Alasan di RI Masih Heboh Bahas Kandungan Babi di Vaksin AstraZeneca

Ulama Timur Tengah tetapkan tripsin dari babi halal

Jakarta, IDN Times - Polemik soal kandungan babi pada vaksin COVID-19 AstraZeneca terus terjadi di Indonesia. Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Ahmad Fahrur Rozi mengatakan, kandungan babi terdapat di tripsin sebagai stabilisator atau katalis.

“Sebagian kuman dikembangbiakkan pada enzim tripsin dari babi. Enzim ini membuat perkembangbiakan kuman yang butuh waktu belasan tahun jika dilakukan dengan katalis lain, dapat terjadi hanya dalam hitungan menit,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Minggu (21/3/2021).

Baca Juga: AstraZeneca Tanggapi MUI soal Vaksinnya Mengandung Produk Turunan Babi

1. Kandungan babi pada tripsin telah bertransformasi atau istihalah

Alasan di RI Masih Heboh Bahas Kandungan Babi di Vaksin AstraZenecaPetugas kesehatan menyuntikan vaksin kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Ahmad menjelaskan kehalalan dari tripsin inilah yang sudah lama menjadi perdebatan di kalangan ulama. Kandungan babi pada tripsin telah mengalami proses tranformasi atau istihalah (membuat bentuk kandungan babi sudah berubah dari bentuk awal).

“Sehingga tidak lagi dihukumi sebagaimana babi,” katanya.

2. Para ulama di Timur Tengah menerima proses istihalah pada gelatin dari babi

Alasan di RI Masih Heboh Bahas Kandungan Babi di Vaksin AstraZenecaIlustrasi vaksinasi COVID-19. ANTARA FOTO/Jojon

Ahmad menjelaskan saat ini para ulama di Timur Tengah telah menerima proses istihalah pada penggunaan gelatin atau tripsin babi untuk vaksin. Sehingga, mereka pun menetapkan kehalalan zat yang telah mengalami istihalah dalam vaksin.

“Itulah sebabnya di negara-negara Islam yang lain, halal haram vaksin tidak seheboh di Indonesia,” katanya.

3. Ada 112 ulama dan ahli dari berbagai penjuru dunia menandatangani fatwa halal gelatin dari babi

Alasan di RI Masih Heboh Bahas Kandungan Babi di Vaksin AstraZenecaIlustrasi vaksin. Dok. Antara Foto

Ahmad mengatakan, para ulama telah melakukan konferensi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Kuwait pada 2001. Konferensi tersebut dihadiri 112 ulama dan ahli dari berbagai penjuru dunia. Konferensi itu membahas, menyetujui lalu menandatangani fatwa halal gelatin yang berasal dari babi pada vaksin.

Di antaranya yang hadir yaitu Syaikh Muhammad Sayed Tantawi (Universitas Islam Al-Azhar, Cairo), Syaikh Mohammad Al Mokhtar Al Sallami (Tunisia), Syaikh Mohammad Ibn Hammad Al Khalily (Oman), Syaikh Mohammad Al Habiib Ibn Al Khojah (Islamic Fiqh Academy, Jeddah), Dr. Yusuf Al Qaradawy (Qatar), Syaikh Mohammad Rashid Qabani (Libanon).

Kemudian, Syaikh Muhammad Taqi Al Osmani (Pakistan), Syaikh Dr. Hamid Gami’I (Universitas Islam Al-Azhar), Syaikh Dr. Khalid Al Mazkour (Kuwait), Syaikh Khalil Al Miis (Mufti Al Biqa’i, Libanon), Syaikh Dr. Ajil Jassim Al Nashmi (Kuwait), Dr. Mohammad Abdul Ghaffar Al Sharif (Kuwait), Dr. Wahba Al Zuhayli (Syria), Syaikh Mashaal Mubarak Al Sabah (Kuwait).

4. MUI meletakkan permasalahan pada pemanfaatan benda haram

Alasan di RI Masih Heboh Bahas Kandungan Babi di Vaksin AstraZenecaLogo Halal MUI (Website/halalmui.org)

Sedangkan Indonesia, kata Ahmad, MUI menyatakan letak masalahnya ada pada penolakan pemanfaatan benda haram. Sehingga meskipun pada produk akhir tidak terdapat zat haram lagi, namun akan tetap dihukumi haram karena pada awal prosesnya telah melibatkan unsur babi.

“Di sinilah titik perbedaan pendapat dengan pandangan Komisi Fatwa MUI dengan fatwa keagamaan NU dalam menyikapi kasus sejenis semisal Ajinomoto pada masa lalu,” katanya.

“Karena menurut pemahaman saya dan teman-teman di LBM NU dalam kaidah intifa’ yang diharamkan sebenarnya adalah pelakunya (produsen), sedangkan konsumen yang memakai cukup lah melihat fakta pada produk jadi,” imbuh Ahmad.

4. MUI sebut vaksin AstraZeneca haram tapi bisa digunakan

Alasan di RI Masih Heboh Bahas Kandungan Babi di Vaksin AstraZenecaKetua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh (Dok. Sagas COVID-19)

Perlu diketahui, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh, mengatakan telah selesai melakukan kajian terhadap vaksin COVID-19 AstraZeneca. MUI pun menyatakan vaksin asal Inggris tersebut haram.

“Produk AstraZeneca ini haram karena proses produksinya memanfaatkan bahan dari babi. Walaupun demikian, penggunaan vaksin COVID-19 untuk produk AstraZeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan,” kata Asrorun dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 19 Maret 2021.

Asrorun menyebutkan, fatwa haram dikeluarkan MUI setelah Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI melakukan kajian mendalam.

"Setelah melakukan pengkajian, MUI melakukan pengkajian secara intensif mulai dari pemeriksaan dokumen yang terkait dengan ingredient dan juga proses produksi vaksin AstraZeneca," kata dia.

"Dan kemudian ditindaklanjuti di dalam rapat dengan mendengar keterangan pemerintah, terutama terkait urgensi vaksinasi COVID-19 serta keterangan dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) terkait jaminan keamanan vaksin, dan juga dari produsen AstraZeneca, serta dari PT Bio Farma yang bertanggung jawab terkait dengan pengadaan dan juga distribusi," sambung Asrorun.

Dia menyebut, ada lima alasan MUI membolehkan vaksin AstraZeneca digunakan masyarakat. Pertama, karena kondisi yang mendesak akibat pandemik. 

“Kedua, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak segera dilakukan vaksinasi COVID-19,” ujarnya.

Alasan ketiga, lanjut Asrorun, karena ketersediaan vaksin COVID-19 yang halal dan suci tidak mencukupi. Maka vaksin AstraZeneca bisa digunakan demi mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity.

Keempat, pemerintah juga telah menjamin keamanan vaksin AstraZeneca.

“Kelima, pemerintah tidak memliki keleluasaan memilih jenis vaksin COVID-19, mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia, baik di Indoensia maupun tingkat global,” tuturnya.

Sementara, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan vaksin AstraZeneca akan mulai digunakan minggu depan. Hal itu diungkapkannya dalam konferensi pers virtual perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro pada Jumat, 19 Maret 2021.

"Insya Allah rencananya minggu depan kita akan mulai distribusi dan vaksinasi dengan AstraZeneca," kata Budi Gunadi.

Baca Juga: Vaksin AstraZeneca Mengandung Babi, Begini Sikap Muhammadiyah 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya