101 Climate Change Action: Transisi Energi Berkelanjutan

Ini menjadi potensi bagi masa depan Indonesia loh!

Jakarta, IDN Times - Dyah Roro Esti, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar sekaligus pegiat isu perubahan dan krisis iklim, mengungkapkan beberapa fakta mengenai transisi energi berkelanjutan bagi Indonesia. Mulai dari kebijakan, implementasi, dan juga harapan.

Hal itu disampaikan Dyah dalam program “101 Climate Change Actions” yang diselenggarakan IDN Times pada 23 Desember 2021. IDN Times menjadikan Desember sebagai bulan Peduli Perubahan Iklim.

Program tersebut tayang di Instagram @idntimes, setiap Senin-Jumat pukul 16.00 hingga 17.00 WIB. Berikut hasil wawancara selengkapnya bersama anggota Komisi VII tersebut. 

Sekarang lagi ngapain kegiatannya?

Lagi reses tapi kebetulan ada kegiatan yang political leaders gitu Ibu, jadi kita di partai Golkar kan mencoba ada kaderisasi di partai, jadi ada semacam training session yang sekarang sedang berlangsung. 

Apa pengalaman sebelum anggota DPR yang membuat concern terhadap soal energi?

Jadi gini, memang dari segi pendidikan, ya, dulu ngambil ekonomi dan sosiologi dari University of Manchester, dan sempat ngambil S2 dengan beasiswa LPDP waktu itu di bidang teknik lingkungan, jadi kerap kali menanyakan kenapa sih kok belajarnya itu tentang topik-topik yang berbeda. Tetapi, ketika kita menggabungkan ketiga hal, baik itu dari ekonomi, sosial, ilmu sosial dan juga lingkungan, itu apa yang kita kenal sebagai sustainability atau berkelanjutan. 

Nah, maka saat ini saya sebetulnya, Ibu, terpanggil dalam dunia politik ini terkhusus karena dengan berpolitik kita bisa melakukan perubahan yang massive, karena sebelumnya saya memang bergerak kegiatan-kegiatan Non-Governmental Organization, Civil Society Organizations, yang intinya ya itu. Sebetulnya dari awal adalah bagaimana saya bisa berpartisipasi, berperan dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan, dan saya berprinsip bahwa caranya itu macam-macam, bukan hanya sebagai politisi, sebagai aktivis kita pun bisa melakukan hal yang sama, dan prinsip saya adalah saya merasa dulu kuliah di luar, menimba ilmu, bagaimana ilmu tersebut bisa ada dampaknya untuk masyarakat.

Nah, maka melalui itu, ya, pergerakan sebagai aktivis, saya belajar bagaimana bisa menjadi perpanjangan tangan pemerintah, waktu itu dengan KLHK, Kementerian ESDM, mengerjakan program-program pemerintah, pemberdayaan masyarakat, bagaimana kita mensosialisasikan tentang perubahan iklim atau isu-isu yang berkaitan tentang energi, pengelolaan sampah, you know anything to do to sustainability. 

Tapi, saya merasa dengan berjalannya waktu, okay, kita bisa melakukan perubahan di scope yang kecil, dalam arti kata bisa memberi pengaruh terhadap pemangku kebijakan waktu itu di Sulawesi Tenggara dengan pemerintah daerahnya, akhirnya menghasilkan sebuah kebijakan, di mana kita berpartisipasi dalam merancang kebijakan tersebut. Tapi saya tuh ngerasa, ya kita harus memberanikan diri masuk di sistem gitu, karena dengan kita masuk di dalam sistem, kita bisa melakukan sebuah terobosan yang jauh lebih massive lagi yang dampaknya bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Apalagi kalau di DPR RI, ya, sifatnya di pusat, walaupun mewakili masyarakat, kalau saya Gresik-Lamongan di Jawa Timur, tetapi ketika kita di DPR, kita membahas mengenai isu-isu yang berkaitan tentang bagaimana itu mempengaruhi masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dan everyday is a history Ibu, gitu, itu yang saya pelajari, setiap perkataan, setiap hal, setiap kebijakan yang kita tentukan di pusat, itu bagian dari sejarah, dan itulah yang menentukan nasib masyarakat Indonesia, gitu, itu sebetulnya sebuah panggilan, Ibu, dan saya merasa ini kontribusi saya untuk Indonesia. 

Baca Juga: 101 Climate Change Action: Mengulik Semua tentang Perhutanan Sosial

Apakah regulasi dan program pemerintah sudah memadai untuk mendukung transisi energi, tentunya ke energi berkelanjutan?

101 Climate Change Action: Transisi Energi BerkelanjutanKomitmen Indonesia di Perjanjian Paris, turunkan emisi karbon 29%/antaranews.com

Ya, jadi kalau yang saya lihat bagaimana negara Indonesia saat ini, saya melihat ada sebuah political will, baik dari pemerintah atau mulai dengan presiden kami, yang sangat amat teguh dalam mendorong bagaimana kita dapat menciptakan tadi itu sustainability, dan sudah waktunya kita beralih kepada energi transisi. Dan kita lihat semangat yang sama melalui Menteri ESDM, saat ini, Pak Arifin Tasrif, di beberapa kesempatan bahkan beliau, Pak Jokowi (Presiden Joko "Jokowi" Widodo) pun hadir pada ajang COP26, dan kita melihat ada beberapa komitmen besar yang ingin kita lakukan agar dapat mewujudkan energi transisi tersebut, jadi political will is there. 

Di samping itu, negara Indonesia sudah meratifikasi Paris Agreement, di mana komitmen besarnya adalah untuk gimana caranya mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen pada tahun 2030. Nah, kalau kita mempelajari tentang emisi karbon di Indonesia, sumbernya itu dari mana saja, ternyata bisa disimpulkan bahwa hampir 30 persen itu datang dari sektor energi. 

Nah, maka ketika kita ingin mengurangi emisi karbon secara drastis, kita harus melakukannya dengan fokus terhadap the energy sector, sektor energi ini, di mana saat ini memang, predominantly, baik itu untuk listrik atau untuk energi apa pun memang lebih mengandalkan energi fosil. Nah, maka di samping itu, political will-nya ada, saya ingin menggambarkan juga bahwa di dalam kebijakan energi nasional kita, kita punya target, yaitu adalah 23 persen EBT pada tahun 2025, sedangkan pencapaiannya saat ini masih di kisaran 13 persen. 

Nah, maka kita lihat adalah kebijakannya ada tapi kenapa kok perubahannya itu tidak secepat seperti yang kita inginkan atau antisipasi. Nah, maka dari sini Komisi VII DPR yang membidangi energi, riset inovasi, dan juga industri. Kita juga menyadari bahwa dibutuhkan sebuah payung hukum yang fokus terhadap sektor energi baru dan terbarukan untuk kedepannya agar kita bisa merealisasikan target yang sudah ditentukan, karena ada beberapa hal yang merupakan challenges kita dalam pengembangan EBT.

Mengapa kebijakan untuk transisi energi sudah ada, tetapi implementasinya belum secepat yang diharapkan?

101 Climate Change Action: Transisi Energi BerkelanjutanAktivitas para karyawan PT Poso Energy di sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). (Dok. PT Poso Energy)

Jadi, emang belum maksimal, maka kami menyadari di Komisi VII bahwa dibutuhkan sebuah terobosan dari segi legislasi, dan tentu ketika mendorong sebuah legislasi dibutuhkannya political will dari DPR. Kita menyadari di Komisi VII ini kan ada sembilan faksi, yang di mana setiap fraksi mempunyai pandangan yang berbeda, target-target yang berbeda terhadap, bagaimana menurut mereka yang terbaiklah untuk pengembangan sektor energi di Indonesia.

Namun, kami waktu itu di rapat internal beberapa diantara kami bersuara bahwa sudah saatnya kita mendorong transisi energi, mengingat bahwa kita saat ini sedang darurat iklim gitu. Jadi, bukan krisis iklim saja tapi darurat, stage of emergency. 

Nah, maka kami harus berperan di sektor energi ini, apa, terobosan apa yang dapat kita dorong agar bisa menjawab pertanyaan ataupun menjawab permasalahan ini. Nah, maka kita sepakat waktu itu untuk mendorong dan undang-undang atau rancangan undang-undang energi baru dan terbarukan, ya alhamdulillah masuk di dalam Prolegnas tahun 2019 waktu itu dan sekarang masuk di tahun 2021 hingga 2022. 

Kenapa pembahasannya lama sekali karena kemarin kita mengundang sekitar lebih dari 20 institusi, Ibu, jadi dari the civil society organization kita undang, dari para akademisi, dari beberapa perguruan tinggi, komunitas, the public/private sector, itu kita membuka diri untuk mendengarkan persepsi dari mereka masukkan segala bentuk masukan, karena target kita adalah bagaimana Komisi VII hadir untuk mendengarkan aspirasi dan ke depannya dapat mendorong kebijakan yang scientific base. 

Dan selepas itu, ini kan butuh waktu ya bu ya, dan ditambah kegiatan kita yang lain, gitu, karena di Komisi VII kan bukan hanya membahas tentang RUU EBT ini. Tupoksi kita dengan fungsi legislasi, lalu kemudian anggaran, pengawasan, tentunya banyak sekali hal lain yang kita kerjakan.

Namun, saat ini update buat teman-teman yang bergabung pada sore hari ini, RUU EBT ini sudah masuk di Baleg pembahasannya, di tingkat Badan Legislasi DPR, dan kami sedang menunggu setelah dilakukannya harmonisasi agar bisa dikembalikan di Komisi VII, di mana kita nantinya bisa berkomunikasi lebih intensif lagi dengan pemerintah, pasal per pasalnya.

Kenapa undang-undang ini penting, paling tidak sekarang kita mengeluarkan sebuah signal, signal bahwa kita peduli terhadap permasalahan perubahan iklim dan kami hadir untuk merancang sebuah solusi agar ada jalan keluarnya. Dan salah satu kendala ketika kita berbicara mengenai bentuk energi ini adalah bahwa energi terbarukan selalu kurang kompetitif, begitu, dari segi harga di kurang kompetitif, it is not cheap enough, terlalu mahal, karena beberapa faktor.

Nah, maka di dalam undang-undang ini kita berharap untuk mengatur juga, ketika ingin mendorong atau memberikan sebuah insentif, nanti berupa insentif seperti apa, kemudian juga bagaimana kita juga membuka ruang untuk investasi di sektor ini. 

Yang ketiga adalah bagaimana kita mengintegrasikan eksternalitas yang kurang baik, jadi negative externality yang berkaitannya related kepada, misalnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup, gitu, ketika  berbicara mengenai sektor energi fosil ya.

Dan ketika itu dirumuskan sebuah kalkulasi gitu, yang nantinya akan membuat sektor energi terbarukan ini lebih peeling, gitu Ibu. Makanya sekarang itu ada pembahasan mengenai carbon pricing system dan ini memang ranahnya Komisi XI dan Kementerian Keuangan, walaupun kemarin saya sudah usul berkali-kali, jadi mudah-mudahan ini bisa terealisasikan, di mana kita ke depannya harus mengadakan sebuah rapat gabungan, lintas komisi, dan juga dengan pemerintah lintas Kementerian karena carbon pricing ini juga harus dikelola dengan maksimal.

Kalau misalnya sistemnya seperti perpajakan biasa, otomatis revenue yang didapatkan, dapat digunakan untuk apapun dan segalanya. Sedangkan kita berharap bahwa revenue yang didapatkan ini bisa digunakan untuk menjawab tantangan-tantangan yang berkaitan dengan krisis iklim ini.

Jadi, misalnya, revenue-nya untuk nanti digunakan untuk reforestation effort atau pengembangan teknologi, hal-hal yang sifatnya mendukung dengan konsep keberlanjutan tersebut. Nah, ini sedikit gambaran besar tentang pembahasan yang ada di parlemen saat ini dan kita work closely, Ibu, karena kalau Komisi VII ini kan kita mitranya dengan ESDM, kita juga runding dengan Kementerian Perindustrian, lalu juga kemudian dengan badan riset dan inovasi.

Jadi, ini seluruh mitra kerja kita, kita selalu melakukan diskusi yang quite intensive, termasuk PLN sebagai soul of taker dari listrik, bagaimana mereka juga bisa mendorong dalam transisi ini, dan juga mereka mencapai nett zero emission pada tahun 2060 dan ini juga kita kawal. 

Apakah sudah kelihatan akan ada tantangan karena penghasil yang selama ini memasok energi untuk listrik, untuk segala macam, dominasinya adalah batu bara? Bagaimana mengaturnya?

101 Climate Change Action: Transisi Energi BerkelanjutanIlustrasi area penambangan batu bara (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Jadi kita tidak bisa memungkiri bahwa saat ini mayoritas dari energi kita itu sumbernya datang dari sektor energi fosil tersebut. Dan di samping itu, kita harus menyadari, realistically aja, bahwa ini juga merupakan penopang dari GDP Growth kita. Nha, di mana telah menghasilkan multiplier effect yang sangat positif sebetulnya untuk bangsa, untuk negara Indonesia.

Mulai dengan job creation, jutaan pekerjaannya yang telah terciptakan, lalu kemudian multiplier effect lainnya, di mana itu dapat meningkatkan, baik itu daya beli masyarakat atau pun social welfare gitu ya. Jadi, banyak sekali sebetulnya sisi positifnya dari industri ini, tapi kan kita sekarang sudah mulai mengetahui bahwa ternyata ada pin point yang juga hal-hal negatif terutama yang berkaitan dengan dampak terhadap lingkungan hidup. 

