Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pria bekerja (freepik.com/ArthurHidden)

Intinya sih...

  • Sering menunda tugas penting atau keputusan karena ketakutan tidak mampu

  • Terlalu perfeksionis terhadap hasil karya, membuat sulit merasa puas

  • Meremehkan kemampuan dan pencapaian sendiri akibat perbandingan dengan orang lain

Dalam menjalani kehidupan, tidak sedikit orang yang menjadi penghalang terbesar bagi dirinya sendiri. Bukan orang lain, bukan pula keadaan, tetapi justru tindakan dan pola pikir yang secara tidak sadar menghambat kemajuan pribadi.

Fenomena ini dikenal dengan istilah menyabotase diri sendiri. Perilaku ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari menunda pekerjaan penting hingga meremehkan kemampuan diri sendiri. Meski tampak sepele, sabotase diri dapat berdampak besar terhadap produktivitas, kualitas hidup, dan pencapaian tujuan jangka panjang.

Agar kamu dapat mengenalinya lebih dini, yuk simak tujuh cara menyadari bahwa kamu sering menyabotase diri sendiri berikut ini. Cek, yuk!

1. Sering menunda tugas atau keputusan penting

ilustrasi pria bekerja (freepik.com/azerbaijan_stockers)

Menunda-nunda hal penting merupakan salah satu bentuk sabotase diri yang paling umum. Kebiasaan ini seringkali tidak terlihat sebagai masalah besar, namun dalam jangka panjang bisa menghambat kemajuan. Menunda tugas penting bukan hanya membuat waktu terbuang, tetapi juga menciptakan tekanan emosional yang meningkat seiring waktu. 

Perilaku ini bisa jadi disebabkan oleh ketakutan tidak mampu menjalankan tugas dengan baik atau perasaan tidak cukup cakap untuk membuat keputusan. Penundaan menjadi mekanisme pelarian dari kenyataan, yang kemudian memperkuat keyakinan bahwa diri sendiri memang tidak mampu. 

2. Terlalu perfeksionis terhadap hasil karya

ilustrasi pria bekerja (freepik.com/KamranAydinov)

Perfeksionisme sering disalahartikan sebagai tanda komitmen terhadap kualitas, padahal dalam banyak kasus, sikap ini justru menjadi bentuk sabotase. Ketika seseorang menuntut kesempurnaan mutlak dari dirinya sendiri, ia cenderung tidak pernah merasa puas terhadap apa yang telah dicapai. Hal ini dapat memicu kelelahan mental, penundaan berkepanjangan, bahkan menghambat inisiatif untuk memulai sesuatu yang baru.

Sikap perfeksionis membuat seseorang menetapkan standar yang tidak realistis, sehingga setiap kegagalan kecil dianggap sebagai bencana besar. Rasa takut tidak mencapai ekspektasi yang tinggi ini bisa menahan seseorang dari mencoba atau menyelesaikan sesuatu. Padahal, kemajuan lebih penting daripada kesempurnaan, dan hasil yang baik sudah cukup untuk membawa perubahan positif.

3. Meremehkan kemampuan dan pencapaian diri sendiri

ilustrasi pria bekerja (freepik.com/freepik)

Membandingkan diri dengan orang lain seringkali menjadi pemicu seseorang meremehkan pencapaiannya sendiri. Merasa tidak cukup baik, merasa tertinggal, atau menganggap pencapaian orang lain lebih bernilai, bisa menimbulkan perasaan rendah diri yang menyesatkan. Kebiasaan ini merupakan sabotase mental yang pelan-pelan mengikis kepercayaan diri dan rasa syukur atas perkembangan diri.

Sikap meremehkan diri juga kerap muncul dari pola pikir yang terlalu kritis terhadap diri sendiri. Dalam situasi seperti ini, seseorang lebih fokus pada kekurangan daripada kelebihan yang dimiliki. Mengakui pencapaian, sekecil apa pun, adalah bentuk penghargaan terhadap proses dan usaha. Mengabaikan pencapaian hanya akan menciptakan ilusi bahwa tidak ada kemajuan yang berarti, padahal itu tidak sesuai dengan kenyataan.

