Nada Arini, Founder Sustainable Indonesia (dok. Nada Arini)
Bicara soal sustainable living, Nada menjelaskan bahwa itu bukan lagi gaya hidup melainkan the way of living. Banyak orang yang masih salah kaprah memandang sustainable living, di antaranya bertanya tentang produk.
Nyatanya, produk hanyalah produk kalau gak dibarengi dengan mindset dan perilaku. Meski isu lingkungan gencar digaungkan dari kampanye hingga praktik hidup ramah lingkungan, ternyata masih ada miskonsepsi yang melekat pada masyarakat. Itulah pentingnya memiliki product knowledge.
"Mentang-mentang ramah lingkungan, terus dipakainya sembarangan, ya akhirnya gak jadi ramah lingkungan. Semua produk itu rentan seperti itu kalau gak ada product knowledge," tuturnya.
Nada bercerita, "Kantong kresek sekarang kan dimusuhin banyak orang ya. Padahal dulu diciptain sama orang Swedia tahun 50-an. Dulu itu, orang kalau belanja pakai kantong kertas. Nah, dia mikir kalau pakai kantong kertas itu banyak banget pohon ditebang. Jadi, dia mikir gimana ya caranya mengatasi supaya gak pake kertas dan pohon gak ditebang. Waktu itu udah ada plastik. Akhirnya, dia mikir bikin aja kantong plastik dengan maksud kantong plastik dengan bahan yang durable, ringan, mudah dilipat, murah. Bisa dibuat belanja, angkut barang berat-berat gak masalah."
Produk kresek yang sengaja diciptakan dengan desain pakai ulang, malah kita buang sekali pakai. Alhasil menjadi masalah yang cukup problematik. Sejatinya, inti dari sustainable living bukan pada produk ramah lingkungan, melainkan mindset.
"Kita tuh harus bijak menggunakan sumber daya. Kita itu harus bijak mengonsumsi. Kita harus bijak dalam membuang supaya gak jadi residu. Jadi, kalau ditanya barang apa yang sustainable atau ramah lingkungan, ya barang yang udah kita punya. Barang yang kita punya dirawat, dipakai baik-baik sampai rusak," imbuhnya.
Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk tidak merusak lingkungan. Hidup minimalis, conscious living, hemat energi, slow fashion, dan zero waste merupakan beberapa cara untuk mengurangi dampak negatif ke lingkungan. Bagi Nada, perubahan besar harus dimulai dari perilaku-perilaku kecil yang kita lakukan sehari-hari dengan konsisten.
Salah satu cara yang rutin dilakukannya adalah mengompos. Setiap anggota keluarga punya andil untuk memisahkan sampah organik yang nantinya diolah jadi kompos. Selain itu, ia juga berupaya memperpanjang masa pakai suatu barang selama belum rusak.
Ia mengakui bahwa menjalani hidup seperti ini tidaklah mudah. Semuanya butuh effort dan waktu yang tidak sebentar.
Contoh kecilnya, butuh waktu 4 tahun bagi orangtua Nada mengikuti kebiasaannya mengompos. Untuk itu, ia tidak pernah memaksakan orang lain karena semua ada fasenya.