Nah, maka sekarang ketika kita berbicara mengenai transisi, itulah kenapa semuanya harus on-board gitu. Kalau kita lihat kan dari pemerintah itu sudah komit, dan kita sedang mendorong agar seluruh sektor itu juga mempunyai komitmen yang sama, agar kita satu bahasa dan kita melakukan terobosan-terobosan sesuai dengan tupoksi yang dibutuhkan agar target-target besar ini bisa dicapai bersamaan. Nah, maka ketika berbicara mengenai transisi ini akan membutuhkan waktu yang cukup lama, jadi kita nggak bisa menghayal, ibaratnya gitu, bahwa besok coal harus diberhentikan dan semuanya harus digantikan dengan energi terbarukan.

Kenapa ini tidak mungkin, justru ke depannya kalau ini yang ingin kita dorong, yang dikhawatirkan kita akan mengalami krisis baru, yaitu adalah krisis mati lampu di mana-mana, karena sumber listrik kita kebanyakan di fuel oleh batu bara, sektor yang tidak berkelanjutan. Maka, kita menyadari bahwa proses transisi ini akan membutuhkan more than 10 years, jadi 10, 20 years down the line, dan yang saya dorong. Selalu saya sampaikan juga di setiap kesempatan yang ada, baik itu dengan para mitra kerja juga, yaitu adalah bagaimana yang existing oil and gas industry ini.

Kalau pun tetap berjalan, walaupun in the declining rate, karena reserve kita juga semakin menurun, dan ada kedaluwarsanya gitu ya, sektor ini, tetapi bagaimana kita mengimplementasikan teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi karbon. Jadi, dia itu adalah, misalnya, carbon capture, utilization storage, ini salah satu contoh teknologi yang bisa diaplikasikan agar kita bisa mengurangi emisi karbon di sektor ini. 

Lalu, kemudian carbon off-setting, bagaimana industri-industri yang bergerak di sektor yang menghasilkan karbon tinggi mereka mempunyai komitmen yang lebih terhadap bagaimana mereka dapat melestarikan lingkungan. Jadi, misalnya, dengan bisnis yang sedang running tapi on the site, mereka juga melakukan reforestation, ini yang paling gampang, ya Bu. Jadi aksi menanam pohon di sebuah lokasi di Indonesia yang pada dasarnya memang membutuhkan effort seperti ini. Jadi, hal-hal seperti inilah yang ingin kita dorong dalam proses ataupun fase transisi yang saat ini kita alami. 

Yang ingin saya sampaikan juga adalah kita harus mempersiapkan tenaga kerjanya, jadi dengan teknologi yang baru tentunya, dibutuhkan sebuah training yang juga baru, gitu ya, di mana sebelumnya mungkin masyarakat belum begitu mengetahui teknologi seperti ini tuh, gimana cara menggunakannya, dan mereka juga bisa berpartisipasi dalam workforce yang sifatnya baru. Nah, ini membutuhkan sebuah training yang menurut saya juga akan memakan waktu cukup lama untuk dilakukan agar ke depannya ketika kita menggunakan teknologi-teknologi seperti ini masyarakat itu siap, workforce kita juga siap untuk menghadapi perubahan-perubahan seperti ini.

Bagaimana peran politisi terhadap membangun kesadaran iklim?

101 Climate Change Action: Transisi Energi Berkelanjutanpexels.com/Lisa Fotios

Kalau saya, Ibu, saya tuh di dunia politik ini banyak pembelajaran yang saya alami, dari segi bagaimana kita sebagai anak muda bisa memegang prinsip dan juga idealisme. Tetapi di satu sisi juga memandang sesuatu hal dengan penuh realistis, bagaimana kita bisa lebih realistik dalam bermimpi. 

Tapi, tentunya tidak mengurangi rasa semangat tersebut, justru dengan kehadiran anak muda, kita bisa nih mendorong kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan oleh rakyat gitu ya, kayak RUU EBT yang tadinya tidak populer sama sekali, akhirnya sekarang menjadi salah satu prioritas di DPR gitu kan. Jadi, memang bahwasannya, I want to say to everyone here bahwa semuanya itu mempunyai peran.

Tekanan dari publik itu juga dibutuhkan oleh para politisi yang saat ini berada di dalam sistem, justru itu mempermudah kita yang ambisi yang mempunyai mimpi besar gitu ya untuk bisa mengurangi emisi karbon ini secara drastis lagi, kita bisa lebih bersuara dan bisa lebih real gitu dalam melakukan sebuah perubahan. Tetapi, di samping itu, di DPR pun atau di dalam struktur pemerintah, kepemerintahan, juga dibutuhkan sebuah movement.