4. Menolak kesempatan baru karena takut gagal

ilustrasi pria bekerja (freepik.com/cookie_studio)

Ketakutan akan kegagalan dapat menjadi penghalang besar dalam mengambil langkah maju. Ketika seseorang selalu menolak kesempatan baru dengan alasan belum siap atau tidak yakin dengan kemampuan diri, itu bisa jadi tanda sabotase diri yang perlu diperhatikan. Rasa takut tersebut seringkali bukan berasal dari ketidakmampuan, tetapi dari bayangan kegagalan yang diciptakan dalam pikiran.

Penolakan terhadap peluang merupakan bentuk pelindungan diri yang keliru. Daripada menghadapi tantangan dan risiko kegagalan, seseorang lebih memilih untuk tetap berada dalam zona nyaman. Padahal, kesempatan adalah pintu menuju pembelajaran dan pertumbuhan. Ketika menolak kesempatan tanpa mencoba, yang hilang bukan hanya peluang, tetapi juga potensi diri yang tak pernah diketahui.

5. Terjebak dalam pola hubungan yang tidak sehat

ilustrasi pria bekerja (freepik.com/marymarkevich)

Menyabotase diri tidak hanya terjadi dalam konteks pekerjaan atau pencapaian pribadi, tetapi juga dalam hubungan sosial. Seseorang bisa saja terus-menerus menjalin relasi dengan orang-orang yang merendahkan, memanfaatkan, atau memberikan pengaruh negatif terhadap kesejahteraan emosional.

Pola ini sering muncul dari pengalaman masa lalu yang belum diselesaikan, seperti luka emosional atau trauma. Seseorang mungkin merasa nyaman dalam pola relasi yang menyakitkan karena sudah terbiasa dengan dinamika tersebut. Padahal, mempertahankan hubungan yang tidak sehat adalah bentuk sabotase terhadap kesehatan mental dan kebahagiaan pribadi. 

6. Sering mengkritik diri secara berlebihan

ilustrasi pria bekerja (freepik.com/freepik)

Kritik terhadap diri sendiri memang diperlukan untuk evaluasi dan pertumbuhan, tetapi jika dilakukan secara berlebihan, justru menjadi racun mental. Seseorang yang terus-menerus menyalahkan dirinya atas hal-hal kecil atau merasa bersalah tanpa alasan yang kuat sedang menjalankan pola sabotase diri. Pola pikir negatif ini bisa menghambat perkembangan pribadi karena menciptakan perasaan tidak layak dan selalu kurang.

Kritik diri yang tidak proporsional seringkali berasal dari standar internal yang terlalu tinggi atau ekspektasi sosial yang tidak realistis. Setiap kesalahan kecil diperlakukan seperti kegagalan besar, padahal dalam proses belajar, kesalahan adalah hal wajar. Mengubah kritik yang menyakiti menjadi evaluasi yang membangun adalah cara sehat untuk berkembang tanpa merusak kepercayaan diri.

7. Mengabaikan kesehatan fisik dan emosional

ilustrasi pria bekerja (freepik.com/freepik)

Mengabaikan kebutuhan dasar seperti istirahat, makan bergizi, dan menjaga kesehatan mental juga merupakan bentuk sabotase terhadap diri sendiri. Ketika seseorang terlalu sibuk hingga melupakan kesehatannya, atau justru secara sadar menunda merawat diri dengan dalih tidak punya waktu, ia sedang membiarkan dirinya jatuh dalam siklus kelelahan dan stres berkepanjangan.

Perilaku ini seringkali dipicu oleh perasaan tidak layak untuk merawat diri atau kepercayaan bahwa kesuksesan harus dicapai dengan mengorbankan kenyamanan pribadi. Padahal, tubuh dan pikiran yang sehat merupakan fondasi untuk menjalani kehidupan yang produktif dan bermakna. Menyadari pentingnya kesehatan adalah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri dan langkah awal untuk keluar dari kebiasaan menyabotase diri.

Berhenti menyabotase diri bukan berarti menjadi sempurna, tetapi mulai berani mempercayai proses, menerima ketidaksempurnaan, dan memberikan ruang bagi diri sendiri untuk tumbuh. Dengan mengenali tanda-tandanya, kamu dapat mulai menjalani hidup yang lebih sehat kedepannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team