Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Kesalahan Pola Asuh yang Bikin Anak Sulit Jadi Pemimpin

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)
ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)

Setiap orangtua tentu ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi tangguh, mandiri, dan mampu memimpin dirinya sendiri maupun orang lain. Namun, tanpa sadar ada pola asuh yang justru membuat anak kehilangan kesempatan belajar hal penting dalam hidup. Alih-alih menumbuhkan jiwa kepemimpinan, sikap ini malah bisa menghambat perkembangan anak dalam jangka panjang.

Dilansir Forbes, Dr. Tim Elmore , seorang pakar kepemimpinan, menyebutkan ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan orangtua dalam mendidik anak. Kalau dibiarkan, kebiasaan ini bisa membuat anak kurang percaya diri, sulit mandiri, dan tak siap menghadapi tantangan hidup. Berikut kesalahan pola asuh yang perlu dihindari agar anak punya peluang besar berkembang sebagai pemimpin di masa depan.

1. Terlalu melindungi dari risiko

ilustrasi anak dan orangtua (pexels.com/panditwiguna)
ilustrasi anak dan orangtua (pexels.com/panditwiguna)

Orangtua biasanya ingin anak selalu aman, tapi terlalu melindungi justru membuat mereka kehilangan kesempatan belajar. Anak yang jarang bermain di luar atau mencoba hal baru bisa tumbuh dengan rasa takut berlebihan terhadap dunia. Padahal, jatuh, gagal, atau ditolak adalah bagian penting dari proses belajar.

Kalau anak tidak pernah merasakan risiko, mereka bisa tumbuh dengan sikap arogan tapi rapuh di dalam. Mereka juga cenderung sulit mengendalikan rasa takut saat dewasa. Dengan membiarkan anak menghadapi risiko kecil, orangtua sebenarnya sedang menyiapkan mereka jadi pribadi yang lebih kuat dan berani.

2. Terlalu cepat menolong

ilustrasi ibu dan anak bermain laptop di tempat tidur (pexels.com/olly)
ilustrasi ibu dan anak bermain laptop di tempat tidur (pexels.com/olly)

Ketika anak menghadapi masalah, naluri orangtua adalah segera membantu. Tapi kalau kebiasaan ini terus dilakukan, anak akan kesulitan belajar mencari solusi sendiri. Mereka jadi terbiasa bergantung pada orang lain untuk menyelesaikan kesulitan.

Padahal, salah satu ciri pemimpin adalah kemampuan menghadapi tantangan dengan mandiri. Jika selalu ditolong, anak akan tumbuh dengan pola pikir “akan selalu ada yang menyelamatkan”. Akibatnya, mereka kurang siap menghadapi kenyataan hidup yang penuh konsekuensi.

“Orangtua mungkin bermaksud baik, misalnya ingin melindungi anak dari situasi sulit atau menantang. Namun, tanpa disadari, hal itu bisa membuat anak kurang percaya diri dan kesulitan menghadapi masalah sendiri, sehingga kemampuan kepemimpinan anak ikut terpengaruh,” kata Dr. Judith Locke, psikolog klinis dan visiting fellow di Queensland University of Technology, dilansir BBC.

3. Terlalu mudah memberi pujian

ilustrasi ayah dan anak sedang berbincang (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi ayah dan anak sedang berbincang (pexels.com/cottonbro)

Pujian memang bisa memotivasi, tapi jika terlalu sering diberikan tanpa alasan jelas, justru bisa menyesatkan. Anak akan merasa semua yang mereka lakukan selalu benar meski sebenarnya tidak. Lama-kelamaan, mereka bisa kehilangan rasa objektif terhadap kemampuan diri sendiri.

“Dalam penelitian saya, terlihat bahwa anak-anak yang tumbuh dengan terlalu banyak perlindungan biasanya juga sering diberi pujian berlebihan. Akibatnya, mereka jadi kurang terbiasa menerima kritik yang sebenarnya bisa membangun,” jelas Dr. Judith Locke.

Mentalitas “semua pemenang” mungkin membuat anak senang sesaat, tapi tidak mempersiapkan mereka menghadapi kenyataan. Mereka bisa tumbuh dengan kecenderungan menipu atau menghindari kenyataan sulit. Pemimpin sejati justru lahir dari proses menghadapi kegagalan dengan jujur.

 

4. Membiarkan rasa bersalah menguasai

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/kindelmedia)
ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/kindelmedia)

Banyak orangtua tidak tega melihat anak kecewa, sehingga akhirnya menuruti semua permintaan. Namun, sikap ini bisa membuat anak jadi manja dan merasa segalanya harus berjalan sesuai keinginan mereka. Padahal, tidak semua hal dalam hidup bisa didapat dengan mudah.

Anak perlu belajar bahwa keberhasilan datang dari usaha, bukan hadiah instan. Jika setiap pencapaian selalu dibayar dengan materi, motivasi mereka akan dangkal. Pada akhirnya, anak kesulitan memahami arti cinta tanpa syarat dan perjuangan sesungguhnya.

5. Tidak membagikan pengalaman kesalahan

ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)

Anak sering kali butuh arahan nyata, bukan sekadar nasihat kosong. Orangtua bisa membantu dengan berbagi pengalaman kesalahan yang pernah dilakukan di masa muda. Cerita ini bisa menjadi pelajaran berharga agar anak lebih bijak dalam mengambil keputusan.

Tentu saja, cerita yang dibagikan harus relevan dan membangun, bukan justru mendorong perilaku negatif. Dengan tahu bahwa orangtua juga pernah salah, anak akan belajar bahwa kegagalan adalah bagian wajar dari hidup. Hal ini membuat mereka lebih siap menghadapi konsekuensi dari keputusan sendiri.

“Orangtua sering lupa berbagi pengalaman gagal. Padahal, jika mereka berbagi cerita itu, anak yang sedang membuat kesalahan atau kecewa akan merasa dimengerti dan tahu bahwa kegagalan adalah hal yang wajar. Dengan ini, anak belajar menghadapi kesalahan tanpa takut atau merasa sendirian,” jelas Tim Jordan, M.D., seorang konselor, dilansir Business Insider.

6. Menyamakan kecerdasan dengan kedewasaan

ilustrasi ibu dan anak sedang makan bersama (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi ibu dan anak sedang makan bersama (pexels.com/cottonbro)

Banyak orangtua bangga dengan kepintaran anak, lalu menganggap mereka sudah dewasa. Padahal, kecerdasan akademis tidak selalu sejalan dengan kedewasaan emosional atau sosial. Anak berbakat tetap butuh bimbingan dalam hal tanggung jawab.

Jangan buru-buru memberi kebebasan hanya karena anak terlihat pintar. Bandingkan dengan anak sebaya untuk melihat apakah kemandirian mereka sudah seimbang. Kalau tidak, bisa jadi orangtua justru menghambat perkembangan dengan terlalu cepat melepas tanggung jawab.

7. Tidak memberi teladan yang baik

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)
ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)

Anak belajar paling cepat dari apa yang mereka lihat sehari-hari. Jika orangtua tidak konsisten antara ucapan dan tindakan, anak akan menangkap sinyal yang membingungkan. Mereka bisa tumbuh dengan standar ganda dalam hidup.

Pemimpin sejati lahir dari integritas dan keteladanan. Kalau orangtua membiasakan kejujuran, kerja keras, dan sikap peduli, anak akan meniru itu secara alami. Dari rumah, mereka belajar bagaimana menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan bisa diandalkan.

Itulah beberapa kesalahan pola asuh yang tanpa sadar bisa bikin anak sulit jadi pemimpin. Mengasuh memang tidak mudah, tapi dengan kesadaran penuh, orangtua bisa membantu anak tumbuh sebagai pribadi tangguh yang siap menghadapi dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima Wima
EditorPinka Wima Wima
Follow Us

Latest in Life

See More

7 Aktivitas Low Budget buat Diri Sendiri saat Long Weekend

10 Sep 2025, 13:16 WIBLife