Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera merah putih
Bendera Merah Putih (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Intinya sih...

  • Lagu Indonesia Raya bebas dari pembayaran royalti

  • Alasan lagu kebangsaan masuk kategori penggunaan wajar

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Guru Besar Kekayaan Intelektual Universitas Padjajaran, Ahmad M Ramli, mengatakan, lagu kebangsaan Indonesia Raya bebas dari pembayaran royalti. Hal itu disampaikan Ramli saat menjadi ahli yang dihadirkan pemerintah dalam uji materi Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dengan nomor perkara 28, 37/PUU-XXIII/2025 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Dalam aturan yang dimuat, dinyanyikannya lagu kebangsaan Indonesia Raya bukan sebuah pelanggaran hak cipta. Sebab, lagu kebangsaan ini dianggap sebagai fair use atau penggunaan wajar sehingga tidak dianggap sebagai pelanggaran.

"Pasal 43 huruf a menyebutkan, bukan dianggap sebagai pelanggaran hak cipta adalah publikasi, kemudian perbanyakan dan seterusnya, lagu kebangsaan antara lain," kata dia.

1. Alasan lagu kebangsaan masuk kategori penggunaan wajar

Presiden Jokowi saat melaksanakan upacara HUT RI perdana di IKN. Foto Humas OIKN (IDN Times/Ervan)

Ramli memaparkan alasan lagu kebangsaan dikategorikan sebagai penggunaan wajar dan tidak melanggar hak cipta. Menurut dia, hal itu diterapkan karena ada kewajiban warga negara di dalamnya untuk mengenal lagu kebangsaannya sendiri.

"Jadi ketika dia dipaksa untuk harus membayar royalti artinya akan ada banyak orang tidak mau melakukan itu. Padahal ini adalah satu kewajiban warga negara untuk mengenal lagu kebangsaannya," kata dia.

2. Sempat dibahas pihak presiden

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalam sidang yang sama, Direktur Penegakan Hukum Kementerian Hukum, Brigjen Pol Arie Ardian Rishadi, yang berstatus sebagai kuasa hukum Presiden menanyakan isu hangat tentang royalti lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diciptakan oleh WR Supratman.

"Tafsiran terhadap hak atas pencipta untuk mempertunjukan ciptaan lagunya dimaknai secara beragam. Seperti kaitannya bila terjadi pada pesta perkawinan, acara CFD, bahkan bila diterapkan pada lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan WR Supratman," kata Arie.

Sementara jika mengacu secara eksplisif yang diatur dalam Pasal 9 Ayat 3, disebutkan mengenai ketentuan atas pembayaran royalti baru diterapkan pada kegiatan yang bersifat komersial.

"Barangkali ahli dapat memberikan pencerahan, kepastian atas isu-isu yang berkembang saat ini," ucap dia.

3. Dua permohonan uji materiil terkait UU Hak Cipta

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Saat ini ada dua permohonan uji materiil UU Hak Cipta yang sedang berproses di MK. Para pemohon Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 terdiri dari Tubagus Arman Maulana atau dikenal Armand Maulana, Nazriel Irham atau akrab disapa Ariel, bersama 27 musisi lainnya sebagai pelaku pertunjukan yang telah berkarya di industri musik Indonesia berpotensi mengalami masalah hukum dari pasal-pasal yang diuji tersebut.

Pengujian ini berangkat dari beberapa kasus, misalnya yang dialami Agnes Monica atau lebih dikenal Agnez Mo. Agnez Mo digugat dan dilaporkan pidana oleh Ari Bias, pencipta dari lagu “Bilang Saja,” karena Agnez Mo dianggap tidak meminta izin secara langsung dan tidak membayar royalti langsung kepada Ari Bias. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun memutus gugatan tersebut dengan menghukum Agnez Mo mengganti rugi sebesar Rp1,5 miliar kepada Ari Bias. Agnez Mo pun dilaporkan secara pidana ke Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tuduhan pelanggaran Pasal 113 Ayat 2 UU Hak Cipta.

Sementara, Perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025 dimohonkan lima pelaku pertunjukan yang tergabung dalam grup musik Terinspirasi Koes Plus atau T’Koes Band serta Saartje Sylvia, pelaku pertunjukan ciptaan yang dijuluki sebagai Lady Rocker pertama. T’Koes Band kerap menampilkan lagu-lagu lawas yang dulu dinyanyikan orang lain seperti Koes Plus, D’Mercys, hingga Everly Brothers dan The Beatles. Akan tetapi kemudian T’Koes Band dilarang mempertunjukan lagu-lagu dari Koes Plus per 22 September 2023 melalui para ahli waris dari Koes Plus.

Menurut dia, hal tersebut membuktikan penerapan Pasal 9 Ayat 2 UU Hak Cipta yang berbunyi, "Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta,” telah merugikan pemohon dan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam memperoleh izin.

Padahal, kata pemohon, setiap pertunjukan T’Koes Band telah meminta license dan/atau membayar royalti kepada LMK di Indonesia dan melakukan pendekatan dengan menyerahkan sejumlah nominal uang tertentu kepada sebagian ahli waris Koes Plus walaupun mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Editorial Team