FSGI Desak Pemerintah Moratorium Program MBG karena Banyak Masalah

- Program MBG bermasalah di 14 provinsi. Jaringan FSGI melaporkan beragam kasus, mulai dari keracunan hampir 6.000 peserta didik, makanan berbelatung dan berkecoa, hingga porsi yang minim dan tidak bergizi.
- FSGI soroti risiko MBG bagi guru dan sekolah FSGI juga menyoroti risiko yang dibebankan pada guru dan sekolah. Di Sleman, guru diminta mencicipi MBG sebelum dibagikan demi mencegah keracunan siswa, meski berisiko bagi kesehatan guru.
- FSGI dorong pemerintah untuk mengevaluasi total program MBG Selain soal keselamatan siswa.
Jakarta, IDN Times – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak pemerintah segera melakukan moratorium atau penghentian sementara program Makan Bergizi Gratis (MBG). Desakan itu muncul setelah berbagai persoalan muncul dalam pelaksanaan MBG di sejumlah daerah, mulai dari kasus keracunan massal, hingga makanan yang tidak layak konsumsi.
“MBG harus segera dievaluasi total pemerintah dan selama proses evaluasi program MBG harus dimoratorium dahulu. Ini soal menunggu giliran keracunan saja setiap daerah, karena memang program MBG ini lemah perencanaan dan pengawasannya,” ujar Sekjen FSGI, Fahriza Marta Tanjung, dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/9/2025)
Ironisnya, menurut FSGI, alih-alih menghentikan atau mengevaluasi MBG, DPR telah mengesahkan anggaran MBG 2026 sebesar Rp335 triliun. Padahal, pada 2025 anggarannya Rp71 triliun dan baru terserap 22 persen per awal September.
“Ironinya, alih-alih mau mengevaluasi serius apalagi menghentikan, anggaran program MBG 2026, malah disahkan DPR Rp 335 triliun, yang pada 2025 hanya Rp 71 triliun. Itu pun baru terserap 22 persen pada awal September 2025. Jangan mengejar target capaian jumlah, tapi mengabaikan keselamatan anak-anak Indonesia,” kata Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti.
1. Program MBG bermasalah di 14 provinsi

FSGI mencatat, program MBG bermasalah di 14 provinsi. Jaringan FSGI melaporkan beragam kasus, mulai dari keracunan hampir 6.000 peserta didik, makanan berbelatung dan berkecoak, hingga porsi yang minim dan tidak bergizi. Bahkan, ditemukan praktik yang berisiko bagi guru dan sekolah, serta potensi kerugian negara.
Kasus terbaru terjadi di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat pada 22 September 2025. Sebanyak 364 siswa menjadi korban keracunan hingga bupati menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menghentikan MBG sementara. Sejumlah anak dilaporkan mengalami kejang hingga buang air besar bercampur darah.
2. FSGI soroti risiko MBG bagi guru dan sekolah

FSGI juga menyoroti risiko yang dibebankan pada guru dan sekolah. Di Sleman, guru diminta mencicipi MBG sebelum dibagikan demi mencegah keracunan siswa, meski berisiko bagi kesehatan guru. Di Ngawi, bahkan sekolah harus mengganti wadah makan rusak seharga Rp80 ribu per unit, padahal harga di pasar daring hanya Rp40 ribu.
Kasus lain menunjukkan keberanian sejumlah kepala sekolah yang menolak menandatangani nota kesepahaman MBG, karena meragukan kualitas distribusi, gizi, dan mekanisme tanggung jawab bila terjadi keracunan massal.
“FSGI mengapresiasi keberanian kepala sekolah semacam ini untuk melindungi sekolah, dan juga keselamatan para siswa,” ujar Ketua Umum FSGI, Fahmi Hatib.
3. Dorong pemerintah untuk mengevaluasi total program MBG

Selain soal keselamatan siswa, FSGI juga mengingatkan potensi kerugian negara akibat makanan mubazir. Di Jakarta, misalnya, ratusan porsi MBG tidak dimakan siswa setiap hari, sehingga guru terpaksa membawa pulang makanan agar tidak terbuang.
“Padahal, kasus seperti ini, makanan yang mubazir tersebut, akan berdampak pada adanya potensi kerugian negara dan bisa menjadi temuan saat ada audit program yang menggunakan uang negara seperti MBG ini,” kata Fahriza.
Karena itu, FSGI mendorong pemerintah mengevaluasi total program MBG dengan melibatkan sekolah, guru, siswa, dan orangtua. Mereka juga meminta pemerintah agar tidak hanya mengejar target jumlah penerima MBG, tetapi mengedepankan perlindungan anak, khususnya anak usia PAUD yang sangat rentan bila keracunan.
Selain itu, FSGI mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar anggaran MBG 2025 yang tidak terserap dialihkan untuk pendidikan. Dana tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas guru, kesejahteraan guru honorer, serta tunjangan profesi, termasuk mendukung pelatihan guru yang selama ini dibebankan ke sekolah.