Luviana di Taman Menteng. 29 November 2019. IDN Times/Febriyanti Revitasari
"Gabung jadi relawan untuk perempuan di KPI Jogja. Waktu itu, aku di Divisi Pemudi dan Mahasiswa. Terus isu buruh perempuan, itu pas di AJI. Aku jadi koordinator dan banyak bekerja sama dengan perguruan tinggi. Jadi, mungkin sudah 10 tahun aku bekerja di isu buruh ini," paparnya.
Selepas kuliah dari Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, ia sempat bekerja sebagai jurnalis di sebuah media. Kala itu, ia bekerja di sebuah stasiun televisi swasta.
Ia melihat kebobrokan pada manajemen yang merugikan dirinya beserta kawan-kawannya. Mulai dari sistem kerja yang tidak obyektif, rendahnya kesejahteraan karyawan, hingga pemberitaan tidak sensitif gender, semua dikritisi.
"Waktu itu kan sempet di-PHK. Itu jadi semakin tertarik ke isu buruh perempuan. Kenapa buruh gitu? Pertama kalau di dunia gerakan itu, buruh itu ketika bertemu dengan sesama buruh yang digaji di bawah UMR, solidaritasnya sangat tinggi. Mereka mendukung advokasiku itu sampai selesai," kisahnya.
Salah satu contoh sederhananya adalah saat para buruh membawakan makanan yang terdiri dari nasi, tempe, telur, dan sayur bayam. Bagaimana tidak hati Luvi tersentuh?
Sehari-hari, buruh tersebut bekerja di pabrik selain harus mengurus banyak anaknya. Namun, mereka masih sempat memperhatikan Luvi. "Hidupku itu aku dedikasikan untuk mendukung buruh," tegas lulusan Pascasarjana Universitas Paramadina tersebut.