Kisah Grace, Perempuan Pejuang Kemanusiaan yang Tak Pernah Pamrih

#AkuPerempuan Baginya bekerja tak melulu soal upah uang yang banyak

Grasia Renata Lingga, perempuan kelahiran 27 Mei 1991 itu sedang asyik memamerkan koleksi tanaman kaktusnya di beranda rumahnya. Diiringi hujan gerimis perempuan yang akrab disapa Grace ini menjejerkan pot-pot mungil tempat kaktus kesayangannya tumbuh. 

Sekarang Grace Bekerja di NGO Yayasan PUPA (Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak) Bengkulu. Grace adalah sarjana lulusan Universitas Bengkulu, jurusan Ilmu Kommunikasi. Pada awal tahun 2018 ini ia memutuskan untuk melanjutkan S2 di jurusan dan Universitas yang sama.

Memilih bekerja di NGO (Non Profit Organization) Yayasan PUPA Bengkulu bagi Grace adalah panggilan jiwa. Padahal dengan gelar dan ilmu yang ia dapat bisa saja Grace memilih bekerja di tempat yang secara financial dan jenjang karier lebih menjanjikan seperti keinginan kedua orang tuanya, seperti tempat teman-temannya bekerja

Grace menegaskan sekali lagi bahwa ia bekerja di Yayasan PUPA Bengkulu karena panggilan jiwa serta hatinya untuk ikut peduli dengan pendidikan anak dan perempuan. Dia prihatin dengan angka kekerasan pada anak-anak dan perempuan indonesia yang masih tinggi.

Grace percaya bahwa anak-anak dan perempuan Indonesia berhak mendapat pendidikan yang memadai, berhak untuk meraih cita-cita setinggi langit. Dalam setiap pilihan, selalu ada cerita menarik dan alasan mendalam kenapa pilihan itu diambil. Perempuan yang hobi menanam ini punya cerita menarik kenapa ia memutuskan bekerja yang menurut kebanyakan orang tidak menarik apalagi menguntungkan.

1. Awal perkenalan dan akhirnya jatuh cinta hingga bekerja di NGO Yayasan PUPA Bengkulu

Kisah Grace, Perempuan Pejuang Kemanusiaan yang Tak Pernah PamrihDok. pribadi/Grace

 “Awalnya saya magang di NGO  Kalyanamitra pusat komunikasi dan informasi perempuan di Jakarata. Disana saya belajar bagaimana mempublish isu gerakan perempuan lewat tulisan , foto, jurnal penelitian dan belajar bagaimana memanfaatkan legal sosial,” terang Grace.

Dari sana Grace mulai tertarik dengan isu -isu tentang perempuan dan anak, ia merasa  dekat dan ingin belajar lebih dalam lagi tentang  isu itu. Sejak tahun 2012, Grace yang masih duduk di bangku kuliah sudah menjadi relawan di Yayasan PUPA Bengkulu dan baru bekerja aktif pada Januari 2017 sebagai Koordinator Media dan Jaringan. Kemudian di tahun keduanya pada 2018 ia bekerja sebagai Koordinator Program.

Baca Juga: Perempuan Pegiat UMKM, Sang Tulang Punggung Ekonomi Nasional

2. Bekerja tidak melulu soal finansial dan hitung-hitungan

Kisah Grace, Perempuan Pejuang Kemanusiaan yang Tak Pernah PamrihDok. pribadi/Grace

“Kalau dibilang masalah ya jelas masalah, Hahahaha,”  jawab Grace dengan spontan ketika ditanya apakah finansial dan jenjang karier tidak masalah baginya ketika bekerja di tempat yang memang tidak banyak menyediakan upah kerja dan jenjang karir yang memadai.

Tapi bagi Grace ada hal yang lebih penting dari sekedar finansial. Bahwa bekerja untuk kemanusiaan tidak bisa dihitung dengan financial atau angka-angka. “Saya cukup enjoy bekerja di Yayasan PUPA Bengkulu terlepas dari finansialnya cukup atau tidaknya untuk saya secara personal,tapi ada kepuasaan tersendiri ketika saya bekerja di bidang yang saya senangi,“ jawabnya.

Grace bercerita bahkan pada awalnya orangtuanya tidak setuju ia bekerja di Yayasan PUPA, sebagai sarjana Ilmu Komunikasi yang lulus dari Universitas Negeri kenapa Grace memilih bekerja di Yayasan PUPA yang tidak jelas kerjanya seperti apa. Grace coba memberi pengertian sedikit demi sedikit kepada orang tuanya, bahwa perjalanan hidup orang berbeda-berbeda. Pilihan-pilihan hidup orang berbeda.

“Saya juga sempat berpikir kalau semua orang jadi wartawan, kalau semua orang bekerja di bank siapa yang peduli pada anak-anak dan perempuan? Ternyata memang ada bagian-bagian tersendiri. Dan bagian saya di sini,” ujar Grace.

Kebanyakan orangtua tidak menganggap apa yang di lakukan Grace sebagai bekerja. Yang mereka tahu kerja itu seperti bekerja jadi bank, guru, dokter pokoknya yang ada seragamnya.

dm-player

3. Yang membuat Grace semakin jatuh cinta bekerja di Yayasan PUPA Bengkulu

Kisah Grace, Perempuan Pejuang Kemanusiaan yang Tak Pernah PamrihDok. pribadi/Grace

Di Yayasan PUPA Bengkulu ada program mengajar untuk anak-anak di lapas, Grace dan teman-temannya sangat suka mengajar anak-anak di lapas.

“Bahwa anak-anak yang notabenenya adalah pelaku di sisi lain Yayasan PUPA mewadahi pendidikan paket, ketika di usia anak, anak-anak yang di dalam lapas itu tetap punyak hak mendapat pendidikan. Itu bagi saya adalah hal yang luar biasa,” jawab Grace dengan penuh kekaguman.

Yayasan PUPA Bengkulu membuat program mengajar anak-anak di lapas dengan harapan anak-anak tersebut tetap mendapat pendidikan yang memang sudah menjadi hak mereka. Ketika keluar dari lapas, mereka sudah mendapatkan ijazah paket. Mengingat angka kekerasan terhadap anak-anak di Indonesia masih tinggi, tidak kalah dengan program mengajar anak-anak di lapas, diskusi dengan  anak-anak SD, SMP, SMA juga menjadi program yang dicintai Grace.

"Anak-anak itu energinya untuk menyerap informasi besar sekali. nak-anak itu tergantung orang tua, guru-guru dan lingkungan. Karena apapun yang terdengar oleh  anak-anak, hal tersebut akan terserap dengan baik oleh mereka."

Menurut Grace ketika ia dan kawan-kawan mengajar apa yang diberikan atau di informasikan anak-anak itu mampu menyerap dengan baik. Misalnya tentang kesehatan reproduksi. "Bagian tubuh yang tidak boleh disentuh, bagaimana anak-anak menolak dan berteriak “tidak” atau “tolong” ketika ada sesuatu yang tidak mereka sukai dan mereka menyerap itu dengan baik,” papar Grace.

Grace dan teman-temannya memberi pemahaman mengenai ada bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain, ada nama-nama organ tubuh yang ternyata tidak sebatas nama-nama yang selama ini diketahui dan dengar dan ketika diucapkan hal itu tidaklah porno.

“Anak-anak harus diberi pemahaman bahwa yang selama ini sering didengar “Susu, Susu”  itu payudara, alat kelamin perempuan itu vagina dan penis sebutan untuk alat kelamin laki-laki,“ katanya.

“Banyak orangtua tidak mau memberitahu tentang itu, karena dianggap tabu padahal hal tersebut adalah bahasa biologis yang jika diucapkan tidak porno dan harusnya anak-anak dapat akses informasi itu lebih banyak," jelas Grace lebih lanjut.

4. Mimpi dan harapan yang belum terwujud

Kisah Grace, Perempuan Pejuang Kemanusiaan yang Tak Pernah PamrihDok. pribadi/Grace

"Dari dulu ingin mendirikan rumah singgah dan taman  baca untuk anak-anak serta juga memiliki kebun mawar dan kaktus.Karena bagi saya menanam adalah harapan, layaknya menanam bunga mawar kita berharap mawar itu akan tumbuh dengan baik dan memiliki bunga yang indah."

Sama halnya dengan harapan Grace untuk banyak-banyak perempuan Indonesia bahwa perempuan harus terus belajar mandiri baik secara ekonomi maupun sosial. Grace berharap perempuan-perempuan Indonesia untuk berani memutuskan apa yang diinginkan, dicita-citakan, tidak terbatas dengan pilihan-pilihan orang lain atau dengan keputusan-keputusan orang lain, perempuan itu harus independen.

Kalau perempuan  sudah mandiri secara ekonomi dan cerdas dia akan mampu memutuskan banyak hal. Menurut Grace hal tersebut  bukan untuk membuktikan bahwa perempuan lebih dari orang lain, lebih dari laki-laki atau lebih dari suami atau lebih dari pasanganya tapi untuk membuktikan bahwa perempuan punya pilihan sendiri.

Lebih lanjut lagi Grace menegaskan bahwa perempuan harus tetap belajar setinggi-tingginya. Bukan untuk membuktikan menang-kalahnya atau hebat dan tidaknya tapi lebih untuk menghargai diri sendiri.

Baca Juga: Dari Pilu sampai Romantis, Ini 5 Kisah Cinta Para Pejuang Bangsa

elsa fy Photo Writer elsa fy

lahir pada tgl 23 juni 1994

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya