Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pria sulit move on (pexels.com/Nathan Cowley)
ilustrasi pria sulit move on (pexels.com/Nathan Cowley)

Kepribadian ISTJ dikenal dengan sifat yang praktis, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Tipe ini sangat terorganisasi dan lebih suka menghadapi hidup dengan cara yang terstruktur dan stabil. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, ISTJ mengandalkan pengalaman masa lalu sebagai fondasi dalam membuat keputusan. Hal ini membuat mereka cenderung reflektif terhadap hal-hal yang sudah terjadi.

Masa lalu bukan hanya sekadar kenangan bagi ISTJ, melainkan komponen penting dalam menyusun cara pandang dan arah hidup. Ketika mengalami kehilangan atau perubahan besar, seperti akhir dari sebuah hubungan atau kegagalan pribadi, ISTJ akan mengalami tantangan besar dalam melanjutkan hidup ke depan.

Yuk, simak ketujuh hal yang membuat ISTJ sulit untuk move on dari masa lalu berikut ini. Simak sampai akhir, ya!

1. Terlalu fokus pada tanggung jawab yang pernah dipikul

ilustrasi pria sulit move on (pexels.com/Inzmam Khan)

ISTJ menjunjung tinggi prinsip tanggung jawab, terutama dalam konteks hubungan dan pekerjaan. Ketika sebuah hubungan berakhir, ISTJ tidak serta-merta melihatnya sebagai akhir dari kisah cinta semata, tetapi sebagai kegagalan dalam menjalankan peran dan kewajiban. Mereka akan merasa telah mengecewakan orang lain atau melalaikan tugas yang seharusnya dijalankan dengan sempurna. Perasaan bersalah ini akan terus membayangi pikiran dan memperpanjang proses pemulihan emosional.

Bahkan setelah hubungan berakhir, ISTJ sering kali tetap memikirkan bagaimana jika ia melakukan sesuatu dengan cara berbeda. Pikiran semacam ini membuat mereka merasa harus menebus kesalahan, walaupun peluang untuk memperbaiki keadaan telah lewat. Fokus pada rasa tanggung jawab ini menjadi hambatan besar dalam proses melupakan dan menerima kenyataan baru. Alih-alih melepaskan, ISTJ lebih banyak menyiksa diri dengan penyesalan dan introspeksi berlebihan.

2. Ketergantungan pada rutinitas masa lalu

ilustrasi pria sulit move on (pexels.com/Mike Greer)

Sebagai pribadi yang sangat menyukai keteraturan, ISTJ memiliki kebiasaan membangun rutinitas dalam berbagai aspek kehidupan. Ketika menjalani hubungan, mereka secara tidak sadar membentuk pola aktivitas yang konsisten bersama pasangannya. Mulai dari jadwal harian, tempat favorit, hingga cara berbicara, semua menjadi bagian dari rutinitas yang memberikan rasa aman dan stabil.

Setelah hubungan berakhir, perubahan drastis dalam rutinitas membuat ISTJ merasa hampa. Kehilangan struktur yang sudah terbentuk bertahun-tahun menciptakan kekosongan yang sulit diisi. Alih-alih menyambut perubahan sebagai peluang untuk tumbuh, ISTJ kerap terjebak dalam kerinduan terhadap kehidupan lama yang sudah tidak lagi relevan. Ketidakmampuan untuk membentuk rutinitas baru menjadi salah satu faktor utama yang menghambat proses move on.

3. Sulit menyampaikan dan mengekspresikan emosi

ilustrasi pria sulit move on (pexels.com/Andrew Neel)

ISTJ dikenal sebagai pribadi yang tertutup dalam hal perasaan. Mereka lebih memilih menyimpan emosi untuk diri sendiri dan hanya mengekspresikannya dalam bentuk tindakan nyata. Ketika menghadapi kehilangan atau perpisahan, ISTJ cenderung memendam kesedihan dan tidak mencari pelampiasan emosional melalui orang lain. Hal ini menyebabkan tekanan batin yang tidak tersalurkan dengan baik.

Ketika emosi tertahan dalam waktu yang lama, ISTJ menjadi rentan terhadap stres internal yang tidak terlihat secara kasat mata. Keengganan untuk berbagi cerita atau meminta bantuan membuat proses penyembuhan menjadi lebih panjang dan kompleks. ISTJ percaya bahwa menunjukkan perasaan merupakan bentuk kelemahan, padahal dalam kenyataannya, membuka diri bisa membantu mempercepat proses pemulihan dari luka masa lalu.

4. Terjebak dalam penilaian logis terhadap masa lalu

ilustrasi pria sulit move on (pexels.com/Yogendra Singh)

Sebagai pribadi yang mengedepankan logika, ISTJ cenderung mengevaluasi masa lalu secara analitis. Setiap kejadian, percakapan, dan keputusan diurai secara sistematis dalam pikiran untuk mencari pemahaman rasional. Proses ini sering kali berujung pada pembenaran atau penolakan terhadap hal-hal yang sebenarnya bersifat emosional dan subjektif.

Alih-alih membiarkan diri merasa kecewa atau sedih, ISTJ mencoba memahami segala sesuatunya dengan logika. Namun, tidak semua hal dalam kehidupan bisa dijelaskan secara rasional. Hubungan manusia melibatkan perasaan, intuisi, dan dinamika yang tak terukur. Ketika ISTJ terlalu lama mencari jawaban logis, mereka justru makin terjebak dalam ingatan yang tidak kunjung usai. Kemampuan berpikir logis yang menjadi kekuatan utama mereka, justru menjadi hambatan dalam proses pelepasan.

5. Kesulitan mempercayai orang baru

ilustrasi pria sulit move on (pexels.com/Lukas Rychvalsky)

Setelah mengalami kegagalan dalam hubungan atau pengalaman buruk di masa lalu, ISTJ cenderung menarik diri dari interaksi sosial yang bersifat emosional. Mereka menjadi lebih selektif dan berhati-hati dalam membuka hati kepada orang baru. Ketakutan akan pengulangan kesalahan membuat ISTJ enggan memulai hubungan baru meskipun waktu telah berlalu cukup lama.

Rasa percaya bagi ISTJ bukan sesuatu yang mudah diberikan. Proses membangun kepercayaan memerlukan waktu yang panjang dan konsistensi dalam tindakan. Ketika kepercayaan itu rusak, ISTJ membutuhkan usaha besar untuk kembali merasa aman secara emosional. Akibatnya, mereka lebih memilih bertahan dalam bayang-bayang masa lalu daripada mengambil risiko untuk kembali terluka. 

6. Terikat pada nilai dan komitmen jangka panjang

ilustrasi pria sulit move on (pexels.com/Demeter Attila)

ISTJ dikenal sangat setia terhadap prinsip dan nilai hidup yang mereka anut. Dalam menjalin hubungan, ISTJ memandang komitmen sebagai bagian dari integritas pribadi. Ketika memberi janji, mereka bersungguh-sungguh menjalaninya dengan sepenuh hati. Maka, ketika hubungan tidak berjalan sesuai harapan, ISTJ merasa bahwa nilai hidup yang mereka pegang telah dikhianati.

Perasaan ini tidak mudah dihapuskan. ISTJ akan terus memikirkan bagaimana segala sesuatu bisa berubah drastis dan mengapa komitmen yang pernah dipegang teguh harus berakhir. Pemikiran ini sering kali membuat mereka terus menghidupkan kembali masa lalu dalam benak, meskipun kenyataan sudah tidak lagi memberikan ruang untuk kembali. Keteguhan hati terhadap nilai-nilai tersebut justru menjadi belenggu yang menghambat pertumbuhan pribadi dan emosi.

7. Kecenderungan menutup diri dari perubahan emosional

ilustrasi pria sulit move on (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Perubahan adalah hal yang sulit bagi ISTJ, terutama jika menyangkut aspek emosional. Mereka lebih menyukai kestabilan dan kesinambungan dibanding ketidakpastian dan ketidakjelasan. Saat kehidupan memaksa mereka untuk meninggalkan sesuatu yang pernah berarti, seperti hubungan atau situasi yang nyaman, ISTJ cenderung menolak perubahan tersebut dengan berbagai cara.

Penolakan ini tidak selalu tampak secara eksplisit, tetapi bisa terlihat dari sikap pasif, keengganan untuk mencoba hal baru, dan kesulitan dalam menerima kondisi emosional yang berubah. ISTJ akan terus berpegang pada perasaan yang sudah tidak relevan karena perubahan dianggap sebagai ancaman terhadap kestabilan pribadi. Dalam jangka panjang, sikap ini hanya memperpanjang proses penyembuhan dan membuat mereka tertinggal dalam dinamika kehidupan yang terus bergerak maju.

Kesulitan untuk move on dari masa lalu bukan karena kelemahan, melainkan karena keterikatan ISTJ terhadap nilai, tanggung jawab, dan keteraturan. Proses untuk keluar dari masa lalu memerlukan waktu, kesabaran, dan kesediaan untuk membuka diri terhadap ketidakpastian.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team