Jadi, di DPR ini, saya merasa empowered karena bukan hanya saya yang bersuara seperti ini, teman-teman saya dari fraksi lain, bahkan dari komisi lain, makanya kita membentuk namanya Calculs Ekonomi Hijau, sebetulnya ini Pak Satya dari beliau menjabat, tapi sekarang saya menindaklanjuti gitu ya kiprah ini karena menurut saya bagus dan patut untuk kita teruskan, dan alhamdulillah yang tergabung di Calculs ini ada lebih dari 30 gitu, which means ada politisi yang peduli dan ingin mendorong kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung dan merealisasikan keberlanjutan tersebut, sustainability, jadi its whole round the effort.

Apa yang perlu dilakukan agar kesadaran iklim meluas?

101 Climate Change Action: Transisi Energi Berkelanjutancarbonaction.co.uk

Menurut saya, we have to normalize situasi yang kini kita alami gitu, dan saya kepingin gimana caranya kita tidak fokus terhadap ketidaknyaman dari perubahan yang harus kita lalui dibandingkan apa sih hal positif yang dapat kita raih ketika kita, misalnya, dapat mencapai low carbon development di Indonesia ini. 

Kebetulan saya juga komisioner dari LCDI yang di bawahnya Bappenas, jadi saya salah satu komisionernya juga Pak Jusuf Kalla tergabung di situ, Pak Budiono, dan Ibu Shinta Kamdani, ada beberapa dari kabinet lama juga yang tergabung, dan kita di dalam diskusi-diskusi yang ada, dengan LCDI, dan dengan riset yang  telah dilahirkan melalui LCDI. Ternyata kita itu berpotensi loh kalau kita itu betul-betul mengimplementasikan LCDI, Low Carbon Development di Indonesia ini, berpotensi untuk menyelamatkan sekitar 40 ribu jiwa yang per tahun, dari pengurangan, misalnya, polusi udara dan juga water pollution. 

Lalu, kemudian, kita itu juga mempunyai potensi untuk mengurangi emisi bahkan sebesar 43 persen. Tadinya kan targetnya 29 persen, justru dengan mengimplementasikan ini mengurangi lebih banyak. Dan kita juga untuk green energy, green Industry kedepannya dapat menghasilkan sekitar 23 juta pekerjaan. So, this is very potential karena job creation juga dibutuhkan oleh rakyat.

Nah, maka ini hal-hal positif yang bisa didapatkan ketika kita mengimplementasikan yang tadi saya sampaikan, low carbon development. Maka saya berharap anak-anak muda, teman-teman yang bergabung di sini, itu bisa paham bahwa ini sebuah permasalahan yang dampaknya itu di masa depan kita gitu. 

Saya selalu menanya ke anak-anak generasi muda, apa sih cita-cita kalian? Ada yang mau jadi dokter, ada yang mau jadi politisi, ada yang mau jadi dosen. Tetapi the next thing that I would say is, kalau kita, misalnya, hidup seperti ini saja, tidak melakukan perubahan dan kita tau krisis iklim ini nyata, bagaimana kita bisa merealisasikan target-target itu? Apalagi Indonesia ini kan dinobatkan mempunyai potensi untuk jadi salah satu ekonomi terbesar di dunia, nomor lima, peringkat lima atau enam gitu, dengan kita mengusung Indonesia emas tahun 2045. Bonus demografi saat ini juga kita alami gitu, 70 persen di kalangan produktif. Nah, maka bagaimana we have this image realization bahwa permasalahan ini, itu personal gitu. 

Kalau kita tidak melakukan sebuah perubahan dampaknya adalah terhadap masa depan kita. Nah, saya sih berharap bahwasannya kita ini bisa lebih proaktif dalam melakukan sebuah perubahan, dimulai dari hal-hal kecil, Ibu. Misalnya, saya kemana-mana sekarang bawa tumblr, I always bring my tumblr, dan bagaimana betul-betul kita berperan untuk mengurangi botol plastik.

Itu langkah-langkah kecil yang saya rasa di sini, yang bergabung juga dapat melakukan. Kelihatannya dampaknya kecil, tapi kalau banyak orang yang melakukannya, dampaknya akan sangat amat dirasakan. 

Baca Juga: Made Janur CNN Heroes 2021, Perlu Orang Gila Biar Bebas Sampah Plastik

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya