Alasan Masyarakat Sipil Minta MK Ikut Hadirkan Jokowi hingga Menag

Jakarta, IDN Times - Direktur eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid menjelaskan alasan mengapa hakim konstitusi perlu memanggil delapan menteri dan Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk didengarkan keterangannya di Mahkamah Konstitusi (MK). Delapan menteri atau pejabat tinggi yang perlu didengarkan keterangannya yaitu Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Jaksa Agung Burhanudin, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowop, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal Budi Gunawan. Delapan menteri itu berbeda dari empat menteri lainnya yang dipastikan hadir di MK pada Jumat (5/4/2024).
"Keterangan mereka sangat penting untuk mengurai dan menjelaskan duduk perkara kebijakan pemerintah, khususnya kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi yang terkait langsung dengan pilpres yang dipandang telah menimbulkan kejanggalan," ujar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis (4/4/2024).
Ia menambahkan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dinilai penting untuk didengarkan keterangannya karena pejabat tersebut juga diminta oleh Jokowi agar memenangkan paslon nomor urut dua.
"Jadi, Kementerian Agama, sampai di wilayah, di KUA (Kantor Urusan Agama) ikut (menyosialisasikan paslon). Itu yang perlu dikonfirmasi. Saya kira perlu didengarkan keterangan dari Menteri Agama ini," kata dia.
Sementara, keterangan dari Jaksa Agung Burhanudin perlu didengar lantaran jelang pemilu presiden Februari lalu juga ada sejumlah proses hukum yang dilakukan. Proses hukum yang dilakukan, kata Usman, terkesan sangat politis.
"Misalnya pemeriksaan terhadap ketua umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto dan pemeriksaan menteri lainnya. Kami berharap bahwa peran dari Kejaksaan Agung dapat didalami dan didengarkan dalam persidangan," tutur dia lagi.
Ia menduga instrumen penegakan hukum digunakan untuk mengendalikan dinamika oposisi atau aliansi dalam persiapan Pemilu 2024.
1. Masyarakat sipil tak yakin permintaan mereka dipenuhi karena waktu terbatas

Usman datang ke Gedung MK tidak sendirian. Ia didampingi 14 orang lainnya seperti eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mantan pimpinan KPK, Saut Situmorang, hingga Dewan Penasihat Perludem, Titi Anggraini.
Ia mengakui bahwa kecil kemungkinan permintaan untuk menghadirkan delapan menteri dan presiden bakal dipenuhi oleh MK. Sebab, waktu kerja hakim konstitusi untuk memutuskan perkara hanya 14 hari kerja.
"Namun, kami berharap imbauan dari para ahli hukum tata negara bisa dipertimbangkan oleh majelis hakim. Bahwa sebaiknya yang dipertimbangkan adalah keadilan yang bersifat lebih substansial, kebenaran yang material. Ketimbang keadilan prosedural yang hanya dibatasi waktu yang sangat terbatas misalnya 14 hari kerja," kata Usman.
2. Masyarakat sipil berharap kehadiran empat menteri dapat jelaskan adanya arahan presiden di Pemilu 2024

Lebih lanjut, Usman mengapresiasi sikap hakim konstitusi yang memanggil empat menteri pada sidang Jumat esok. Ia berharap pernyataan keempat menteri itu bisa membuat terang instruksi presiden kepada mereka jelang Pemilu 2024.
"Para menteri yang dihadirkan esok juga akan memperjelas bagaimana sebenarnya presiden memberikan arahan kepada mereka terkait penyelenggaraan pemilu yang mengandung konflik kepentingan. Sebab, putra sulung presiden yaitu Gibran Rakabuming Raka ikut dalam pemilu," kata Usman.
Salah satu keterangan yang penting untuk didengarkan yaitu pernyataan dari kementerian keuangan. Instansi itu, kata Usman, berperan sentral dalam mengendalilan proses pengeluaran keuangan para menteri.
3. Presiden Jokowi penting untuk dihadirkan agar bisa jelaskan indikasi cawe-cawe di pemilu

Sementara, Presiden Jokowi penting untuk dihadirkan di ruang sidang MK lantaran episentrum persoalan ada pada sosok dirinya. Sebab, dengan menghadirkan mantan Gubernur DKI Jakarta, hakim konstitusi bisa menilai lebih jernih dan obyektif apakah peranan Jokowi sesuai dengan aturan konstitusi atau tidak.
"Atau keterlibatan Jokowi di proses penyelenggaraan Pilpres 2024 justru sebuah pelanggaran serius berupa subversi terhadap konstitusi," kata Usman.
Sebab, sikap-sikap presiden seharusnya tidak ikut mempengaruhi proses pemilu. Keterlibatan Jokowi, kata Usman, dinilai telah memberi keuntungan elektoral bagi paslon 02, termasuk bagi Gibran.
"Oleh karena itu kami sangat percaya bahwa dengan menghadirkan dan mendengarkan keterangan mereka secara langsung maka masyarakat luas bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas bagaimana sebenarnya hubungan antara kebijakan presiden dan para pejabat pemerintah dengan proses pemilu 2024 yang bermuara pada pemungutan suara pada 14 Februari lalu," tutur dia lagi.
Ketika ditanyakan bagaimana bila permintaan itu tak dikabulkan oleh hakim konstitusi, Usman mengaku tak mempermasalahkannya. Sebab, permintaan mereka sudah sering tidak dikabulkan.
"Tapi, kami gak akan pernah putus asa untuk mengingatkan pentingnya pemilu ini agar berintegritas," ujarnya.