timur Weber)

Di dunia luar, seperti di lingkungan kantor atau pergaulan sosial, kita semua terbiasa memakai "topeng" sosial (social masking) untuk menjaga citra diri yang baik dan profesional. Kita berusaha keras menahan amarah, tersenyum ramah walau sedang kesal, dan tetap menjaga tata krama demi menghindari konflik dengan orang lain yang mungkin gak terlalu dekat. Energi emosional yang kita pakai untuk menahan diri seharian ini sangatlah besar dan menguras tenaga. Alhasil, begitu pulang ke rumah, pertahanan diri kita (self-control) sudah dalam kondisi baterai yang lemah.

Pasangan kerap menjadi zona nyaman kita, tempat di mana kita merasa paling aman untuk menjadi diri sendiri yang autentik tanpa takut dihakimi secara kejam atau ditinggalkan begitu saja. Nah, karena rasa aman dan penerimaan tanpa syarat inilah, alam bawah sadar ‘membolehkan’ kita untuk melepaskan sisi buruk atau kelelahan yang selama seharian kita tahan mati-matian. Akibatnya, pasangan yang gak tahu apa-apa kerap terkena getahnya hanya karena hal-hal sepele, karena kita merasa aman untuk menjadi "jelek" di hadapan mereka dibandingkan di depan orang asing.


2. Ekspektasi emosional yang terlalu tinggi

ilustrasi seseorang yang suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain
ilustrasi seseorang yang suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain (pexels.com/Timur Weber)

Kita sering mempunyai harapan yang gak realistis bahwa pasangan harusnya selalu mengerti isi hati dan pikiran kita, bahkan tanpa perlu mengucapkannya secara lisan. Saat orang asing atau teman melakukan kesalahan kecil, kita cenderung mudah memaafkan dan memaklumi karena kita gak memiliki investasi emosional atau ekspektasi yang tinggi terhadap mereka. Namun, saat pasangan melakukan kesalahan yang sama atau bahkan lebih kecil, rasanya seperti sebuah ketidakpedulian yang besar karena kita berharap mereka seharusnya lebih peka dan paham.

Tingginya kedekatan emosional sering membuat batas antara diri kita dan pasangan menjadi kabur, seolah-olah mereka menjadi ekstensi dari diri kita sendiri yang harus selalu sejalan. Kita sering lupa bahwa pasangan adalah individu terpisah yang mempunyai keterbatasan, rasa lelah, dan masalahnya sendiri yang mungkin gak kita ketahui, nih. Ketidaksabaran ini muncul karena kita secara gak adil menuntut standar pemahaman yang jauh lebih tinggi kepada pasangan dibandingkan standar yang kita berikan kepada orang lain di luar sana.


3. Teori aggression displacement

ilustrasi seseorang yang suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain
ilustrasi seseorang yang suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain (pexels.com/Alex Green)

Dalam ilmu psikologi, ada sebuah mekanisme pertahanan diri yang dikenal dengan istilah displacement, yakni pengalihan kekesalan kepada target yang dianggap lebih aman dan minim risiko. Kamu mungkin sebenarnya sedang sangat marah pada atasan yang galak, klien yang rewel, atau kemacetan lalu lintas yang parah, tetapi kamu gak bisa melampiaskannya langsung kepada sumber masalah tersebut karena takut dipecat atau dianggap gila. Sayangnya, emosi negatif itu gak hilang begitu saja, melainkan tertumpuk di dalam dada dan mencari jalan keluar di tempat yang konsekuensinya dianggap paling minim.

Rumah dan pasangan kerap menjadi "tong sampah" emosional karena risiko perlawanan fisik atau konsekuensi sosialnya dianggap lebih kecil dibanding jika kamu mengamuk di tempat kerja. Mekanisme ini memang secara gak sadar melindungi karier atau citra sosialmu di mata publik, tetapi secara perlahan meracuni kualitas hubungan asmaramu dari dalam. Menyadari bahwa kamu sedang melakukan pengalihan emosi tentu jadi langkah baik untuk menghentikan siklus marah-marah yang gak adil tersebut kepada orang tersayang.

Menjaga hubungan tetap sehat berarti harus belajar mengelola sisa energi emosional kita agar gak tumpah kepada orang yang salah. Jangan biarkan orang tersayang justru menerima sisa-sisa emosi terburuk kita hanya karena kita  merasa terlalu nyaman dengan mereka. Jadi, jika menyadari bahwa kita suka marah ke pasangan, tapi sabar ke orang lain?, segeralah ambil langkah konkret untuk memperbaikinya mulai hari ini juga, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Tips Biar Cucian Piring Gak Numpuk Sehabis Masak Besar

12 Des 2025, 19:50 WIBLife