Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Sebab Mencintai dan Dicintai Bukan Perkara Mudah Buat Sebagian Orang

ilustrasi pasangan (pexels.com/Leeloo Thefirst)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Leeloo Thefirst)

Bagi banyak orang mengira bahwa mencintai dan dicintai orang adalah hal mudah yang terjadi secara alami. Mereka tidak menyangkal rasa cinta yang timbul bahkan bergegas menunjukkannya pada orang yang dikasihi. Ketika mereka mendapatkan tempat di hati orang lain pun, dengan gembira mereka akan menikmatinya.

Akan tetapi untuk sebagian orang, mencintai dan dicintai bukanlah sesuatu yang sederhana. Mereka justru seperti bertarung dengan diri sendiri saban rasa cinta menyapa. Baik di pihak yang mencintai maupun dicintai, inilah dilema yang kerap mereka rasakan.

1. Ada rasa trauma yang membuat ragu akan ketulusan cinta

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Semua akan berpamrih pada akhirnya. Inilah yang kerap dipikirkan oleh mereka yang masih harus belajar banyak tentang cinta. Sebuah pengalaman telah menorehkan rasa trauma dalam dirinya. Pengalaman yang menunjukkan bahwa cinta tak lebih dari sekedar transaksi.

Ada harga yang harus dibayar untuk rasa cinta. Makin tinggi harga yang mampu kita berikan, makan makin mudah perasaan orang lain ditaklukkan. Sebaliknya kalau kita tak punya apa-apa untuk ditawarkan, yang sempat dekat pun akan seketika menjauh.

2. Ada ego yang harus diredam agar dapat memberi perhatian pada orang yang dicintai

ilustrasi perempuan (pexels.com/Eugene Lisyuk)
ilustrasi perempuan (pexels.com/Eugene Lisyuk)

Hal pertama yang harus kita lakukan saat mencintai seseorang ialah mengikis ego pribadi. Sulit untuk kita dapat memberi kasih sayang, perhatian, sebagian dari diri dan hidup kita buat orang lain, jika masih memiliki ego yang tinggi.

Kita yang masih berfokus pada 'aku' akan kepayahan menjalankan perannya sebagai seorang kekasih. Kita mencintai tanpa mau berbagi. Menciptakan rasa perih dan lelah bagi sang kekasih karena kita hanya suka menerima bentuk-bentuk kasih sayangnya dan menolak berbuat serupa padanya.

3. Ada ketakutan terlihat tidak sempurna

ilustrasi pasangan (pexels.com/itsmeseher)
ilustrasi pasangan (pexels.com/itsmeseher)

Ketika cinta bersambut maka kita harus siap menelanjangi diri. Kita tidak mungkin selamanya hanya menonjolkan kelebihan dan mengingkari sisi lemah diri di hadapan pujaan hati. Justru dia yang akan mengetahui setiap kekurangan kita, menyingkapnya seperti tangan menyibak tabir.

Ketika banyak orang merasa lega dengan hal ini karena berharap penerimaan penuh dari pasangannya, kita justru cemas. Seolah-olah tiada rasa percaya bahwa pasangan mampu bahkan tidak mempersoalkan beberapa kekurangan kita. Ketakutan bakal tampak tidak sempurna inilah yang selalu menciptakan jarak antara kita dengan orang yang dicintai.

4. Ada keyakinan bahwa menerima cinta sama dengan membuka pintu luka

ilustrasi pasangan (pexels.com/Tài Đặng)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Tài Đặng)

Jika kita mencintai maka kita siap terluka, begitu kira-kira. Alasannya, cinta kerap meminta pengorbanan yang tidak sedikit. Cinta pun dapat berubah seiring waktu, dari semanis madu menjadi racun yang mematikan.

Ada kekhawatiran yang begitu besar bahwa cinta yang hari ini melambungkan hati kelak justru mengempaskan kita ke titik terendah dalam hidup. Kita takut dikecewakan oleh orang yang dicintai dan konon juga mencintai kita. Kita takut dibuat lemah tak berdaya oleh cinta yang tidak berakhir bahagia.

5. Waswas, cinta hanyalah tipuan

ilustrasi pasangan (pexels.com/Kate Andreeshcheva)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Kate Andreeshcheva)

Ada ujaran yang menyebutkan kotoran kerbau pun akan terasa seperti cokelat ketika kita jatuh cinta. Juga bahwa cinta itu buta. Ini sebabnya kita waswas, jika cinta tak lebih dari rangkaian tipuan indra-indra.

Sehingga informasi yang kita proses dalam pikiran dan perasaan pun menjadi keliru. Lalu kita akan terjaga pada suatu hari dan mendapati kebenaran dari cinta yang pernah diagung-agungkan. Kita mungkin mencintai seseorang yang ternyata tak pantas untuk dicintai atau berkorban terlalu banyak demi dirinya.

Ketakutan-ketakutan di atas tidak muncul begitu saja. Biasanya terpupuk dari bagaimana kita dibesarkan dalam keluarga. Jika kita lahir dan tumbuh dalam kasih sayang yang sempurna dari orangtua yang saling mencintai, kita pun lebih mudah mencintai dan dicintai.

Namun apabila kita besar dalam keluarga yang gersang kasih sayang, segala tentang cinta hanya akan memicu tanda tanya. Sanggupkah kita mencintai dan dicintai dengan cara yang baik dan benar sehingga menjadi kekasih yang sempurna bagi seseorang?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us