Pexels/Danu Hidayaturrahman
Disarikan dari Fiqh Sunnah Wanita hlm. 318-320, karya Syaikh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, perempuan yang sedang melaksanakan iktikaf tetap boleh dilamar maupun dinikahi. Hanya saja, ia dilarang untuk berhubungan badan.
Berdasarkan hadis Shafiyyah, istri Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam menyatakan bahwa ia pernah menemui Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam ketika beliau tinggal di masjid pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan.
Ia bercakap-cakap beberapa saat dengan beliau, lalu beranjak pulang. Nabi Muhammad shalallahu ’alaihi wa sallam pun bangkit untuk mengantarnya, hingga ketika sampai di pintu masjid yang berdekatan dengan pintu rumah Ummu Salamah (HR. Al-Bukhari no. 2053 dan Muslim no. 2175).
Dalam hadis lain, dinyatakan juga bahwa seorang istri diperbolehkan untuk menyentuh suami tanpa disertai syahwat, seperti membasuh kepala, menyisir rambut, atau memberi sesuatu padanya.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memiringkan kepalanya kepadaku ketika beliau sedang tinggal di dalam masjid (iktikaf), lalu aku menyisir rambutnya, sedangkan aku sendiri ketika itu sedang haid. (HR. Al-Bukhari no. 2029)
Hanya saja, seluruh ulama sepakat, bahwa orang yang sedang beriktikaf tidak boleh bercumbu dengan istrinya, meskipun hanya menciumnya atau selainnya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang berbunyi, “Dan janganlah mencampuri mereka, sedang kamu beriktikaf di dalam masjid.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Demikian penjelasan mengenai syarat dan hukum menjalankan iktikaf di bulan Ramadan, terutama bagi perempuan. Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasanmu untuk melakukan kebaikan serta ibadah selama bulan Ramadan.