ilustrasi pemberontakan PETA (berdikarionline.com)
Tentara PETA yang terdiri dari para pemuda Indonesia ditugaskan untuk mempertahankan Pulau Jawa, Bali, dan Sumatra dari serangan Sekutu yakni koalisi antara Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Belanda. Namun, pasukan PETA di Batalyon Blitar yang digawangi Supriyadi melakukan pemberontakan pada 14 Februari 1945.
Tanggal ini bertepatan dengan pertemuan besar seluruh anggota dan komandan PETA di Blitar, Shodanco Partoharjono mengibarkan bendera dan menyulut pemberontakan. Dikutip dari buku Mencari Supriyadi: Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno (2008), Supriyadi dan pasukannya mulai melepas tembakan melawan tentara Jepang pada 29 Februari 1945 dini hari.
Tentara Jepang yang menyadari aksi tersebut pun bergerak melawan balik hingga pasukan PETA terpojok. Tidak sedikit yang ditangkap dan disiksa polisi Jepang. Sempat ada negosiasi antara Kolonel Katagiri dan pasukan PETA, namun belakangan itu hanyalah tipu muslihat. Setiba di markas, Muradi melaporkan jika pasukan sudah kembali dan meyesal atas pemberontakan yang dilakukan. Nahas, setelah itu sebanyak 68 anggota PETA ditangkap dan diadili di Mahkamah Militer Jepang di Jakarta.
Beberapa dihukum seumur hidup, ada pula yang dihukum mati yaitu dr Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mankudijoyo, Sunanto, dan Sudarmo. Sementara Supriyadi dianggap hilang, nasibnya tidak jelas, dan tidak disebut dalam persidangan.