Prabowo Subianto menjelang pelantikan sebagai Menteri Pertahanan. kemhan.go.id
Meski menjadi pemilu terumit dunia, Pemilu serentak 2019 yang digelar pada 17 April 2019 membawa dampak positif yakni angka partisipasi masyarakat yang cukup tinggi mencapai 80 persen. Namun di sisi lain muncul polarisasi di masyarakat akibat pilihan politik berbeda pada kedua pasangan capres-cawapres.
Perang tagar di media sosial mewarnai sepanjang Pemilu 2019, antara pendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kampanye hitam hingga hoaks juga tak kalah heboh selama pemilu, yang tidak sedikit berujung hingga ke meja hijau.
Tak hanya itu, Pilpres 2019 juga muncul istilah baru dari kedua pendukung pasangan capres-cawapres, yakni "kecebong" bagi pendukung pasangan nomor urut 01, dan "kampret" bagi pendukung nomor urut 02.
Umat Islam juga terpecah karena dukungan politik yang berbeda. Kalangan Muslim konservatif mendukung pasangan capres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga, sedangkan kelompok Islam moderat menyokong pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Kendati, keberhasilan penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 menurut Perludem patut mendapat apresiasi di tengah kekurangannya. Indonesia yang mayoritas penduduknya umat Muslim dapat menggelar proses demokrasi dengan lancar, karena penyelenggaraan pemilu 2019 dianggap tidak mudah dilakukan, seperti di Timur Tengah, Muslim dan demokrasi tidak bisa jalan beriringan.
“Kita jadi negara muslim demokratis terbesar dunia. Mematahkan Islam dan demokrasi tidak kompatibel,” kata Titi Anggraini.
Titi pun menyesalkan ada pihak yang berupaya membangun delegitimasi terhadap penyelenggaraan pemilu 2019, karena dianggap tidak jujur. Pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga menuding, ada upaya kecurangan pemilu terstruktur, masif, dan sistematis. Namun setelah digugat di Mahkamah Konstitusi tuduhan itu tidak terbukti.
“Padahal ada hukum. Tapi ada bahasa-bahasa people power dan sebagainya,” kata dia.
Usai putusan MK, pasangan Jokowi-Ma'ruf akhirnya ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2019, dan dilantik pada 20 Oktober 2019. Usai pelantikan presiden dan wakil presiden, berbagai partai politik bermanuver untuk mengambil hati Jokowi agar mendapat 'kue' kekuasaan di pemerintahan. Partai-partai yang sebelumnya mendukung pasangan nomor urut 02, berbalik arah mendekati pemerintahan.
Lebih unik lagi, drama politik Pemilu 2019 diakhiri dengan bergabungnya Prabowo yang notabene rival politik Jokowi pada Pilpres 2019 menduduki kursi Menteri Pertahanan dalam kabinet Indonesia Maju. Tak hanya itu, Wakil Ketua Partai Gerindra Edhy Prabowo juga kebagian jatah kursi kabinet sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Sementara, Sandiaga memilih kembali bergabung di Gerindra.
Tentu, jatah dua kursi menteri untuk Gerindra membuat kecemburuan politik bagi partai politik yang selama Pemilu 2019 mendukung Jokowi-Ma'ruf. Seperti Partai Nasdem yang sejak awal mendukung pasangan nomor urut 01, belakangan menunjukkan kekecewaannya dengan mendekati Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kini ditinggal Gerindra dengan memilih sebagai oposisi.
Selain menteri dan lembaga, jabatan-jabatan strategis di pemerintahan juga diberikan kepada mereka yang mendukung dan menyukseskan pasangan Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019. Mulai dari wakil menteri, staf khusus presiden dan wakil presiden, hingga jajaran direksi perusahaan pelat merah. Jokowi pun akhirnya dianggap berlaku politik akomodatif.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb