Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seorang ayah sedang menasehati anak-anaknya (pexels.com/timamiroshnichenko)
ilustrasi seorang ayah sedang menasehati anak-anaknya (pexels.com/timamiroshnichenko)

Mungkin waktu kecil rasanya tidak selalu menyenangkan, tapi dibesarkan dengan cara yang tepat membuatmu tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh dan bertanggung jawab. Orangtua jadul biasanya punya prinsip kuat, disiplin, dan tahu apa yang dibutuhkan anak agar siap menghadapi dunia nyata.

Kalau beberapa hal di bawah ini familiar dengan pengalamanmu, besar kemungkinan kamu dibesarkan oleh orangtua yang jadul tapi tahu cara mendidik. Yuk, langsung cek!

1. Rasa hormat adalah kewajiban

ilustrasi orangtua dan anak bermain bersama (pexels.com/gustavofring)

Di rumah jadul, rasa hormat bukan sekadar ajakan, tapi kewajiban. Kamu diajarkan menghormati orangtua, guru, dan anggota keluarga lain, dan sikap tidak sopan langsung mendapat konsekuensi. Mengucapkan tolong dan terima kasih sudah menjadi kebiasaan alami sejak kecil.

Dilansir Your Tango, menurut Gabriel Young, Ph.D., terapis keluarga berlisensi, cara menghormati anak adalah memahami batas perkembangannya dan menyampaikan aturan dengan bahasa yang mereka pahami. Orangtua jadul juga memberi contoh nyata soal rasa hormat agar anak belajar menghargai orang lain dengan tulus.

2. Pekerjaan rumah adalah tanggung jawab

ilustrasi anak menyortir pakaian (pexels.com/olly)

Anak-anak di rumah jadul selalu diminta menyelesaikan pekerjaan rumah tepat waktu dan dengan baik. Dari menyapu hingga mencuci piring, semua dilakukan untuk menanamkan tanggung jawab sejak dini. Anak yang terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah sejak kecil cenderung lebih percaya diri dan disiplin.

Etos kerja ini menempel hingga dewasa. Banyak anak yang tumbuh dengan sistem ini jadi pekerja keras karena terbiasa disiplin sejak dini.

3. Sopan santun bukan opsional

Ilustrasi anak-anak tersenyum (pexels.com/xomidov)

Sopan santun adalah hal wajib di rumah jadul. Anak-anak diajarkan menyapa orang saat masuk ruangan, bersyukur, menahan pintu untuk orang lain, dan selalu mengatakan permisi atau maaf.

Menurut Ronald Stolberg, Ph.D., psikolog klinis berlisensi, dilansir Your Tango, dengan menjelaskan nilai-nilai keluarga, anak memahami ekspektasi sopan santun dalam keluarga, sehingga tidak ada perdebatan tentang apa yang baik. Prinsip ini membuat anak siap bersikap sopan di rumah maupun di luar lingkungan keluarga.

4. Kamu bertanggung jawab atas tindakan sendiri

ilustrasi memasak ibu dan anak (pexels.com/rdne)

Orangtua jadul menekankan pentingnya akuntabilitas. Kesalahan harus dihadapi dan dipelajari, bukan dihindari. Anak belajar bahwa kesalahan wajar, tapi cara memperbaikinya yang membedakan orang dewasa yang bertanggung jawab.

Sekarang, ketika dewasa, kamu mampu mengakui kesalahan tanpa takut menghadapi konsekuensi. Pondasi ini menanamkan nilai moral dan etika yang kuat.

5. Bermain di luar lebih penting daripada layar

ilustrasi anak bermain di lapangan rumput (pexels.com/jonasmohamadi)

Anak-anak dengan parenting jadul biasanya tidak dibiarkan berjam-jam menatap TV atau tablet. Mereka justru diajak main di luar, berinteraksi dengan teman, dan aktif bergerak. Menurut Angela Hanscom, terapis okupasi anak, dilansir Business Insider, bermain di luar melatih kemampuan sensorik yang bermanfaat ketika anak kembali beraktivitas di dalam rumah.

“Bermain di luar mendukung perkembangan indera dan gerak anak, yang menjadi fondasi penting bagi kemampuan mereka mengatur dan mengendalikan diri,” kata Hanscom. Aktivitas ini mendukung perkembangan sosial, emosional, dan fisik anak secara seimbang.

Kini, ketika dewasa, pengalaman nyata ini membuatmu lebih kreatif dan mandiri. Interaksi sosial langsung membentuk karakter lebih kuat dibanding hanya menempel pada layar.

6. Hidup tidak dimaniskan

ilustrasi seorang ayah sedang menasehati anak-anaknya (pexels.com/timamiroshnichenko)

Orangtua jadul selalu jujur tentang kenyataan hidup dan menolak melindungi anak dari kesulitan. Anak diajarkan menghadapi tantangan dengan ketahanan dan kekuatan. Dilansir Your Tango, Richard Cytowic, MD, menjelaskan, melindungi anak dari kenyataan kadang menahan mereka untuk belajar dari kesulitan dan membangun ketahanan.

Anak belajar bahwa kegagalan dan rintangan bukan akhir dari segalanya. Dengan cara ini, mereka siap menghadapi dunia nyata yang tidak selalu mudah.

7. Kemandirian dan inisiatif selalu didorong

ilustrasi grocery shopping bareng anak (pexels.com/anna-pou)

Anak-anak diajarkan mengurus diri sendiri, seperti mencuci pakaian, memasak, hingga mengatur keuangan pribadi. Orangtua jadul menekankan pentingnya kemandirian agar anak siap menjadi orang dewasa yang kompeten.

“Penting bagi anak untuk diberi kesempatan mencoba sesuatu, mengulanginya, menemukan cara mereka sendiri, tanpa langsung diberi tahu bahwa itu salah,” jelas Dr. Tovah Klein, Direktur Barnard Center for Toddler Development, dilansir Business Insider.

Belajar mengambil inisiatif membuat anak tidak bergantung pada orang lain. Kemandirian ini terbawa hingga dewasa, membantu menghadapi berbagai tantangan hidup.

8. Hargai apa yang dimiliki, bukan selalu minta lebih

ilustrasi ibu dan anak memeriksa buah (pexels.com/pavel-danilyuk)

Orangtua jadul menekankan rasa syukur daripada memberikan segalanya secara materi. Anak-anak belajar menghargai hal-hal yang ada, merawat barang-barang lama, dan menikmati apa yang dimiliki.

Hal ini membentuk sikap dewasa yang bijaksana dan tidak konsumtif. Anak belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal-hal baru, tapi dari kemampuan menghargai apa yang sudah dimiliki.

Dibesarkan dengan pola asuh jadul memang terasa keras, tapi justru itu yang bikin kamu tangguh dan siap hadapi hidup. Kalau poin-poin tadi relate banget sama masa kecilmu, artinya kamu tumbuh dengan didikan yang old school but gold.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team