Mengenal Emotional Monitoring dan Dampaknya Terhadap Hubungan

- Emotional monitoring adalah respons terhadap trauma, bisa muncul dalam hubungan romantis, keluarga, teman, atau pekerjaan.
- Tanda-tanda emotional monitoring antara lain mencoba memprediksi emosi pasangan, terus memeriksa pasangan, dan memindai suasana hati negatif.
- Dampak dari emotional monitoring meliputi kewaspadaan berlebihan, kelelahan emosional, meningkatnya kecemasan dan rasa insecure, penekanan emosi, dan kebencian.
Emotional monitoring dalam hubungan merujuk pada kemampuan seseorang untuk memperhatikan, memahami, dan merespons emosi pasangannya secara sadar dan empatik. Meskipun emotional monitoring sangat bermanfaat, namun jika dilakukan secara berlebihan atau dengan motif yang salah, hal ini justru dapat berdampak negatif pada hubungan.
Kali ini, IDN Times akan membahas lebih lanjut tentang pengertian emotional monitoring, penyebab, hingga dampaknya terhadap hubungan. Yuk, simak bersama!
1. Pengertian emotional monitoring

Dilansir Well and Good, Tirrell De Gannes, seorang psikolog klinis berlisensi, menjelaskan, bahwa emotional monitoring pada intinya merupakan respons terhadap trauma, di mana seseorang secara konsisten menilai dan melacak emosi orang-orang di sekitarnya. Pamela Orren, psikolog klinis, juga menambahkan, hal ini sering kali dianggap oleh orang lain sebagai rasa insecure dan kecemasan. Emotional monitoring dapat muncul dalam hubungan romantis, tetapi juga dalam keluarga, teman, atau dinamika pekerjaan.
"Emotional monitoring adalah jenis kewaspadaan berlebihan yang berarti kamu memantau lingkungan sekitarmu untuk mencari potensi ancaman. Ini adalah proses yang terjadi secara alami dalam pikiran kita. Namun bagi orang-orang tertentu, terutama mereka yang memiliki riwayat trauma, hal itu bisa menjadi berlebihan," jelas psikoterapis dan penulis Israa Nasir.
2. Tanda emotional monitoring

Laman Verywell Mind menjelaskan beberapa tanda emotional monitoring di bawah ini:
- Mencoba memprediksi emosi: Emily Mashburn, seorang terapis, menjelaskan tanda pertama ialah kamu mencoba memprediksi perasaan pasangan dengan terus-menerus membaca kata-kata, gerakan, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh mereka. Kamu cenderung menganalisis setiap perubahan nada suara pasanganmu secara berlebihan, bertanya-tanya apakah kamu telah melakukan kesalahan.
- Terus menerus memeriksa pasangan: Sering bertanya kepada pasangan tentang perasaannya adalah tanda lain dari emotional monitoring. Mashburn mengatakan, jika seseorang yang terus-menerus bertanya, misalnya apakah pasangan mereka marah kepadanya, ini merupakan tanda kekhawatiran dari emotional monitoring yang berlebihan.
- Memindai suasana hati yang negatif: Aimee Daramus, seorang psikolog klinis menjelaskan, tanda selanjutnya adalah kalau kamu selalu mencari tanda-tanda bahwa pasanganmu tidak bahagia, marah, atau kesal sehingga kamu dapat mencoba memperbaiki masalahnya.
- Memutar ulang percakapan: Setelah setiap percakapan atau interaksi, kamu memutarnya kembali di kepalamu, mencoba mencari tahu apakah pasanganmu kesal, meskipun tidak ada tanda-tanda yang jelas. Kamu terlalu memikirkan setiap kata atau tindakan, bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang kamu katakan atau lakukan yang mungkin memicu respons negatif.
- Meminta maaf terlalu sering: Kamu sering meminta maaf untuk hal-hal yang bukan kesalahanmu atau hal-hal yang sebenarnya tidak membuat pasanganmu kesal.
- Mengambil tanggung jawab atas emosi mereka: Kamu sering merasa bahwa memastikan pasanganmu bahagia dan tenang adalah tugasmu, dan kamu tersinggung jika mereka kesal atau stres.
- Menghindari percakapan yang jujur: Kamu menahan perasaan atau pendapatmu yang sebenarnya untuk menghindari masalah. Hal ini sering kali menimbulkan perasaan frustrasi.
3. Alasan seseorang melakukan emotional monitoring

De Gannes mengatakan, bahwa emotional monitoring sering kali disebabkan oleh beberapa bentuk peristiwa traumatis atau gaya hidup yang menyebabkan seseorang kurang yakin pada keamanan dan konsistensi hubungan. Nasir menambahkan, ini bisa berupa trauma besar seperti kekerasan seksual atau kekerasan interpersonal atau trauma kecil, yang mencakup peristiwa yang tidak dianggap trauma besar tetapi tetap sangat menyusahkan.
"Perilaku ini sering kali berakar pada masa kanak-kanak. Yang mungkin terjadi adalah kamu bertemu seseorang dalam hidupmu yang mengajari bahwa emosi tidak dapat diprediksi, menular, dan tidak stabil, misalnya, jika kamu diganggu," jelas Nasir.
Kamu mungkin telah belajar cara menghindari emosi negatif mereka dengan tetap sangat waspada dan mencoba memprediksi dan mengendalikan respons emosional orang lain. Kalau kamu dapat menangkap emosi setiap orang, maka kamu dapat berperilaku dengan cara yang tidak memicu seseorang menjadi marah, sedih, berduka, apa pun itu.
4. Dampak emotional monitoring yang berlebihan pada hubungan

- Kewaspadaan berlebihan: Dr. Daramus mengatakan, saat kamu memonitor emosi, otak dan tubuhmu sangat waspada. Kamu merasakan ancaman, baik ada atau tidak. Bisa jadi ancaman kritik, takut kehilangan pasangan, atau tidak cukup baik.
- Kelelahan emosional: Pemantauan emosi dapat melelahkan secara mental dan emosional. Memantau emosi pasangan secara terus-menerus berarti kamu selalu stres dan gelisah, yang dapat menyebabkan kelelahan.
- Meningkatnya kecemasan dan rasa insecure: Pemantauan emosi dapat meningkatkan kecemasan karena kamu selalu meragukan diri sendiri. Kamu terus-menerus khawatir tentang perasaan pasanganmu. Hal ini dapat menimbulkan rasa insecure membuatmu meragukan posisimu dalam hubungan tersebut.
- Penekanan emosi: Upaya terus-menerus untuk mengendalikan emosi dapat menyebabkan emosi terpendam. Hubungan yang sehat dibangun atas komunikasi terbuka, di mana kedua pasangan merasa nyaman mengekspresikan diri.
- Kebencian: Seiring berjalannya waktu, penekanan emosi dapat menimbulkan perasaan dendam yang dapat mengikis kepercayaan dan kebahagiaan dalam hubungan.
Pada akhirnya, emotional monitoring kalau digunakan dengan tepat bisa membuat hubungan makin dekat dan saling memahami. Tapi kalau dipakai berlebihan atau tanpa sadar, justru bisa membuat dirimu lelah sendiri dan malah menjauhkan satu sama lain.
Yang penting adalah tetap sadar batasan, tahu kapan harus peduli dan kapan harus memberi ruang, baik untuk diri sendiri maupun pasangan. Yuk, bijak dalam memahami emosi, biar hubungan tetap hangat tanpa drama yang bikin lelah!