Nasib Perempuan Korban Kekerasan dan Para Pendampingnya saat Pandemik

Banyak kendala dialami korban kekerasan dan pembela HAM

Jakarta, IDN Times - Ada 1.299 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk anak perempuan, sepanjang Maret hingga Mei 2020. Data ini ditemukan dalam  kajian kualitatif Komnas Perempuan tentang situasi layanan bagi perempuan korban kekerasan maupun pendamping korban di masa pandemi COVID-19.

"Kekerasan terhadap perempuan di ranah privat masih di posisi tertinggi yaitu 784 kasus 66 persen, di ranah publik sebanyak 243 kasus 21 persen, dan di ranah negara sebanyak 24 kasus dua persen," kata Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini dalam keterangannya, Sabtu (15/8/2020).

Laporan kajian tersebut diberi judul
“Melayani dengan Berani: Gerak Juang Pengada Layanan dan Perempuan Pembela HAM di Masa COVID-19”. Ada 64 organisasi/lembaga layanan dari 27 provinsi yang terlibat dalam pengisian angket dan beberapa di antaranya juga berpartisipasi dalam diskusi kelompok terarah dan wawancara mendalam.

1. Kekerasan berbasis online juga ditemukan di tengah pandemik

Nasib Perempuan Korban Kekerasan dan Para Pendampingnya saat PandemikIlustrasi media sosial (IDN Times/Sunariyah)

Menurut Theresia, kekerasan psikis dan fisik masih mendominasi di ranah privat, sedangkan kekerasan seksual masih tinggi di ranah publik dan negara. Kajian ini menemukan kekerasan terhadap perempuan berbasis online yaitu sebanyak 129 kasus atau sebanyak 11 persen yang didominasi pengancaman bernuansa kekerasan seksual.

"Kekerasan berbasis online ini dimungkinkan terjadi di ranah privat, publik dan negara," kata dia.

Baca Juga: Komnas Perempuan Kecewa RUU PKS Ditarik dari Prolegnas 2020 

2. Tantantan perubahan cara kerja di tengah pandemik

Nasib Perempuan Korban Kekerasan dan Para Pendampingnya saat PandemikIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Hasil kajian tersebut juga menemukan berbagai tantangan yang dialami pengada layanan dan pendamping atau perempuan pembela HAM di masa pandemik. Hal itu terjadi terutama di lokasi pendampingan yang masuk dalam zona merah, serta wilayah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau social distancing hingga kendala transportasi serta jaringan komunikasi.

Tantangan tersebut mulai dari perubahan waktu dan cara kerja lembaga layanan yang dikelola masyarakat maupun pemerintah. Layanan menjadi lebih panjang di sebagian besar layanan berbasis masyarakat dan sebagian kecil di lembaga layanan pemerintah.

"Hal ini terjadi karena pengalihan layanan langsung (offline) menjadi layanan online/daring yang kemudian berdampak pada kualitas layanan karena pendampingan menjadi kurang maksimal," kata dia.

Kemudian, korban perempuan disabilitas sulit untuk dijangkau dan mendapatkan layanan maksimal selama masa pandemik ini. Rumah Aman tidak berjalan sebagaimana diharapkan seperti adanya persyaratan bebas COVID-19 yang menyebabkan korban tidak dapat mengakses layanan. Selain itu, sejumlah wilayah justru menutup Rumah Aman selama COVID-19 karena alasan keamanan.

3. Sejumlah kendala yang dialamai relawan

Nasib Perempuan Korban Kekerasan dan Para Pendampingnya saat PandemikIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Theresia juga mengatakan bahwa layanan hukum di kepolisian dan pengadilan belum sepenuhnya menerapkan protokol kesehatan COVID-19 dan belum ada mekanisme penyidikan secara online di kepolisian. Korban masih harus datang ke pengadilan untuk menghadiri persidangan, padahal sudah ada kebijakan sidang lewat video conference.

"Berkurangnya anggaran layanan bahkan hingga 75 persen juga berdampak pada kualitas layanan terutama di lembaga layanan berbasis pemerintah. Sementara lembaga layanan berbasis masyarakat harus berjuang mencari dana secara mandiri bahkan mengeluarkan biaya lebih untuk belanja alat pelindung diri (APD) jika harus menemui korban dalam situasi mendesak," ujar dia.

Dampak secara khusus juga dirasakan pendamping dan relawan terutama di lembaga layanan masyarakat, yang harus melayani korban secara langsung di lokasi dampingan, sementara lokasi jauh dari tempat tinggal dan belum semua korban punya fasilitas komunikasi.

Baca Juga: Kasus Pemerkosaan Baru Direspons Usai Viral, Ini Kata Komnas Perempuan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya