Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sayang, Meski Engkau Tak Pandai Memasak, Percayalah Aku Akan Senantiasa Setia

Sumber Gambar: everydayloveart.com

Sayang, sudah sekian lama kita menjalin hubungan. Senang, susah, sedih, telah sering kita lalui bersama. Usia kita pun sudah bukan remaja lagi dan pertanyaan-pertanyaan "kapan nikah?1" selalu hinggap di telinga. Bahkan tak jarang ketika kita menghadiri resepsi teman sebaya, selalu saja terdengar pertanyaan "kapan nyusul?" Dan jawaban kita berdua paling-paling hanya seutas senyum cengengesan yang tak bermutu. 

Kita, dua sejoli yang tak ingin buru-buru menjajaki pelaminan.

Default Image IDN

Yah, begitulah kita. Sepasang muda-mudi yang tak melulu galau soal asmara, yang tak terburu-buru menikah seperti dikejar setan ataupun deadline pekerjaan. Mungkin orang akan berpikiran kita terlalu lama pacaran, dan terlalu santai menjalani kehidupan—menikmati status kita yang masih lajang. Bukan! Bukan karena tak ingin serius, atau belum siap. Masih banyak yang harus dibenahi sebelum kita matang dan mantap menuju jenjang pernikahan. 

Suatu kali aku coba menyinggung tentang masa depan.

Default Image IDN

Suatu kali aku berpikir mungkin memang benar apa yang mereka katakan. Sesekali aku coba menyinggung tentang masa depan, tentang hubungan kita. Aneh memang ketika bukan kau yang menanyakannya, namun aku, sang laki-laki yang justru menyinggung tentang pernikahan.

Sayang, mengapa aku beranikan menanyakan itu? Menanyakan tentang hubungan kita ini, tak lain dan tak bukan aku melakukan itu semua karena memang aku sayang, aku peduli, dan aku, cinta. Aku bukan seperti lelaki kebanyakan yang dengan mudahnya memberi harapan, dengan murahnya mengobral janji dan kata-kata manis, namun tak siap membawa kekasihnya naik ke pelaminan.

Tapi, engkau memang susah ditebak..

Default Image IDN

Bagaimana jawabmu waktu itu justru membikin aku bingung kelabakan dan heran bukan kepalang. Bukannya justru tersenyum manis, atau menangis bahagia, wajahmu justru berubah mendung, sejurus kemudian menjadi murung. Layaknya katak dalam tempurung, seperti bocah yang dihadapkan dengan sulitnya soal ujian. “Belum siap!” Itulah kata yang seringkali terlontar dari mulutmu.

Kemudian, kau lanjutkan dengan berkata-kata:

“Aku belum siap diperistri, belum siap merawat anak, belum siap tinggalkan pekerjaan, dan aku... belum siap memasak untukmu...”

Hei! Kewajiban istri itu lebih dari hanya sekedar bisa masak! Lagipula, banyak pula mereka yang telah berkeluarga masih juga tak pandai memasak.

Default Image IDN

Dalam hati sebenarnya ku menahan tawa. Tak perlu, sungguh tak perlu kau beralasan seperti itu. Bukankah mengurus anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga bisa kita pelajari berdua? Akupun tak punya pengalaman mengurus rumah tangga. Namun, jika tak dicoba, kapan kita akan mahir melakukannya?

“Tapi aku ingin menyajikan masakan enak dan sehat untuk keluargaku nantinya..”

Lagipula, tak bisa masak bukanlah alasan yang seharusnya membuatmu membatasi diri, menutup diri, sampai-sampai rela menunda untuk diperistri. Percayalah, segalanya pasti akan menjadi lebih baik jika kita tetap belajar dan berusaha. Aku yakin, toh! Para wanita yang sudah berkeluarga juga tak semuanya pandai memasak.

Bisa masak ataupun tidak, aku percaya bahwa kehidupan kita akan tetap bahagia.

Default Image IDN

Sebenarnya, tak pandai bukanlah kata-kata yang kurang tepat. Menurutku lebih tepat adalah belum mahir. Sayang, saat ini berjuta resep bisa kita akses hanya dengan beberapa klik di layar ponsel. Pun kamu tak perlu membuat masakan ala barat maupun korea yang lidahku saja tak cocok menyicipnya.

Bukankah kamu sangat hafal makanan favoritku? Sambal goreng, ikan asin, sayur kangkung, dan lalapan adalah kegemaranku. Jadi, jika kita berkeluarga nanti, masakan semacam itulah yang akan hadir tiap hari di meja makan kita. Bukan makanan yang lidahku saja sampai keseleo karena menyebutnya.

Terakhir, aku mencintaimu tanpa syarat, bisa ataupun tidaknya kamu memasak. Karena memang cinta tak ada logika. Cinta tak perlu adanya alasan, cinta adalah cinta, sayang adalah sayang. Itu saja.

Share
Topics
Editorial Team
Danar Mustofa
EditorDanar Mustofa
Follow Us