Mantan Napi Koruptor Maju Pilkada, MK Bacakan Putusan Hari Ini

Masa tunggu koruptor selama 10 tahun

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini optimistis Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan permohonan tentang masa tunggu bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Saya pribadi yakin Mahkamah Konstitusi akan kabulkan permohonan kami," ujar Titi Anggraini dalam keterangan tertulis, Rabu (11/12). 

Sebelumnya Perludem bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) mengajukan judicial review terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

Perldem dan ICW meminta Mahkamah Konstitusi untuk memberikan masa tunggu selama 10 tahun bagi mantan terpidana, khususnya terpidana korupsi, untuk maju dalam Pilkada. Masa tunda terhitung setelah terpidana menjalani pidana pokok.

Putusan MK atas judicial review tersebut akan dibacakan hari ini.

 

1. Pemohon yakin MK akan mengabulkan permohonan

Mantan Napi Koruptor Maju Pilkada, MK Bacakan Putusan Hari Ini(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Titi mengatakan ada beberapa pertimbangan yang membuat ia dan timnya yakin MK akan mengabulkan permohonan tersebut.

Hal pertama yang menjadi alasan Titi yakin adalah MK langsung membacakan pengucapan putusan setelah dilakukan dua kali persidangan pemeriksaan permohonan (pemeriksaan pendahuluan).

"MK memutus tanpa terlebih dahulu mendengarkan keterangan dari DPR, pemerintah, maupun ahli dari para pihak," ujarnya.

2. Titi yakin bukti yang pemohon bawa ke MK sangat kuat

Mantan Napi Koruptor Maju Pilkada, MK Bacakan Putusan Hari IniPembacaan Putusan MK tentang eks napi di Pilkada (IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya)

Kedua, Titi mengatakan, pemohon (ICW dan Perludem) mengajukan argumen yang sangat kuat, antara lain fakta politik terkini di mana mantan napi korupsi yang dicalonkan lagi di Pilkada ternyata kembali mengulangi perbuatannya melakukan tindak pidana dan terkena OTT KPK.

"Seperti pada kasus Muhammad Tamzil, Bupati Kudus yang terpilih di Pilkada 2018 dan terkena OTT KPK pada 2019. Selain itu ternyata, ketiadaan masa tunggu (jeda) dari bebasnya mantan napi dengan pencalonan yang bersangkutan di pilkada, membuat parpol dengan mudah mencalonkan mantan napi dan diikuti keterpilihan si mantan napi di pilkada. Misal di Minahasa Utara dan Solok," jelas Titi.

3. Pemohon meminta KPU juga membuat peraturan teknis di Pilkada

Mantan Napi Koruptor Maju Pilkada, MK Bacakan Putusan Hari IniKantor KPU Balikpapan (IDN Times/Maulana)

Titi juga mengatakan, pemohon juga berharap ada langkah ekstra yang dilakukan KPU dalam melakukan pengaturan teknis dalam pelaksanaan pilkada.

Sehingga, Titi melanjutkan, pemilih bisa maksimal mendapatkan informasi atas rekam jejak calon, khususnya berkaitan dengan masalah hukum yang pernah dihadapi calon.

"Termasuk pula pengaturan teknis yang kongkret untuk menghindarkan pemilih dari memilih figur-figur yang bermasalah hukum," ujar Titi.

4. Pemohon lahir pemimpin daerah antikorupsi

Mantan Napi Koruptor Maju Pilkada, MK Bacakan Putusan Hari Ini(Ilustrasi) IDN Times/Handoko

Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, Titi berharap Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah benar-benar bisa menghadirkan calon yang bersih dan antikorupsi.

Sehingga, Titi menjelaskan, para pemimpin daerah bisa berkonsentrasi membangun daerah secara maksimal dengan perspektif pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan yang baik.

"Semoga Putusan MK atas Uji Materi Pasal Pencalonan Mantan Napi di Pilkada bisa jadi kado istimewa dalam suasana peringatan hari antikorupsi internasional dan Hak Asasi Manusia internasional," tutup Titi.

5. Bunyi pasal tentang eks napi apabila permohonan dikabulkan MK

Mantan Napi Koruptor Maju Pilkada, MK Bacakan Putusan Hari IniPembacaan Putusan MK tentang eks napi di Pilkada (IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya)

Titi menjelaskan, bila permohonan dikabulkan oleh MK maka redaksi pencalonan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU No.10/2016 menjadi:

"Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa; tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; bagi mantan terpidana telah melewati jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; jujur atau terbuka mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang."

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App. Unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: ICW akan Lakukan Judicial Review ke MK, Upaya Terakhir Selamatkan KPK

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya