TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gina S. Noer: Tak Perlu Sempurna, Asal Berguna Itu Lebih Berharga

"Stop menghakimi sesama perempuan"

Dok. IDN Times

Deretan film box office Indonesia tak lepas dari peranan dan nama besar penulis skenario sekaligus sutradara ternama, Gina S Noer. Sebut saja, Perempuan Berkalung Sorban, Hari Untuk Amanda, Keluarga Cemara, Ayat-Ayat Cinta, Rudy Habibie, dan yang paling terbaru menggebrak pasar perfilman tanah air yakni Dua Garis Biru.

Gina mengaku, konsistensi merupakan cara yang paling baik untuk mencapai semua yang menjadi tujuannya. Di acara Indonesia Writers Indonesia (IWF) 2019, IDN Times mendapatkan kesempatan eksklusif untuk ngobrol banyak hal dengan Gina S. Noer mulai tentang sepak terjangnya di dunia perfilman hingga pandangannya sebagai seorang perempuan. Seperti apa?

1. Hobi menonton film menjadi awalan Gina bisa terjun menjadi seorang filmmaker

Dok. IDN Times

Menonton sebuah film bagi Gina tak sekadar menyaksikan sebuah rangkaian cerita. Kecintaan Gina terhadap suatu cerita baik film, komik, buku dan lainnya membawa lulusan Broadcasting Universitas Indonesia ini berani bereksperimen terhadap banyak hal, baik secara genre maupun melakukan kolaborasi dengan siapa pun. Bagi Gina menjalani profesi sebagai seorang penulis skenario merupakan cara yang paling mudah untuk bisa memahami jalannya suatu cerita.

Baca Juga: IWF 2019, Ini 10 Kutipan Reza Rahadian Soal Film Indonesia

2. Semua film menjadi referensi dan inspirasi untuk selalu bisa menjadi filmmaker yang baik

Dok. IDN Times

"Saya tak pernah membatasi diri saya menyukai satu film tertentu untuk memotivasi saya membuat sebuah karya film. Bagi saya, semua film itu bisa memberikan pengaruh yang sangat baik bagi seorang filmmaker. Di masa sebelumnya mungkin saya menyukai genre film drama, thriller dan semua film yang memiliki alur cerita yang menegangkan. Namun, seiring berjalannya waktu saya menyadari bahwa sebuah film yang baik merupakan hasil dari persilangan. Dimana, sebuah film yang bahagia pasti ada sedihnya atau film yang tegang tak lepas dari dramanya. Makanya saya tidak bisa mengatakan genre apa yang paling saya sukai, karena semua film dengan genre apa pun mampu menjadikan kita sebagai filmmaker yang baik," ungkap peraih piala citra di tahun 2013 ini.

3. Ketika film mampu membentuk hidup seseorang: "Saya menjadi salah satunya"

Dok. IDN Times

"Saya merasa beruntung karena berada di lingkungan keluarga yang juga menyukai film". Bahkan, keluarga yang lebih dulu memengaruhi Gina untuk mulai membiasakan diri membaca buku maupun menonton film. Dari sinilah, Gina akhirnya mulai menyukai dunia tulis menulis. "Saya selalu berusaha untuk bisa bertanggung jawab semua hal yang telah saya pilih. Termasuk menjalani pekerjaan saya."

Pernah suatu ketika Gina merasa ingin undur diri sebagai filmmaker. Hal ini dikarenakan ekspektasi karya yang Gina kerjakan tidak sesuai dengan hasil akhir film yang ditampilkan. Butuh beberapa waktu agar bisa bangkit kembali.

"Tapi saya merasa beruntung karena bisa melewati berbagai macam hal dalam hidup saya, karena tak hanya menjadi seorang filmmaker yang baik proses ini juga membuat saya menjadi seseorang yang bisa mengambil keputusan yang baik."

4. Tak mudah terlena dengan segala pujian, membuat Gina bisa lebih memaknai setiap pencapaian dalam hidupnya

IDN Times/Syarifah Noer Aulia

Sukses melahirkan deretan film-film berkualitas, rupanya tak membuat Gina mudah berpuas diri. "Saya bukanlah seseorang yang mudah terlena dengan segala pujian atau mudah sakit hati karena terlalu banyak dikritik. Saya berusaha untuk bisa menjadi filter terbaik bagi diri saya sendiri. Berada di lingkungan yang bisa menghargai karya kita sebagai karya justru akan membuat kita menjadi seseorang yang lebih peka dengan sesuatu yang sangat mendetail." 

5. Sebagai sosok multiperan, perempuan harus bisa berguna dalam segala hal

Dok. IDN Times

"Tinggal di negara yang memiliki sistem patriarki, toxic maskulinity, yang membuat orang-orang di lingkungan kita tidak merayakan hal-hal yang berhubungan dengan perempuan. Misalnya, kelembutan, sensitivitas, serta hal-hal yang membuat perempuan merasa insecure. Sebagai seorang filmmaker, saya sadar betul posisi saya sebagai istri sekaligus ibu. Di mana saya harus tetap profesional pada pekerjaan, keperluan rumah dan lingkungan sekolah anak. Namun di sisi lain, perempuan juga harus sadar dan mulai menghargai bahkan merayakan apa yang telah dicapainya," cerita ibu dari Biru Langit Fatiha dan Akar Randu Furgan di IWF 2019.

Pemilik nama Ginatri S Noer ini juga mengungkapkan bahwa menjadi seorang perempuan multiperan itu tidaklah mudah. Sesekali merasa tidak percaya diri sebagai ibu dan istri. Apakah usahanya sudah maksimal untuk memenuhi peran sebagai perempuan, baik di lingkungan sekolah anak-anak, lingkungan rumah maupun yang lainnya. Namun, semua itu bisa diatasi asalkan kita memahami posisi diri yang sebenarnya. 

6. Saya bangga bisa menjadi seorang filmmaker perempuan

IDN Times/Syarifah Noer Aulia

Sebagai seorang filmmaker perempuan tentu Gina merasa memiliki nilai lebih yang tidak dimiliki seorang laki-laki dalam menggarap sebuah film. Kelembutan dan sensitivitas seorang perempuan tentu akan memberikan warna yang berbeda dengan film yang dibuat oleh laki-laki. Oleh sebab itu, inilah yang Gina katakan sebagai suatu kelebihan dan kebahagiaan yang Ia rasakan selama menjalani profesi ini.  

Yasmin Ahmad dan Lynne Ramsay merupakan dua tokoh sutradara yang sangat memengaruhi karier Gina sebagai filmmaker. "Dua orang tersebut sangat menginspirasi perjalanan karier saya. Saya merasa sepakat dengan dua nama besar tersebut terkait sensitivitas dalam menggarap sebuah film."

Baca Juga: Ivan Lanin: Penggunaan Bahasa Formal Sebagai Kebiasaan Berkomunikasi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya