Polemik Salam Lintas Agama, Salam Pancasila Bisa Jadi Jalan Tengah

Setiap salam agama adalah doa pada Tuhan-nya

Jakarta, IDN Times - Direktur Lingkar Kajian Agama dan Kebudayaan (LKAB Nusantara) Fadhli Harahab mengungkapkan, jalan tengah untuk persoalan larangan salam lintas agama yang menjadi kontroversi belakangan ini, adalah salam nasional. 

"Bangsa ini sudah memiliki salam nasional, salam Pancasila. Hanya saja, salam ini tidak begitu populer di masyarakat, apalagi di kalangan millennial," ujar Fadhlidalam keterangan tertulis, Selasa (12/11).

Menurut Fadhli, salam Pancasila dapat menjadi solusi dan meredam polemik salam keagamaan. "Hal ini juga dapat mengatasi diskriminasi antar sesama pemeluk agama, mayoritas tidak dibesarkan-besarkan dan minoritas tidak dikecilkan," ucap dia. 

Baca Juga: Takut Salah, Menag Fachrul Tolak Tanggapi Larangan Salam Lintas Agama

1. Setiap salam agama adalah doa kepada Tuhannya

Polemik Salam Lintas Agama, Salam Pancasila Bisa Jadi Jalan Tengah(Ilustrasi) pexels.com/@pixabay

Fadhli berpendapat, makna salam dari setiap agama intinya adalah sama. Tetapi yang menyebabkan persoalan muncul, ketika kalimat-kalimat itu dimaknai secara mendalam.

Menurut Fadhli, permasalahan ini adalah terkait akidah atau kepercayaan masing-masing umat beragama. "Setiap penganut meyakini bahwa dalam salam-salam tersebut terdapat permohonan kepada masing-masing sesembahan, Tuhan Yang Maha Kuasa," tutur dia.

2. Tidak mengucapkan salam bukan berarti intoleran

Polemik Salam Lintas Agama, Salam Pancasila Bisa Jadi Jalan TengahIslamiyyah

Fadhli mengatakan setiap pemeluk agama tentu memahami batas-batas toleransi dalam kehidupan berbangsa. Indonesia sebagai bangsa yang pluralis, toleransi menjadi keniscayaan, guna menciptakan kehidupan dan peradaban yang lebih baik. Tidak terkecuali dalam konteks beragama.

Namun Fadhli menilai, toleransi dalam beragama tidak harus ditandai dengan mencampuradukkan keyakinan umat satu dengan yang lainnya.

"Karena, salam yang dimaknai sebagai doa (permohonan) memiliki relasi vertikal antara hamba dan Tuhannya. Jadi, mana mungkin seorang hamba yang beriman kepada Tuhan yang diyakini memohon kepada Tuhan lainnya yang tidak diyakininya," ujar dia.

Berbeda, jika salam hanya diartikan sebagai simbol sosial, Fadhli menilai, hal itu sebagai perekat persaudaraan dan persatuan. "Hanya ada relasi horizontal dan tanpa dimensi vertikal (dengan Tuhan)," ucap dia. 

3. Salam nasional bisa mengatasi diskriminasi antar sesama

Polemik Salam Lintas Agama, Salam Pancasila Bisa Jadi Jalan Tengah(Ilustrasi) Pixabay/Johnhain

Karena itu, Fadhli menyarankan, salam nasional dapat mengatasi diskriminasi antar sesama pemeluk agama. "Mayoritas tidak dibesarkan-besarkan dan minoritas tidak dikecilkan," ujar dia.

Menurut Fadhli, penggunaan salam nasional adalah cara yang lebih bijak. "Dengan itu juga upaya penguatan Pancasila dan kebinekaan akan lebih mudah dan terarah," tutur dia. 

Fadhli menambahkan, persoalan salam keagamaan sebenarnya adalah hak bagi yang menyampaikan salam. "Toh, salam keagamaan dalam Islam tidak diwajibkan untuk diucapkan sebagai pembuka kegiatan," kata dia. 

Baca Juga: Wamenag: Stop Perdebatan Salam Semua Agama!

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya