Surat Cinta dari Lamongan, untuk Kekasih di Masa Depan

Artikel ini merupakan hasil karya peserta kompetisi menulis #CintaDalamKata yang diadakan oleh IDNtimes.com. Kalau kamu ingin artikelmu eksis seperti ini, yuk ikutan kompetisi menulis #CintaDalamKata! Informasi lebih lengkapnya, kamu bisa cek di sini.
Halo kekasihku di masa depan?
Takkan kumulai kisah ini dengan menanyakan kabarmu. Toh, aku bisa mengetahui kabarmu lewat linimasa atau beranda sosial media. Aku tahu, bahwa sepekan ini batu sandungan sedikit menghambat kehidupanmu. Nampak muram wajah manismu. Baiklah kasih, lupakan masalah lalu menyegarkan otak sejenak dari cobaan yang terus datang.
Izinkan aku mengajak mu untuk melakukan sebuah perjalanan berkeliling Kota Soto, Lamongan. Mengawali hari dengan singgah ke Desa Pucak Wangi, disini kita dapat menikmati udara segar dan ramahnya mentari yang mengintip di balik celah pepohonan.

Sinar surya menerobos masuk perlahan, mengeringkan embun-embun di atas dahan dan dedaunan. Burung burung kompak berkicauan, derap kaki petani di area persawahan menjadi alunan yang tak terpisahkan. Lihat bagaimana warga lokal bekerja di area persawahan, tak mudah menyerah walaupun hasil panen kadang tak sesuai dengan jerih payah. Cuaca tak terduga, padi termakan hama adalah hal biasa bagi mereka. Tak punah harapan dari mereka walaupun sedang dilanda masalah.
Kita berdua dapat memetik pelajaran dari mereka, tak mudah putus asa, terus berusaha merenda asa sekalipun cobaan menerpa. Berjalan sedikit ke tempat yang lebih tinggi kita dapat menyaksikan panorama perbukitan dengan gugusan batu kapur dari atas ketinggian, Gunung Pegat warga menyebutnya. Mata akan ter-ilusi oleh hamparan batu putih kokoh berdiri.
Cukup lama singgah di Pucak Wangi, sehingga mentari tampak cemburu dengan kehadiran kita disini. Ayo kasih, bergegas kita lanjutkan perjalanan menuju Waduk Gondang tuk mencari ketenangan, meskipun udara panas datang memberi salam.

Di Waduk Gondang, kugandeng tanganmu naik ke atas kapal nelayan yang akan mengantarkan kita mengelilingi setiap lekuk Waduk Gondang. Mesin perahu nelayan dinyalakan, menimbulkan cipratan air yang menyegarkan. Senyum terpancar dari manis wajahmu yang terlihat tegar dalam menghadapi cobaan ini. Ayo, kuajak kau ke depan perahu agar mata leluasa memotret pemandangan dan membingkai dalam ingatan.
Lihatlah semuanya lebih dekat, kemudian rasakan apa menerpa rambut, kulit, juga tubuhmu. Berdiri tegak, kemudian menoleh kebelakang. Bukankah menoleh kebelakang perlu dilakukan? Untuk mengambil pelajaran dari pengalaman yang berkesudahan. Pahit ataupun manis. Perahu nelayan bergerak hampir tiga perempat waduk, pertanda kita akan berlabuh ke tepian.
Sesampai di tepian, kurapatkan genggam tanganmu, kulepas topiku kemudian kukenakkan di atas rambutmu yang legam berkilauan. Ucapan terima kasih nan lembut terucap hangat dari mulutmu, senyum mengembang dari bibir tipismu menandakan bahwa kau perlahan mulai melupakan cobaan yang datang. Mentari yang sedari tadi setia diatas kepala, mulai condong ke ufuk barat. Tak perlu membuang banyak waktu kasih, kita lanjutkan saja perjalanan ke Waduk Prijetan.
Di Waduk Prijetan kita berdua menyaksikan mahakarya Sang Pencipta melalui guratan jingga senja yang dilukiskan diatas bentang kanvas cakrawala. Elok matamu memancar ramah memperhatikan senja seksama, helai rambut panjangmu berayun lembut mengikuti sepoi angin berirama, bibirmu bersenandung lirih merdu, terdengar samar di rongga telinga, wajah manismu juga tak jenuh kupandang. Aku yang sejatinya berumur lebih muda darimu, kagum atas selama ini. Engkau dengan segala ketegaran hatimu berusaha melewati hadang rintang dan tetap menegakkan kepala demi meraih impian.

Berdua kita mengakhiri hari dengan bercengkerama menyaksikan pawai senja ramah berpulang ke peraduan. Sejenak mata kita saling bertautan, kemudian saling berpegangan tangan, biarkan mentari menatap cemburu momen kita yang tak kan terlupakan.
Bagaimana kekasih? Apa pikiranmu semakin tenang setelah melakukan perjalanan seharian? Kuharap kau mampu tegak berdiri bertahan di tengah cobaan. Hingga larut akhirnya tiba, aku tersadar bahwa dimensi waktu dan tempat yang memisahkan perjalanan kita. Aku yang masih disini di depan layar monitor bersama secangkir kopi, yang juga sedang berusaha mewujudkan angan dan mimpi.
Sedangkan kau berada jauh disana di balik sekat layar kaca. Harapanku, semoga kita dapat bertemu di waktu yang tepat sekaligus menggenapkan kenyataan serta menggapai impian bersama di masa depan. Semoga pula sebuah harap yang tak lantas menguap begitu saja.
Sampai bertemu di lain perjalanan wahai kekasih di masa depan...