Limbah Karton Susu (instagram.com/popsiklus)
Dari 18 juta ton sampah per tahun, data SIPSN menunjukkan bahwa 12 persen di antaranya merupakan limbah kertas atau karton. Sejalan dengan itu, sebagian besar produk yang dihasilkan oleh Popsiklus berasal dari limbah karton susu bekas. Namun selain karton susu, Nia juga mengolah beberapa limbah lain jadi produk fungsional dan artistik seperti tote bag, note book, cable holder, paspor, dan lain-lain.
“Sebagian besar bahan dasarnya semua karton susu karena limbah paling banyak yang aku terima saat ini karton susu. Kalau dulu kan limbah rumah tangga sendiri, terus lama-lama jadi limbah rumah tetangga, satu kompleks. Sekarang, memang paling banyak yang kirim ke aku adalah karton susu bekas pakai atau karton susu yang tidak bisa dipakai. Mayoritas ya hampir sebagian besar adalah karton susu, meskipun aku ada limbah-limbah lain sih, kayak kantong plastik, kantong keresek, tutup botol plastik,” papar ibu muda ini.
Bahkan, limbah kantong semen bekas renovasi gudangnya diolah jadi produk baru seperti tas. Sementara tutup botol plastik bisa diolah jadi terazzo 20x20 cm. Limbah karton susu akan selalu ada sehingga limbah lainnya digunakan Nia sebagai material pelengkap saja.
Untuk bisa memenuhi kebutuhannya tersebut, Nia memiliki tiga sumber utama untuk mendapatkan limbah karton susu. Pertama, limbah rumah tangganya sendiri. Selain itu, Nia menerima kotak susu bekas dari ibu rumah tangga lain dalam keadaan sudah dibersihkan dan dikeringkan.
“Kedai kopi itu kebetulan memang paling banyak menggunakan susu yang jenisnya sama, si fresh milk ini ya. Susu fresh milk ini banyak digunakan sama kedai kopi. Jadi yang kedua itu, aku banyak dapet dari kedai-kedai kopi. Sumber yang terakhir itu dari pabrik susunya yang bersangkutan, tapi pabrik susu yang bersangkutan kadang-kadang jenis limbahnya bervariasi. Ada karton yang reject, ada karton yang cacat. Jadi, dari ketiga sumber itu, aku mendapatkan karton susu bekas pakai atau tidak layak pakai yang dikirimkan ke tempatku,” tambah Nia.
Dari apa yang dikerjakannya, Nia juga mengajak orang lain untuk mengubah cara pandang terhadap sampah. Suatu barang yang mungkin terlihat sebagai sampah, ternyata bisa diolah kembali tanpa harus berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Itulah yang disebut Nia dengan re-imagining waste.
Ia menceritakan pengalamannya, “Aku nemu layangan putus di halaman workshop. Layangannya dibuat dari plastik-plastik bungkus sabun cuci piring. Re-imagining waste sih sebenarnya as easy as that. Ada plastik bekas gagal produksi, tipis, dan bagus buat layangan, ya, mungkin. Meskipun kalau layangannya jatuh, ditemukan sama anak lain ya dimainkan lagi. Kalau layangan jatuh terus sobek, jadi sampah juga. Tapi, setidaknya plastik bungkus sabun itu gak langsung dibuang ke TPA dan berakhir di TPA. Tapi, ya diimajinasikan ulang nih, jadi layangan dulu, terbang-terbang dulu, menceriakan kehidupan anak-anak yang senang main layangan.”