Alasan MK Tolak Gugatan Pasal Alih Status Pegawai KPK Jadi ASN

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 31 Agustus 2021, menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman itu menyatakan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bisa dijadikan dasar serta ukuran baru untuk menentukan status Aparatur Sipil Negara (ASN) bagi pegawai komisi antirasuah.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Anwar seperti dikutip dari akun YouTube MK pada Rabu (1/9/2021).
Perkara itu diajukan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia yaitu Yusuf Sahide. Pasal yang dimohonkan untuk diuji di MK yaitu Pasal 68B Ayat 1 dan Pasal 69C yang mengatur soal peralihan pegawai komisi antirasuah menjadi ASN.
Pasal 69B ayat 1 berbunyi: "pada saat undang-undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak undang-undang ini berlaku dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan."
Sedangkan, Pasal 69C berbunyi: "pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama dua tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Dari sembilan hakim MK, ada empat hakim yang memiliki pandangan mengenai alih status pegawai KPK. Keempat hakim MK yang memiliki alasan berbeda yakni Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Apa alasan mereka yang berbeda dari lima hakim MK lainnya?
1. MK anggap TWK memenuhi hak atas pekerjaan di pemerintahan

Hakim MK memberikan sejumlah pertimbangan dalam putusan tersebut. MK menilai Pasal 69B ayat 1 dan Padal 69C tidak bertentangan menurut hukum.
MK menolak argumen-argumen pemohon soal TWK KPK yang disebut tidak memenuhi hak atas pekerjaan dan hak atas kesempatan yang sama di pemerintahan. Menurut MK, aturan hukum tetap berlaku dalam pemenuhan hak-hak itu.
"Mahkamah berpendapat bahwa pemenuhan hak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan tidaklah meniadakan kewenangan negara untuk mengatur dan menentukan syarat-syaratnya. Terlebih jika kesempatan yang sama dalam pemerintahan tersebut menyangkut pengisian jabatan publik yang membutuhkan kepercayaan dari masyarakat," ungkap hakim MK.
2. Salah satu hakim MK nilai alih status pegawai bukan jadi seleksi pegawai KPK

Namun, Hakim MK Saldi Isra mengatakan perubahan status harus dipandang sebagai peralihan status. Bukan menjadi alat seleksi pegawai KPK.
Ia menjelaskan bila diletakkan dalam konstruksi Pasal 69B dan Pasal 69C UU KPK, maka proses peralihan status menjadi ASN harus dilakukan lebih dahulu. Setelah penyelidik, penyidik dan pegawai KPK mendapat status ASN, maka komisi antirasuah dapat melakukan berbagai bentuk tes terkait penempatan dalam struktur organisasi sesuai desain baru KPK.
"Posisi hukum kami, karena peralihan status tersebut sebagai hak, peralihan dilaksanakan terlebih dahulu dan setelah dipenuhinya hak tersebut baru dapat diikuti dengan penyelesaian masalah lain. Termasuk kemungkinan melakukan promosi dan demosi sebagai pegawai ASN di KPK," tutur Saldi.
Ia menuturkan, norma dalam Pasal 69B dan Pasal 69C seharusnya dimaknai sebagai pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara, dalam hal ini penyelidik, penyidik dan pegawai KPK, untuk dialihkan statusnya sebagai pegawai ASN. Saldi juga menambahkan MK menyatakan status pegawai KPK secara hukum menjadi ASN karena berlakunya UU KPK. Hal ini tercantum dalam putusan Nomor 70/PUU-XVII/2019.
Oleh karena itu, dalam UU KPK ditentukan berlakunya penyesuaian peralihan status kepegawaian KPK paling lama dua tahun sejak UU berlaku.
"Artinya bagi pegawai KPK menjadi pegawai ASN bukan atas keinginan sendiri, tetapi merupakan perintah Undang-Undang in casu Undang-Undang 19/2019," katanya.
3. Novel Baswedan nilai putusan MK bukan membenarkan pelanggaran hukum dalam TWK

Sementara, putusan MK juga ditanggapi mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan. Novel adalah salah satu dari 75 pegawai komisi antirasuah yang dinyatakan tak lolos menjadi ASN melalui TWK.
Ia mengatakan putusan MK hanya menyatakan TWK adalah praktik konstitusional. Artinya, untuk menjadi ASN memang harus melalui TWK.
"Tetapi, mereka (MK) tidak membenarkan praktik melanggar hukum yang terjadi dalam TWK. Sedangkan, masalah yang terjadi kini adalah perbuatan melawan hukum atau ilegal yang dilakukan terhadap pegawai KPK karena ada motif ingin menyingkirkan," kata Novel melalui akun Twitternya pada Selasa (31/8/2021).
Ia menjelaskan sudah ada bukti jelas TWK digunakan sebagai mekanisme untuk menyingkirkan sejumlah pegawai KPK. Ia pun meminta publik untuk lebih cermat dalam melihat putusan MK.
"Temuan Komnas HAM dan Ombudsman sudah menjadi bukti," tutur dia.