TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Launching Buku "Nalar Kritis Muslimah" yang Menyoroti Isu Gender

Membahas isu gender dalam perspektif Islam

instagram.com/nrofiah

Buku adalah jendela ilmu pengetahuan. Dengan rajin membaca buku, secara tak langsung kita telah melatih pemikiran kita untuk menjadi lebih terbuka dan kritis terhadap permasalahan yang ada di dunia.

Hal ini juga yang coba dilakukan oleh Nur Rofiah selaku Founder Ngaji KGI (Keadilan Gender Islam). Dalam launching bukunya yang berjudul "Nalar Kritis Muslimah" yang berlangsung pada Senin (17/8/2020), pukul 19.30 WIB, ia berusaha untuk mengupas tentang isu gender dalam perspektif keislaman.

Penasaran seperti apa rangkuman diskusi dalam peluncuran buku tersebut? Simak artikel di bawah ini, ya!

1. Menurut Nur Rofiah, perempuan ideal adalah ia yang bertakwa dan bermanfaat untuk orang lain

IDN Times/Tyas Hanina

Ketika membicarakan tentang perempuan, sering kali muncul pertanyaan seperti apa konsep perempuan ideal. Nur Rofiah menjelaskan bahwa ada dua jenis pengalaman perempuan. Mulai dari pengalaman biologis yang gak dirasakan oleh laki-laki, yang meliputi menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, serta menyusui.

Lalu, yang kedua berkaitan dengan sejarah peradaban manusia yang rentan terhadap diskriminasi kepada perempuan. Ia mengatakan, "Hingga kini, perempuan lebih rentan mengalami stigmatisasi hanya karena ia adalah seorang perempuan."

Menurutnya, cara untuk menyikapi persoalan tersebut adalah menyadari identitas diri perempuan untuk bertakwa kepada Tuhan YME dan menjadi sosok yang bermanfaat untuk orang lain.

"Maka, perempuan ideal itu adalah yang keberadaannya itu menjadi anugerah bagi dirinya sekaligus jadi anugerah bagi pihak lain," tambahnya.

2. Sudut pandang yang memihak perempuan serta menciptakan ruang publik yang aman, menjadi salah satu hal yang genting untuk dilakukan

IDN Times/Tyas Hanina

Nur memberi contoh lewat ayat Al-Qur'an yang bercerita tentang menstruasi. "Di dalamnya, ada bahasan bahwa menstruasi itu adalah sesuatu yang menimbulkan rasa sakit. Jadi, perempuan harus diberi ruang untuk beristirahat," tuturnya.

Baginya, menggunakan sudut pandang perempuan dalam membuat aturan publik sangat penting untuk dilakukan. Ia menuturkan, "Perempuan itu punya kemaslahatan bukan hanya di dalam rumah juga. Tapi, di luar rumah juga, dia punya peran dan kesempatan."

Berdasarkan pengalaman biologisnya, ada beberapa hal yang hanya dialami oleh perempuan. Tapi, menurut Nur, hal tersebut tak lantas menjadi hambatan yang menutup jalan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuannya.

"Sediakan ruang yang aman untuk perempuan. Jadi, bukan perempuannya yang dilarang ke luar rumah, tapi ruang publiknya yang ditata. Sehingga di mana pun perempuan berada, dia tetap aman," tambahnya.

Baca Juga: Nasib Perempuan Korban Kekerasan dan Para Pendampingnya saat Pandemik

3. Menurut Ulil, buku "Nalar Kritis Muslimah" membahas gagasan penting tentang isu keperempuanan

IDN Times/Tyas Hanina

Ulil Abshar Abdalla, Pendiri Ngaji Ihya, juga memberikan komentar pribadinya terhadap buku "Nalar Kritis Muslimah". Menurutnya, buku ini terbit dalam momentum yang tepat. Ia mengatakan, "Saat ini, kita lihat ada pola keberagamaan yang konservatif dan dikombinasikan dengan konteks politik."

Alissa Wahid sebagai Founder Jaringan Gusdurian, juga mengatakan hal yang serupa. Menurutnya, suatu pemikiran yang baik harus dibukukan untuk menjadi abadi.

Sosok yang dikenal sebagai aktivis sejak tahun 90-an ini, sering menemukan fenomena di mana masyarakat bersikap reaktif terhadap isu gender dan keislaman. Namun, hal ini ternyata belum mendorong gerakan nyata untuk memperjuangkan isu tersebut.

"Mbak Nur berangkat dari realitas ketidakadilan dalam perspektif pengalaman perempuan. Jadi, dia langsung melakukan konstruksi pemikiran baru," tambahnya.

4. Isu perempuan perlu dibahas menggunakan point of view perempuan. Hal ini bisa dirasakan lebih dalam oleh seorang perempuan sendiri

IDN Times/Tyas Hanina

Menurut Faqih Abdul Kodir, Founder dari Mubadalah.id, saat ini pemikiran tentang gender dan keislaman harus mempertimbangkan kisah di masa lalu. Ia pun menuturkan, "Kental sekali pengalaman keperempuanan dalam buku ini. Kalau saya atau Mas Ulil basisnya mungkin cuma rasionalitas umum."

Baginya, hal tersebut menjadi salah satu kelebihan dari buku ini karena terdapat perspektif yang melibatkan pengalaman biologis serta pengalaman sosiologis seorang perempuan.

Selain itu, menurut Alissa, ada permasalahan lain yang umum terjadi oleh para perempuan yaitu kurangnya kesempatan untuk unjuk diri. Karena masih ada stigma yang menempel pada perempuan bahkan ketika dia sudah berdaya.

"Sampai saat ini, mulai dari lingkup desa sampai kenegaraan itu, pasti masih sulit cari pembicara perempuan dan jadi all male panel. Kenapa? Karena perempuan belum diberikan pengalaman yang sama," tuturnya.

Baca Juga: 75 Tahun Merdeka, Sudahkah Indonesia Menjaga Nasib Para Perempuan?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya