Ada Semangat Generasi Millennial di Balik Berdirinya Dompet Dhuafa

Imam berkisah di #IMS2020 perjalanannya di panggung hijrah

Jakarta, IDN Times - Indonesia Millennial Summit (IMS) 2020 tak sekedar menampilkan para pembicara yang berasal dari kalangan pejabat tinggi dan berbicara di panggung Visionary Leaders. IDN Times juga mengundang tamu untuk membahas isu sosial di panggung Hijrah. Salah satunya adalah Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa, Imam Rulyawan. 

Ia berbicara di sesi Islam and Philantrophy: Non-profit Founders dan Founder di Tribrata, Jalan Dharmawangsa, pada Jumat (17/1). Imam membuka sesi diskusi dengan melempar pantun.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Daun salam dilipat-lipat disimpan rapi dalam lemari, karena salam kurang semangat mohon ulangi sekali lagi," ujar Imam seraya langsung memunculkan tawa dari para penonton yang dilanjutkan dengan jawaban salam lebih bersemangat.

Lalu, apa saja yang disampaikan oleh Imam dalam diskusi tersebut?

1. Imam mengisahkan cerita unik di balik berdirinya Dompet Dhuafa

Ada Semangat Generasi Millennial di Balik Berdirinya Dompet DhuafaIDN Times/Panji Galih Aksoro

Dalam sesi tersebut, Imam menjelaskan tentang sejarah berdirinya Dompet Dhuafa. Ia mengisahkan Dompet Dhuafa muncul dari kesederhanaan para pendirinya.

"Jadi 26 tahun yang lalu Parni Hadi, almarhum Zainudin MZ dan Pak Haji Rhoma Irama turun dari panggung sebuah acara penggalangan dana untuk membeli saham Koran Republika di Jogjakarta di Stadion Kridosono," ujar Imam ketika itu. 

Ia mengatakan orang-orang itu makan di sebuah restoran untuk kumpul dengan beberapa yang diindikasikan sebagai ustad, karena mengenakan pakaian koko. 

"Diajak ngobrol sama Pak Parni, ustad aktivitasnya apa? Aktivitasnya kalau di Jakarta disebut three in one lah kira-kira begitu. Kami mengajari membaca dan menulis berhitung anak-anak di Gunung Kidul dan kami juga mendampingi para petani bagaimana manajemen air di mana saat Gunung Kidul terkenal dengan daerah yang krisis air," lanjut Imam bercerita.

"Lalu penghasilannya dari mana. Berapa besar penghasilannya sebulan?" kata Imam menirukan ulang pernyataan Pak Parni.

"Alhamdulillah Pak Parni kami masing-masing cukup. Tahun 1993, Rp6.000 per bulan. Kaget Pak Parni," ujar Imam yang juga menampilkan wajah dengan eskpresi kaget.

"Begitu ditanya sumber 6.000 nya dari mana, lebih kaget lagi. Sumber 6.000 nya dari mana Pak Jalal? Sumber 6.000 nya adalah hasil sisihan uang saku mahasiswa, mahasiswi di Jogjakarta," katanya mengisahkan. 

Baca Juga: IMS 2020: Dompet Dhuafa Kategorikan 3 Jenis Orang Miskin

2. Dompet Dhuafa berdiri karena bangkitnya generasi millennial

Ada Semangat Generasi Millennial di Balik Berdirinya Dompet DhuafaIDN Times/Panji Galih Aksoro

Melalui cerita itu, Imam ingin menyampaikan berdirinya Dompet Dhuafa berasal dari bangkitnya semangat generasi millennial. Ia mengatakan di tahun 1993, millennial sudah menunjukkan tajinya. 

"Millennial itu yang menginspirasi Dompet Dhuafa, sehingga pada hari ini kita bisa berbagi," kata Imam.

Kemudian, peristiwa 26 tahun lalu tersebut juga mengajarkan bahwa dengan independensi, prinsip imparsial yang dijalankan oleh Dompet Dhuafa sebagai lembaga kemanusiaan, mereka ingin memastikan orang-orang yang dibantu memang membutuhkan. 

"Tentu Dompet Dhuafa hadir karena ada dhuafa, kalau gak ada dhuafa namanya dompet," tutur dia lagi. 

3. Dompet Dhuafa membagi orang miskin menjadi tiga kategori

Ada Semangat Generasi Millennial di Balik Berdirinya Dompet DhuafaIDN Times/Panji Galih Aksoro

Imam juga menjelaskan, Dompet Dhuafa membagi orang miskin menjadi tiga kategori yakni si miskin menyerah, si miskin berpotensi, dan si miskin beraset.

"Si miskin beraset ini contohnya apa? Lebak, punya aset hancur dalam hitungan dua sampai tiga jam jadi dhuafa. Padahal, dia orang mampu," kata Imam.

Si miskin berpotensi, dia tidak punya aset tapi punya potensi untuk naik dari standar kemiskinan. Maka, oleh Dompet Dhuafa diberikan pelatihan dan program beasiswa. 

"Dan yang paling dasar si miskin menyerah kita berikan dengan charity. Sehingga kami membagi program-program distribusi. Jadi, kalau terminologi penyaluran kami mengistilahkan ada dua, ada distribusi dan ada pendayagunaan, dan yang dikelola dompet dhuafa zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf," tuturnya.

4. Wakaf lebih dahsyat dari pada zakat

Ada Semangat Generasi Millennial di Balik Berdirinya Dompet DhuafaIDN Times/Panji Galih Aksoro

Di forum itu, Imam juga bercerita tentang kisah wakaf. Ia mengatakan, wakaf lebih dahsyat daripada zakat.

"Saya kalau gak atas izin Allah bergabung ke Dompet Dhuafa, saya gak pernah mengerti bahwa zakat bisa memberikan beasiswa sampai dokter spesialis. Bahwa zakat bisa membiayai pasien gratis, dan wakaf ternyata juga bisa mengelola pertanian, hotel, ruko, rumah sakit yang bermanfaat untuk kaum dhuafa," ujarnya

Imam juga menjelaskan, di tahun 2008 Dompet Dhuafa dan BAZNAS bermitra, saat itu lah ia belajar dan memahami luar biasanya potensi zakat dan infaq shodaqoh.

"Memang harus dibagi nih. Ini distribusi, ini pendayagunaan. Kalau distribusi memang sifatnya charity dan memberikan kail. Tapi kalau pendayagunaan, dhuafa yang beraset tadi harus kita berikan aset lagi," tuturnya.

5. Imam menetapkan pilihan masuk ke bidang filantropi dan meninggalkan dunia kedokteran

Ada Semangat Generasi Millennial di Balik Berdirinya Dompet DhuafaIDN Times/Panji Galih Aksoro

Saat di sesi tanya jawab, Imam mengisahkan secara jujur bahwa ia menetapkan pilihan untuk masuk ke dunia filantropi dan meninggalkan dunia kedokteran gigi. Padahal, ketika kuliah, ia menempuh studi tersebut.

"Kata kunci yang saya pelajari ketika saya berada di Dompet Dhuafa, hidup adalah pilihan," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa dirinya terinspirasi Bung Karno. Imam menjelaskan bahwa Bung Karno pernah berkata, orang tidak bisa mengabdi kepada Tuhannya apabila belum mengabdi pada si miskin. Ternyata, ujar Imam, cerita tersebut juga tersimpan di dalam hadist.

"Ternyata hadist yang menceritakan, Tuhan menurut umatnya, wahai anak Adam, kenapa engkau tidak menengok aku di saat aku sakit. Bagaimana mungkin, kata anak Adam, aku menengok engkau sementara engkau Tuhan pencipta alam semesta. Pada saat engkau menolong dan mendatangi orang yang sedang sakit dan kau menjenguk dan engkau mendoakan, sesungguhnya engkau menemukan aku di sisinya. Wahai anak Adam, bagaimana engkau tidak memberikan Aku makan di saat Aku lapar. Bagaimana mungkin Tuhan sang pencipta alam semesta kelaparan. Sesungguhnya ketika engkau datang pada saat ada si miskin kelaparan dan engkau memberikan makan kepada si miskin, engkau menemukan Aku di sisinya," ujar Imam.

Dari situ lah Imam dengan berani menentukan pilihan untuk masuk ke bidang filantropi dan meninggalkan ambisinya yang lain.

"Jadi, saya langsung berpikir, ini dunia akhirat. Karena apa? Tidak akan mungkin mendampingi si miskin di saat sakit, mendampingi si miskin di saat lapar kalau tidak fokus. Ada kata-kata fokus, ada kata-kata pilihan hidup," tuturnya.

Bahkan, Imam bercerita bahwa ia harus berhenti membuka praktik sebagai dokter gigi untuk memilih bidang filantropi. Ia menegaskan, masuk ke bidang filantropi harus fokus.

"Saya sebagai dokter gigi yang sebelum gabung ke Dompet Dhuafa, saya dinas ke puskesmas, saya mengajar di beberapa kampus, saya coba ikuti dengan aktivitas masuk  ke Dompet Dhuafa masih coba mengajar di beberapa kampus. Ternyata gak bisa, jadi saya harus memilih ketika di filantropis, karena beda," ujarnya.

6. Imam jabarkan konsep filantropeneur Dompet Dhuafa

Ada Semangat Generasi Millennial di Balik Berdirinya Dompet DhuafaIDN Times/Reynaldy Wiranata

Dompet Dhuafa, kata Imam berasal dari kebaikan. Saat ini organisasi itu sudah bermetamorfosis menjadi filantropreneur atau filantropi enterpreneur.

"Sehingga Dompet Dhuafa pun membagi, ketika saya fokus di filantropinya, saya juga harus membagi ada kawan-kawan yang fokus di enterpreneurnya. Bagaimana seorang dhuafa diberikan kambing 20 ekor tahun depan di industri Idul Kurban. 20 ekor dipotong. Tahun depan 20 ekor, tahun depan 20 ekor. Kapan naiknya? Karena masih ada kerentanan kemiskinan, sehingga harus dicari caranya, tahun depan jangan 20 ekor, tahun depan 200 ekor, tahun depan 2000 ekor dari peternak tersebut, agar meningkat kapasitasnya," kata dia. 

Baca Juga: IMS 2020: Ketika Sandiaga Bicara Millennial dan Politik di IMS 2019

Topik:

Berita Terkini Lainnya