Jakarta, IDN Times - “Pas saya minum, ada kuning-kuning, langsung muntah,” ujar Ranti Selan dengan suara lirih saat ditemui di ruang perawatan RSU Leona Kupang. Tubuhnya masih lemah, sesekali ia menunduk menahan pusing. Wajah pucat itu menyimpan kisah yang membuat para orang tua terhenyak, makanan yang seharusnya bergizi, justru membawa bencana.
Rabu (24/9/2025) siang, suasana di SD tempat Ranti belajar mendadak berubah mencekam. Menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dibagikan pukul 12.20 WITA hari itu tampak janggal. Sayur, telur, dan tahu yang disajikan terlihat berlendir.
“Saya coba gigit sekali, rasanya masam. Kayak sudah basi,” kenangnya.
Belum selesai dengan makanan, kecurigaan semakin kuat ketika Ranti membuka susu. Dari dalam kemasan, tampak gumpalan kuning seperti lendir, bahkan sempat terlihat ulat kecil. Ia yang baru saja meneguk langsung memuntahkannya kembali
Tak butuh waktu lama, tubuhnya melemah. Pusing, mual, muntah, hingga diare menyerang. Teman-temannya mengalami hal serupa. Di RSU Leona Kupang, belasan siswa menjalani perawatan, termasuk Ranti.
“Ini pertama kali terjadi di sekolah kami,” katanya pelan, sebelum terdiam lama. Program makan siang gratis yang digadang-gadang membawa harapan, justru menyisakan trauma dan rasa takut bagi anak-anak dan orang tua mereka.
Di Palembang, kisah serupa dialami Agung, siswa SDN 178. Ibunya, Sinta, masih trauma melihat putranya kejang-kejang usai menyantap menu MBG berisi nasi putih, ayam katsu, tahu goreng, salad mayones, dan pisang.
“Saya trauma lihat anak saya, terlebih dia sempat kejang-kejang,” ucapnya.
Kisah Ranti dan Agung hanya potret kecil dari fenomena besar yang kini mencuat. Desakan menghentikan MBG semakin menguat seiring bertambahnya korban dari siswa. Berdasarkan Data Badan Gizi Nasional (BGN) sepanjang Januari hingga September 2025, terdapat 5.914 korban keracunan MBG.