Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Cara agar Tidak Stres Saat Mendapat Revisi dari Atasan, Anti Drama!

ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/KamranAydinov)
ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/KamranAydinov)

Mendapat revisi dari atasan merupakan bagian tak terelakkan dalam dunia kerja. Tak jarang, situasi ini menimbulkan tekanan tersendiri bagi karyawan yang merasa hasil kerjanya kurang dihargai atau tidak sesuai harapan. Kondisi psikologis bisa terganggu apabila tanggapan dari atasan disampaikan secara keras, terburu-buru, atau tanpa penjelasan yang memadai.

Perasaan kecewa, cemas, hingga frustasi dapat muncul dan menumpuk, terutama ketika revisi datang berulang kali. Dalam jangka panjang, tekanan tersebut bisa berkembang menjadi stres kerja yang berpengaruh terhadap produktivitas dan kesehatan mental.

Untuk menghindari situasi tersebut, langsung saja intip ketujuh cara agar tidak stres saat mendapat revisi dari atasan berikut ini. Let's scroll down!

1. Menerima revisi sebagai bagian dari proses profesional

ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/pressfoto)
ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/pressfoto)

Revisi bukanlah bentuk penolakan, melainkan proses penyempurnaan terhadap suatu pekerjaan. Dalam lingkup kerja profesional, hasil akhir yang diharapkan bukan hanya tentang penyelesaian tugas, melainkan pencapaian mutu terbaik sesuai dengan visi organisasi. Saat atasan memberikan revisi, hal tersebut sejatinya menunjukkan perhatian terhadap kualitas dan tanggung jawab terhadap hasil akhir. Menerima hal ini dengan pemahaman yang jernih akan mengurangi potensi tekanan emosional yang berlebihan.

Menempatkan revisi dalam kerangka proses pengembangan diri bisa membantu mengubah persepsi terhadap kritik. Proses belajar tidak berhenti setelah memperoleh pekerjaan; sebaliknya, dunia kerja adalah ruang pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan menyadari hal tersebut, rasa kecewa bisa dialihkan menjadi motivasi untuk terus meningkatkan keterampilan dan pemahaman. Sikap ini membantu menjaga ketenangan dalam menghadapi revisi dan mendorong profesionalisme dalam jangka panjang.

2. Mengendalikan reaksi emosional dengan menarik napas panjang

ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/pressfoto)
ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/pressfoto)

Reaksi spontan saat menerima revisi bisa mencerminkan kondisi mental yang belum stabil. Terkadang, rasa jengkel, kecewa, bahkan rasa tidak dihargai bisa muncul seketika. Namun, reaksi tersebut hanya akan memperkeruh suasana dan memperburuk hubungan kerja. Dalam situasi seperti ini, menarik napas panjang dan memberi waktu beberapa menit untuk menenangkan diri sangat diperlukan agar pikiran tetap jernih dan emosi tidak meledak-ledak.

Menunda respons impulsif adalah bentuk kedewasaan dalam menghadapi tekanan. Saat tubuh diberikan kesempatan untuk tenang melalui pernapasan dalam, hormon stres akan berkurang dan otak menjadi lebih mampu berpikir rasional. Pendekatan semacam ini tidak hanya bermanfaat dalam jangka pendek, tetapi juga melatih kebiasaan mengelola stres dengan cara yang sehat. 

3. Fokus pada solusi bukan perasaan

ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/freepik)
ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/freepik)

Perasaan kecewa atau tidak puas terhadap revisi memang tidak bisa dihindari, namun berlarut dalam perasaan tersebut hanya akan menunda produktivitas. Fokus sebaiknya diarahkan pada langkah perbaikan yang bisa dilakukan. Menelaah poin-poin revisi secara objektif akan membantu menyusun rencana kerja baru yang lebih tepat sasaran. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan memisahkan perasaan pribadi dengan tugas profesional sangat diperlukan.

Mengarahkan perhatian pada solusi juga mempercepat penyelesaian revisi. Energi yang semula tersedot untuk mengeluh atau merasa direndahkan bisa dialihkan ke tindakan nyata yang produktif. Hasil kerja yang telah diperbaiki dengan cermat akan menunjukkan komitmen terhadap mutu serta kemampuan untuk beradaptasi. Pendekatan ini memperlihatkan kedewasaan profesional dan membuka peluang untuk mendapatkan kepercayaan yang lebih besar di kemudian hari.

4. Menjadikan revisi sebagai cerminan kesempatan belajar

ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/freepik)
ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/freepik)

Revisi dari atasan tidak selalu menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan buruk. Sering kali, revisi diberikan agar pekerjaan bisa disesuaikan dengan standar tertentu atau konteks yang belum sepenuhnya dipahami. Situasi semacam ini bisa dijadikan kesempatan untuk memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman. Menerima revisi sebagai bentuk umpan balik yang membangun akan membantu mempercepat proses pembelajaran dalam dunia kerja.

Setiap catatan dari atasan bisa dijadikan bahan refleksi. Dari situ dapat ditemukan pola atau kekurangan tertentu yang perlu dibenahi. Hal ini memberikan kesempatan untuk memperbaiki keterampilan teknis maupun pendekatan kerja yang digunakan. Semakin terbuka terhadap proses pembelajaran, semakin tinggi pula kemungkinan untuk berkembang menjadi sosok profesional yang unggul dan adaptif.

5. Membangun komunikasi yang terbuka dan profesional

ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/azerbaijan_stockers)
ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/azerbaijan_stockers)

Salah satu kunci menghindari stres saat mendapat revisi adalah menjaga komunikasi yang baik dengan atasan. Jika ada bagian dari revisi yang belum dipahami, sangat penting untuk mencari penjelasan secara profesional. Komunikasi yang terbuka bisa mencegah kesalahpahaman dan memperjelas ekspektasi dari atasan. Dengan begitu, proses revisi bisa berjalan lebih lancar tanpa menimbulkan beban emosional yang tidak perlu.

Penting untuk menyampaikan pertanyaan atau klarifikasi dengan nada sopan dan penuh rasa hormat. Gaya komunikasi yang asertif akan menunjukkan bahwa tanggapan terhadap revisi dilakukan dengan tanggung jawab dan semangat perbaikan. Komunikasi seperti ini bukan hanya mempererat hubungan kerja, tetapi juga membangun kepercayaan dua arah yang penting dalam lingkungan kerja yang sehat.

6. Mengatur waktu pengerjaan ulang dengan bijak

ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/halayalex)
ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/halayalex)

Setelah menerima revisi, penting untuk segera menyusun ulang jadwal kerja agar revisi dapat diselesaikan tanpa tergesa-gesa. Mengatur waktu secara realistis memungkinkan proses perbaikan dilakukan dengan teliti dan tanpa tekanan berlebihan. Menunda revisi hanya akan memperpanjang stres dan meningkatkan risiko kesalahan yang sama terulang kembali.

Manajemen waktu yang baik akan memberikan rasa kontrol terhadap pekerjaan yang harus dilakukan. Memecah pekerjaan revisi ke dalam bagian-bagian kecil bisa membuat tugas terasa lebih ringan dan mudah ditangani. Dengan pendekatan ini, tekanan psikologis akan berkurang dan produktivitas tetap terjaga. Mengelola waktu secara bijak merupakan strategi penting untuk menghadapi revisi dengan kepala dingin.

7. Menjaga keseimbangan emosional di luar pekerjaan

ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/freepik)
ilustrasi pria mengerjakan revisi dari atasan (freepik.com/freepik)

Menghadapi revisi secara berulang tanpa dukungan keseimbangan emosional bisa menimbulkan kelelahan mental. Maka dari itu, penting untuk memastikan bahwa kegiatan di luar jam kerja turut berperan dalam menjaga kesehatan psikologis. Aktivitas seperti olahraga ringan, membaca, atau sekadar berjalan di alam terbuka bisa memberikan kesegaran pikiran dan membantu mengembalikan semangat.

Memiliki waktu untuk diri sendiri membantu meredakan ketegangan yang mungkin tidak terselesaikan di tempat kerja. Ketika tubuh dan pikiran diberi kesempatan untuk beristirahat dan dipulihkan, kemampuan untuk menerima tekanan kerja, termasuk revisi, akan meningkat. Keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi adalah fondasi penting untuk tetap waras dalam menghadapi tuntutan kerja yang dinamis.

Dalam lingkungan profesional, kemampuan untuk menerima koreksi dengan sikap terbuka dan dewasa merupakan keunggulan yang membedakan seseorang dari yang lain. Ketika revisi tidak lagi dianggap sebagai beban, tetapi sebagai peluang untuk tumbuh dan berkembang, maka pekerjaan akan terasa lebih bermakna dan menyenangkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Wahyu Kurniawan
EditorWahyu Kurniawan
Follow Us